Malik menyiapkan makan untuk Aurel karena sendari sadar Aurel belum makan apapun. Malik tak ingin Aurel lama sakitnya hingga ia harus lama juga merawatnya.
"Mau apa Lo?"
"Menyuapi mu makan, kau harus makan agar cepat sehat,"
"Gak mau, sana pergi kenapa masih di sini?"
Ketus Aurel tak bersahabat seperti nya Malik harus menyiapkan kesabarannya merawat gadis yang tak tahu asal usulnya tapi Malik harus bertanggung jawab.
"Kamu harus makan Aurel, biar cepat sembuh."
"Baiklah, gue mau sendiri?"
"Tidak, aku akan menyuapi mu?"
"Hey, yang sakit itu kepala, kaki dan hati gue bukan kedua tangan gue. Jadi gue masih bisa makan menggunakan tangan gue!"
"Baiklah!"
Pasrah Malik tak mau berdebat kembali karena yang di katakan Aurel memang benar. Yang sakit itu, kepala, kaki dan hatinya bulan tangan.
Sial!
Gadis kecil ini membuat Malik terus bersabar padahal Malik masih belajar apa namanya sabar.
Aurel melirik sekilas pada Malik yang sibuk memainkan ponselnya.
Aurel tak habis pikir kenapa Malik masih di sana padahal Aurel sendari tadi terus mengusirnya.
"Aku tahu aku tampan,"
"Cih, kenapa Lo masih di sini. Pergi sana?"
"Sudah ku bilang, aku akan bertanggung jawab merawat mu sampai sembuh. Jika kau sudah bisa berjalan lagi baru aku akan pergi tanpa kamu usir,"
"Terserah, tapi gue tak butuh tanggung jawab lo."
"Bukankah kamu bilang tak punya keluarga, jika saya pergi lantas siapa yang merawat mu?"
"Apa peduli mu?"
Ya, apa peduli Malik padahal bisa saja Malik meninggalkan Aurel apalagi ia sudah membayar semua biaya pengobatan Aurel sepenuhnya.
Entahlah, Malik hanya kasihan saja mengingat Aurel tak punya keluarga apalagi melihat sikap Aurel yang seperti itu membuat Malik takut Aurel melakukan hal yang aneh-aneh. Karena seperti nya Aurel tak peduli dengan hidupnya.
"Istirahat lah, saya ada urusan di luar,"
Malik pergi begitu saja karena melihat acuh tak acuh Aurel bahkan Aurel cuek bebek.
Entah kenapa Malik jadi penasaran bagaimana kehidupan Aurel kenapa gadis itu mau bunuh diri.
Apa kehidupannya memang sesakit itu hingga membuat Aurel bersikap begitu.
Sebelum pulang Malik terlebih dahulu sholat ashar. Malik tahu ia juga makhluk penuh dosa namun Malik sedang berusaha menjadi diri yang baik.
Sudah sholat Malik langsung pulang mengingat ia dari kemaren belum pulang. Malik takut anak-anak panti mengkhawatirkan nya.
Malik Ibrahim Al-karim laki-laki matang di mana usinya sudah menginjak usia dua puluh tujuh tahun.
Tinggal di panti asuhan karena sebuah alasan namun di sana Malik bisa menemukan dirinya sendiri.
Belajar agama di mana dulu Malik tak mengenalnya. Oleh bimbingan seseorang baik hati membuat mata hati Malik terbuka jika Tuhan itu ada sangat ada bahkan dekat dengan hambanya.
Sebelum ke panti Malik membelikan makanan untuk anak-anak panti.
"Assalamualaikum!"
"Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh!"
Jawab serempak anak-anak berlari menghampiri Malik dengan senyum cerianya.
"Kak Malik!!"
Satu persatu anak-anak menyalami Malik membuat Malik tersenyum.
"Kakak bawa makanan untuk kalian,"
"Hore!"
"Sinta bantu kakak bagikan?"
"Baik kak Malik."
Sinta membantu Malik membagi rata kue yang Malik bawa pada anak-anak lain.
Sinta yang paling tua di antara anak-anak lain. Gadis yang sedang duduk di bangku kelas X. Namun usianya yang baru menginjak enam belas tahun Sinta sudah sangat dewasa dalam berpikir.
Semua anak-anak duduk di kursi dengan tertib di mana tempat mereka makan.
"Kakak dari mana kenapa kemaren tak pulang?"
Tanya Sinta ketika sudah membagikan kue pada anak-anak.
"Maafkan kakak, kemaren kakak menabrak seseorang!"
"Astaghfirullah, apa korban tak apa kak?"
"Alhamdulillah baik-baik saja, tapi kakak harus menjaganya karena beliau tak punya keluarga."
"Jadi kakak akan bulak balik ke rumah sakit?"
"Iya! Maafkan kakak ya!"
"Tidak apa-apa kak, Sinta mengerti. Kakak jangan khawatir di sini kami baik-baik saja apalagi ada kak Raja yang menjaga kami. Kak Mawar juga selalu datang untuk mengajar ngaji!"
"Alhamdulillah kakak lega kalau begitu. Kakak ke kamar dulu ya mau ganti baju setelah itu mau kembali ke rumah sakit lagi."
"Baik kak!"
Malik masuk ke dalam rumah cukup besar. Sebenarnya rumah itu bukan panti asuhan melainkan rumah megah di mana pemiliknya sudah meninggal. Semasa hidupnya sepasang suami istri tak punya anak dan mereka mengasuh anak-anak jalanan dan menganggap mereka anak hingga rumah itu di namakan rumah Adam Hawa di mana sepasang suami istri itu kebetulan namanya pak Adam dan Bunda Hawa.
Malik tinggal di sana ketika hidupnya di selamatkan oleh pak Adam dan tinggal di sana hingga sampai saat ini Malik lah yang bertanggung jawab atas anak-anak yang dulu di rawat pak Adam dan bunda Hawa.
Sinta anak pertama yang pak Adam dan bunda Hawa rawat sebelum anak-anak lain.
Sudah mandi dan berganti pakaian Malik sudah siap kembali ke rumah sakit karena takut Aurel melakukan hal bodoh lagi.
"Kakak sudah mau berangkat?"
Tanya Sinta tiba-tiba membuat Malik menghentikan langkahnya.
"Iya Sinta. Tolong jaga anak-anak ya jika ada apa-apa telepon kakak atau kak Raja ya?"
"Baik kak, jangan khawatir!"
"Ya sudah, kakak pergi dulu."
"Hati-hati kak?"
"Siap!"
Malik langsung pergi kerumah sakit dengan perasaan tak menentu.
Padahal Aurel hanya orang asing yang tak tahu asal usulnya tapi kenapa Malik sangat mengkhawatirkan.
Bukan khawatir melainkan Malik tak ingin ada orang yang melakukan hal bodoh lagi seperti yang ia lakukan dulu.
Itulah Malik capek-capek harus merawat Aurel walau Aurel tak menginginkannya. Bahkan Aurel hanya ingin mati tapi seperti nya nyawanya masih banyak.
Bahkan Aurel masa bodo dengan hidupnya toh tak ada yang peduli padanya.
Ayah, mama semuanya hanya sibuk mengurusi urusannya masing-masing tanpa peduli dirinya sendari dulu.
Punya kedua orang tua namun Aurel merasa tak punya. Itulah kenapa Aurel menjawab tidak ketika Malik bertanya tentang kedua orang tuanya.
Bagi Aurel mereka sudah mati, mengingat semua itu membuat Aurel mengepalkan kedua tangannya kuat.
Aurel membenci semuanya sungguh dada Aurel sangat sakit.
Bayang-bayang sang ayah merangkul mesra seorang gadis seusianya atau mungkin lebih dan memperlakukannya dengan manja.
"Kenapa Ayah lakukan ini yah. Bukankah aku juga anak ayah."
Gumam Aurel sakit sungguh sangat sakit ketika tak di akui. Bertahun-tahun menginginkan pengakuan sang ayah namun yang ia terima hanya kesakitan.
"Kenapa ayah memilih wanita itu, apa aku benar-benar bukan anak ayah seperti yang ayah katakan!"
"Kalian jahat, semuanya jahat tak ada yang sayang padaku. Aku benci kalian aku benci hiks ..."
Aurel meringkuk memeluk tubuhnya erat tak peduli kakinya yang sakit.
Tak ada yang bisa menggambarkan sakitnya tak di akui.
Malik menghentikan penggerakan ya mendengar Aurel menangis. Bahkan bisa Malik lihat punggung Aurel terguncang.
Sungguh Malik sangat penasaran apa yang membuat Aurel seperti itu.
Malik menutup kembali pintu dengan hati-hati takut Aurel menyadarinya.
Malik memilih menunggu di luar saja sampai Aurel puas meluapkan kesesakannya.
Semoga saja ponsel Aurel bisa hidup kembali dan Malik ingin melihat siapa yang akan di hubungi Aurel.
Setidaknya Malik akan tahu di mana panti asuhan tempat tinggal Aurel.
Bersambung ...
Jangan lupa Like, Hadiah, komen, dan Vote Terimakasih ...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 171 Episodes
Comments
Rayyan 98
heh, benar2😅
2024-06-01
1
Dwi Sulistyaningsih
Lah, bener juga sih🤭.
2024-01-24
2