Setelah Jena puas dengan keingintahuan nya terhadap ibu kandungnya, ia pun memutuskan untuk pulang ke rumah karena hari mulai gelap. Tak lupa ia membawa buku dan sepucuk surat dari mama nya serta beberapa foto almarhum Mila yang tergantung di rangkaian foto dinding kamarnya.
“Mbak Hanum terimakasih telah membawa Jena ke rumah mama, sekarang Jena senang sekali bisa tahu wajah mama dan tahu surat yang mama kasih untuk Jena” Ia memeluk Mbak Hanum dan mengucapkan selamat tinggal kepadanya. Setelah berpamitan, mereka menaiki mobil dan segera pulang.
“Oh iya..., temanmu ini rumahnya dimana? Dia sudah izin ke orang tuanya kalau akan pergi denganmu?” Tanya Pak Sapri kepada Jena.
“Eh iya! Risa kamu gak apa-apa pulang agak malam?”
“Emm… Sepertinya tidak apa-apa. Eh, tapi kan aku belum izin sama ibu. Tapi sebentar lagi juga kan kita pulang, gak papa lah…” Ucapnya dengan santai.
Perjalanan sejauh 3,5 kilometer ditempuh mereka dalam waktu dua puluh menit dari rumah mbak Hanum sampai depan TK tempat mereka belajar. Dari kejauhan, didepan TK itu ada beberapa orang sedang berkumpul, terlihat seorang ibu sedang menangis dan ada seseorang yang sedang menenangkannya.
“Ibu!” Risa berdiri dari kursi mobil yang diduduki nya. Ia melihat seorang ibu yang sedang menangis di seberang jalan itu adalah ibunya. Maka pak Sapri segera memarkirkan mobilnya dekat gerbang komplek dan segera menyeberangkan Risa, tak lupa Jena pun ikut menemani temannya itu.
“Ibu kenapa menangis?” Risa berlari ke arahnya lalu memeluknya.
“Risa anakku…Kamu kemana saja? Ibu mencarimu dari tadi!” Ibu Risa mengusap air matanya dan balik memeluk anaknya.
“Maaf bu, Risa gak izin dulu kalau Risa hari ini menemani Jena mencari ibunya…”
“Untuk apa kamu mencari ibu anak itu, ibunya kan ada dirumah! Ada-ada saja kelakuan anak itu. Besok ibu gak mau kamu sebangku dengan Jena, dia ini membawa kamu dalam bahaya. Untung saja kamu tidak apa-apa!”
“Maaf bu, bukannya mau ikut campur tapi…” Belum saja Pak Sapri berbicara, ucapannya itu langsung saja dipotong oleh ibunya Risa yang sudah sangat emosi dari tadi.
“Halah sudahlah, kamu supir pribadi si Jena kan? Sudah saya tidak ingin mendengar alasan kalian. Yang pasti kalian salah telah membawa Risa tanpa memberitahu saya! Saya mondar-mandir mencari anak saya hampir setengah hari!”. Ia pun pergi dengan anaknya, dan kumpulan orang-orang disekitar pun seketika bubar.
“Jena, saya kira Risa sudah izin ke orang tuanya. Aduh semoga ini tidak menjadi masalah juga ketika kita sudah dirumah. Kamu sudah meminta izin ke ayah ibumu kan kalau mau mencari ibu kandungmu yang asli?” Tanya Pak Sapri.
“Hehe…belum” Jena menggaruk garuk kepalanya. Sementara Pak Sapri hanya tepuk jidat, takutnya ia dimarahi oleh keluarga Pak Julio saat pulang.
Mereka akhirnya sampai ke rumah tepat di waktu magrib. Pak Sapri segera memarkirkan mobilnya ke garasi dan menyuruh Jena agar segera turun dan masuk ke rumah lewat pintu belakang. Ia juga menyuruhnya agar langsung saja masuk ke kamarnya dan mengganti pakaiannya.
Jena berlari masuk ke rumah lewat pintu belakang, berharap tak ada yang melihat dan memarahinya. Saat Jena hendak membuka pintu tiba-tiba…
“Aduh… Sakit lepasin…!” Jena berteriak kesakitan.
Ternyata itu Andina yang telah mengetahui kehadiran Jena dari CCTV. Ia langsung saja menjewer telinga putri angkatnya itu tanpa rasa kasihan sampai salah satu telinganya terlihat merah matang.
“Kamu dari mana saja jam segini baru pulang! Kamu tadi bawa si Risa juga ya? Ibunya tadi telepon dan marah-marah. Kamu ini bawa tidak benar temanmu saja! Kalau bandel itu jangan ajak-ajak teman. Kamu buat saya emosi saja tiap hari, dasar anak nakal!
Nadanya sangat tinggi membuat orang yang tak jauh darinya seperti Bu Mayang dan Pak Sapri datang menghampiri mereka.
“Ada apa ini Andin? Kamu jangan marah-marah nanti tenagamu habis, ingat kalau kamu lagi hamil Din…” Bu mayang menangkannya.
“Ini anak kesayangan mas Arhan buat masalah lagi! Tadi Andina sudah dimarahi oleh orang tua siswa via telepon, katanya si Jena ini membawa anaknya ke suatu tempat sampai tak tahu waktu.” Gerutu Andina.
“Apa? Memang anak ini kurang ajar! Ayo kamu masuk, kamu harus dihukum!” Bu Mayang menyeret Jena masuk ke dalam rumah, entah apa yang akan dilakukannya kali ini terhadap Jena.
“Tunggu bu… Sebenarnya tadi Jena ingin mencari ibu kandungnya, saya yang antar dia. Saya yang salah bu, karena tidak memberitahu ibu dan nona Andina kalau Jena pergi bersama saya. Tolong jangan hukum dia bu, dia tidak bersalah…” Pak Sapri menjelaskan semuanya tapi tetap saja, perkataanya itu tidak dihiraukan oleh Bu Mayang dan Andina.
“Tidak bersalah!? Jelas-jelas dia bersalah. Kalau mau mencari ibu kandung itu udah suruh sendiri aja dia pergi, gausah bawa bawa temen. Kan jadi kita juga yang kena marah, lagian saya ibu angkatnya, buat apa dia cari ibu kandungnya itu yang udah mati!” Andina berkata tanpa menjaga lisannya. Hal itu membuat Jena yang mendengarnya memberontak.
“Kalau mama tahu, mama asli jena udah meninggal. Kenapa mama gak kasih tau Jena?!”
“Heh…Berani-beraninya kamu membentak ibumu! Kamu memang harus diberi pelajaran!” Bu Mayang langsung saja menyeret Jena tanpa rasa kasihan. Ia menguncinya dikamar tak peduli ia makan atau tidak malam ini.
“Jangan keluar kamu sampai besok!” Bentak bu Mayang.
Jena menangis akibat perlakuan nenek dan ibunya itu. Baru saja ia bahagia hari ini karena telah mengetahui ibu aslinya, tetapi kebahagiaan itu tak berlangsung lama. Kali ini, ia bagaikan terkurung dalam penjara di lingkungan keluarganya sendiri.
Hari semakin malam, ia merasakan perutnya semakin lapar. Tak ada makanan maupun cemilan yang tersedia di kamarnya. Dan tiba-tiba saja ia ingat bahwa ia menyimpan roti lapis yang ia buat pagi tadi untuk bekal sekolahnya.
Roti tersebut masih utuh dalam kotak makan miliknya, hanya saja sudah agak bau karena wadahnya lembab ditambah lagi terdapat telur dan saus mayonaise dalam roti lapisnya itu. Walaupun begitu, rasanya masih sama dan Jena pun memakannya dengan lahap.
...****************...
Arhan baru saja pulang dari kantornya, bersamaan dengan Pak Julio dan Antonio. Karena hari ini ada meeting untuk membicarakan kebijakan perusahaan kedepannya. Sepertinya, Julio sudah lepas dari hukuman ayahnya itu dan akan diberikan wewenang untuk mengurus perusahaan baru miliknya.
Berhubung Antonio juga akan menikah, tentu saja ia membutuhkan uang untuk menghidupi istri dan anaknya kelak. Padahal sebenarnya Julio juga telah memiliki perusahaan di Bali.
Tok…Tok..
“Jena, kamu sudah tidur?” tanya Arhan sambil mengetuk pintu kamarnya. Tak ada jawaban dari dalam dan ia pun hendak membuka pintunya.
“Eh..eh..Sayang, Jena sudah tidur jangan diganggu. Lebih baik kamu istirahat saja…” Andina menghentikan suaminya.
“Oh sudah tidur…Baiklah” Arhan pun pergi, dia tidak mengetahui kalau Jena sedang dihukum dan dikunci dikamarnya. Ia tak bisa keluar sampai besok pagi ia berangkat ke sekolah.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 92 Episodes
Comments
marrydiana
mampir thor, mampor juga di karya alu (Suamiku Preman)😆
2024-02-03
1