Sudah satu Minggu Aurel tinggal di rumah Adam Hawa membuat Aurel terbiasa dengan aktivitas di sana.
Bahkan Aurel tak lagi merasa berisik ketika mendengar suara adzan. Saking sudah terbiasanya bahkan Aurel sudah hapal aktivitas semua anak-anak dan kapan Raja dan Mawar akan datang.
Sedang aktivitas Aurel sendiri hanya menunggu Malik bak seorang istri yang menunggu suaminya.
Menunggu adalah hal yang baru Aurel lakukan biasanya Aurel yang selalu di tunggu oleh sahabat-sahabat nya.
Sambil menunggu kedatangan Malik seperti biasa Aurel memerhatikan anak-anak yang sedang mengaji. Kini Aurel tak merasa berisik atau pusing lagi melihat apa yang anak-anak lakukan. Bahkan Aurel semakin penasaran dengan sholat yang Aurel pikir sebuah olahraga.
Aurel belum menanyakan tentang Sholat mungkin nanti Aurel akan menanyakannya.
Aurel melihat Mawar yang selalu tersenyum ramah bahkan anak-anak pun selalu terlihat nyaman di dekatnya.
Ada rasa iri di hati Aurel melihat anak-anak begitu dekat dengan Mawar. Gadis berhijab panjang dengan tutur kata lembutnya. Sedang Aurel jauh dari kata itu bahkan masa lalunya begitu buruk. Entah bagaimana tanggapan anak-anak jika tahu bagaimana buruknya kelakuan dia.
Kini Aurel merasa nyaman dan aman tinggal di rumah Adam Hawa bahkan sedikit-sedikit Aurel merasakan apa yang di sebut rumah.
Kehadiran anak-anak membuat Aurel merasakan apa itu rumah dan keluarga. Apalagi di sini anak-anak di ajarkan seperti itu. Sopan santun yang tak pernah Aurel pelajari kini Aurel melihatnya dalam diri anak-anak.
Bahkan Aurel terbiasa tidur bersama Aurora walau Aurora selalu tidur terlebih dahulu namun Aurel mulai merasa nyaman.
Apa yang Aurora rindukan pada sosok seorang ibu membuat hati Aurel tersentuh karena Aurel seakan melihat dirinya dulu di diri Aurora. Itulah alasan yang membuat Aurel membiarkan Aurora tidur dengannya.
Senyuman manis terukir di bibir Aurel tatkala melihat mobil Malik.
Aurel menekan tombol hingga kursi rodanya berjalan ke arah pintu.
Malik tak tahu jika Aurel menunggunya hingga Malik tak menghiraukan Aurel. Malik fokus berjalan menuju mushola bersama Raja.
Namun Malik seperti merasa ada yang memerhatikan.
"Ibra, anak-anak sudah selesai mengaji?"
Tiba-tiba Raja mendorong Malik membuat Malik tak jadi menengok.
Padahal Raja sengaja karena sampai sekarang jujur saja Raja tak suka sahabat nya dekat dengan Aurel.
Apalagi melihat Aurel mempunyai tato di lengannya membuat Raja selalu berpikir buruk apalagi Aurel selalu tak sopan pada Malik.
"Apaan sih Ja, jangan tarik-tarik lengan ku!"
Protes Malik tak suka entah ada apa dengan Raja tiba-tiba menggandeng lengannya.
"Assalamualaikum anak-anak?"
Ucap Raja membuat anak-anak langsung mengalihkan pandangannya ke arah pintu.
"Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh kak Raja, kak Malik!"
Anak-anak langsung beranjak menyalami Raja dan Malik lalu duduk kembali.
"Mba Mawar?"
"Mas Malik ada yang mau saya bicarakan?"
Raja terdiam ketika Mawar tak membalas sapaannya malah berjalan menghampiri Malik. Namun Raja juga tak lama mengikuti.
"Ada apa mba?"
"Begini, saya mau membicarakan soal pengajian bulanan?"
"Oh itu, mari duduk, kebetulan saya juga ingin membahasnya!"
Mawar tersenyum mengangguk sedang Raja hanya memerhatikan saja.
"Bagaimana? Apa mba mawar punya usul?"
"Saya sudah mengkonfirmasikan pada ustad saya, Alhamdulillah beliau berkenan mengisi acara di sini."
"Alhamdulillah kalau begitu, gimana Ja apa kamu sudah memberikan surat undangan pada panti asuhan lain?"
"Belum, kemungkinan besok!"
"Baiklah, besok kamu tak usah datang ke kantor. Fokus saja sama acara."
"Hm, apa boleh saya mengundang teman-teman kampus ke sini?"
"Boleh itu lebih baik!"
Setuju Malik semakin banyak yang datang lebih baik agar acaranya semakin hidup.
"Terimakasih mas Malik!"
"Sama-sama, semoga acaranya berjalan dengan lancar!"
"Hey, apa konsumsi sudah kau urus?"
Raja mengingatkan karena setahunya bagian konsumsi belum ada yang pegang.
Malik terdiam karena memang belum ada yang pegang. Sedang besok jadwal Aurel kontrol dan tak mungkin membawa Aurel kemana-mana.
"Biar saya saja, mungkin saya akan meminta bantuan anak-anak kampus!"
"Tidak, saya tak mau terlalu merepotkan mereka. Bagaimana kalau mba Mawar sama Raja saja. Jadi sekalian sesudah menyebar undangan bisa langsung pergi ke perusahaan catering."
Good job sob, kau memang sahabat ku yang paling pengertian.
Batin Raja setuju dengan usul Malik dan ia bisa jalan dengan Mawar.
"Mba Mawar tak usah risau akan ada Marsel yang menemani supaya terhindar dari fitnah. Bagaimana?"
Mawar terdiam sejenak meremas ujung kerudungnya.
"Baik, kalau begitu saya setuju!"
"Alhamdulillah!"
Ucap Malik dan Raja semangat menjawabnya.
Malik tahu Mawar tak mungkin setuju jalan berdua dengan yang bukan mahram nya. Walau Malik tidak se-agamais orang lain namun setidaknya Malik tahu batasan.
Bahkan Malik selalu menjaga pandangannya pada Mawar karena takut Mawar merasa risih. Berbeda dengan Aurel karena Aurel tak menunjukan rasa risih sedikitpun walau begitu Malik juga tetap menghargai Aurel karena Aurel perempuan yang wajib Malik jaga.
"Mba Mawar kenapa? Terlihat gelisah?"
Tanya Malik ketika mereka berjalan keluar mushola.
"Eh mas Malik, barusan adik saya memberi kabar dia tak bisa menjemput."
"Biar saja saya saja mba, kebetulan saya akan membeli makanan untuk anak-anak. Jangan takut ada Bima dan Angga kok yang ikut. Bagaimana?"
"Ya, lebih baik mba Mawar di antar Raja saja sekalian!"
Mau tak mau Mawar mengangguk setuju membuat Raja tersenyum senang.
Malik hanya bisa menggeleng melihat sahabatnya terang-terangan menunjukan rasa sukanya.
Bohong jika Malik tidak menyukai sosok idaman para kaum Adam itu. Namun Malik sadar jika ia tak pantas. Malik hanya bisa sekedar mengagumi saja tak lebih dari itu. Apalagi ilmu agama Malik juga masih minim dan Malik juga sedang tahap belajar.
"Ya sudah, kalau begitu saya permisi dulu?"
Pamit Malik meninggalkan Raja dan Mawar. Malik berjalan menuju rumah dengan santai sambil memainkan ponselnya.
Deg ...
Malik terkejut mendapati Aurel ada di depan pintu namun bukan itu yang membuat Malik terkejut melainkan tatapan Aurel yang tajam seolah sedang menguliti dirinya.
Malik salah tingkah sambil menggaruk tengkuknya seolah seorang suami yang sedang ketahuan selingkuh.
"Assalamualaikum?"
"Waalaikumsalam!"
Jawab ketus Aurel langsung membalikan kursi rodanya. Membuat Malik terkejut akan sikap Aurel. Bukankah tadi pagi masih baik-baik saja, pikir Malik bingung.
"Hey, kamu kenapa?"
"Pikir saja sendiri!"
Malik tercengang mendengarnya sungguh tak mengerti kenapa Aurel bersikap begitu.
"Kamu kenapa, apa aku berbuat salah?"
"Kak Aurel ini buku yang kakak minta?"
Ucap Sinta mendekat membuat Malik bersikap biasa.
"Terimakasih dek."
"Sama-sama kak, ya sudah Sinta mau ke kamar lagi!"
Aurel mengangguk langsung menyembunyikan buku yang di beli Sinta.
"Buku apa itu?"
"Jangan sok tahu!"
"Hey, kenapa kamu marah. Aku hanya bertanya?"
"Minggir?"
"Tidak! Sebelum menjelaskan kenapa? Apa aku punya salah?"
"Cie .. Cie .. Kak Malik lagi bujuk calon istri ya?"
Celetuk Ara membuat Malik dan Aurel membulatkan kedua bola matanya.
"Ayo bujuk Kak, biasanya perempuan sok jual mahal."
Timpal Marsel membuat Aurel semakin membulatkan kedua bola matanya.
"Tenang kakak akan membujuknya?"
Aurel menatap tajam Malik membuat Malik terkikik gemas melihat raut wajah Aurel.
Anak-anak memang sudah biasa bercanda apalagi semenjak Malik selalu membantu Aurel memijat kakinya sampai Aurel sedikit bisa menggerakkannya.
Bersambung ...
Jangan lupa Like, Hadiah,, komen dan Vote Terimakasih ...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 163 Episodes
Comments