“Huft, anak ini menjengkelkan saja! Tahu begitu tak akan ku angkat menjadi putriku. Sudah anak h*ram ada kelainan pula” Gerutu Andina sambil menghampiri Ibu nya yang sedang masak di dapur.
“Kenapa sayang? Gimana hasil pemeriksaan Jena ke bidan, ada masalah ya?” Tanya ibu sambil menenangkan putrinya yang cemberut itu.
“Iya bu, masa putri angkat ku itu ternyata mengalami gangguan karena ibu kandungnya pernah mengonsumsi alkohol. Makanya perkembangannya agak lambat dari bayi-bayi pada umumnya. Kata bu bidan, Andin harus merawat dan mengawasi perkembangan Jena secara berkala. Aduh pusing!”
“Benarkah? Pantas saja dia agak lamban. Ya sudah, kamu rawat dia sebisa kamu saja. Toh bukan anak kandung kamu juga, Itu semua salah ibunya. Gara-gara ibunya dia menjadi anak yang lamban, ya mungkin pengaruh alkohol kan? Sudah, jangan terlalu dipikirkan!”
...****************...
5 tahun berlalu, Jena tumbuh menjadi seorang gadis kecil yang cantik. Rambutnya pirang dan lensa matanya berwarna hazel, mirip seperti ayahnya. Ia juga memiliki bentuk mata yang bulat dan kulit berwarna kuning langsat, mirip seperti almarhum ibunya.
Jena telah di cap sebagai Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) oleh bidan yang menanganinya. Ia lambat dalam menangkap suatu materi atau pertanyaan dari orang lain dan saat ia juga membutuhkan tongkat untuk berjalan, karena salah satu kakinya lumpuh. Selebihnya ia adalah puteri kecil yang sempurna, ia cantik dan baik. Hatinya tulus kepada siapapun, tiada dendam maupun amarah yang terbesit dalam hatinya.
Ini waktu nya Jena masuk TK. Andina mendaftarkan putri angkatnya itu ke sebuah TK yang tak jauh dari kompleknya. Ia dimasukkan ke Taman kanak-kanak yang biasa-biasa saja, tak terfikirkan olehnya untuk memasukkan Jena ke sebuah TK untuk anak yang berkebutuhan khusus seperti Jena ataupun taman kanak-kanak yang mewah dengan fasilitas wah, karena Andina kaya raya.
“Andin, tahun sekarang Jena seharusnya sudah didaftarkan sekolah ya? Sudah kamu daftarkan belum?” Tanya Arhan
“Sudah, mas tenang aja…Udah aku daftarkan ke TK Ceria di seberang komplek kita.”
“Hah? Yang benar kamu Andina?"
“Iya benar, memang kenapa?”
“Bukan apa-apa, ya gak jadi masalah juga sih kalau Jena masuk ke TK itu. Tapi kalo Mas, sebagai orang tua ingin memberikan pendidikan yang terbaik untuk Jena. Apalagi Jena merupakan anak berkebutuhan khusus…”
Arhan menjelaskan hal itu kepada Andina, tetapi dilihatnya, istrinya itu malah acuh tak acuh saat ia berbicara dan tetap scroll aplikasi sosial di handphone-nya. Arhan hanya pasrah dengan kelakuan istrinya itu, ia tetap menyayangi Jena seperti anak kandungnya sendiri.
...****************...
Pagi pun tiba.
Jena sangat semangat dan tak sabar untuk bersekolah. Pagi-pagi sekali ia mandi dan sarapan. Ia dibantu memakai pakaian barunya oleh ayahnya.
“Gimana? Jena suka?” Tanya Arhan.
Jena hanya tersenyum dan mengangguk. Hari ini merupakan hari pertama Jena masuk sekolah, dan ia diantar oleh kedua orantuanya. Pada awalnya, Andina melarang untuk mengantar Jena dengan alasan nanti ia terlambat masuk kerja. Tetapi Arhan tetap memaksa untuk mengantar putri kecilnya.
Bagi Arhan, walaupun Jena terlahir dari hubungan yang terlarang, ia merupakan suatu anugerah yang diberikan tuhan untuk keluarga kecilnya. Walaupun Jena merupakan anak berkebutuhan khusus, ia sangat senang bisa diberikan kesempatan oleh tuhan untuk menjaga seorang malaikat kecil yang sangat spesial baginya.
Sebuah TK yang kecil dan sempit, halamannya hanya cukup untuk memarkirkan dua mobil saja. Arhan melirik ke arah istrinya yang masih sibuk memainkan handphone-nya, sementara Jena dibiarkan berjalan sendiri tanpa dipegangi tangannya.
“Ayah berangkat kerja dulu ya, kamu nanti ditungguin sama mama diluar. Belajar yang rajin ya puteri kecil ayah yang manis…” Arhan tersenyum sambil mengelus-elus kepala Jena.
“Iya ayah..!” Jena berjalan agak cepat dibantu tongkatnya menuju kelasnya dan mencari sebuah bangku yang belum ditempati dikelas.
“Kamu jaga Jena dengan baik ya… Jangan sibuk main HP terus! Jena perlu diawasi, nanti kamu temani dia sampai pulang. Karena ini kali pertama Jena kesini, nanti ia tersesat kalau pulang ke rumah sendirian. Harus nyeberang jalan pula, ya pokonya kamu jaga saja ia dengan baik!” perintah Arhan.
Andina menghembuskan nafas dan mengangguk, lalu ia salam berpamitan pada suaminya yang akan pergi bekerja.
“Males banget aku nunggu sampai dia pulang, mending aku dirumah sambil pedicure manicure…” Ucap Andina dalam hati.
Setelah ia menunggu sampai Jena masuk kelas, dan mobil suaminya juga sudah keluar dari kompleknya baru ia pun pulang ke rumah.
...****************...
Setelah selesai baris berbaris didepan kelas, anak-anak muridnya dipersilahkan masuk ke dalam kelas untuk memperkenalkan dirinya masing-masing. Kini giliran Jena memperkenalkan dirinya.
“Ayo Jena, coba perkenalkan namamu dan berapa usiamu kepada teman-teman” titah guru yang baru ia kenal itu.
“Emm… Namaku Jena, umurku…” Jena terdiam kebingungan karena ia tak tahu berapa uisianya sekarang.
“Em..tiga, eh…tujuh..puluh…?”
Jawaban Jena membuat semua temannya tertawa, begitu pula orang tua dari teman-temannya ikut tertawa dan membicarakannya.
“Haha… Masa tujuh puluh, sudah nenek-nenek dong…Hahaha…” Ejek seorang anak.
“Anak orang kaya kok gak ngajarin anaknya perkenalan dengan benar. Padahal kalo kaya pasti di les-in, dimasukin sekolah favorit. Jangan-jangan ini anaknya gak terlalu diinginkan orang tuanya deh, toh ibunya juga gak ada, malah ngebiarin dia sekolah sendiri padahal ini hari pertama dia sekolah.” Kata-kata julid mulai keluar dari salah satu orangtua murid.
“Sudah..sudah.. Jangan menertawakan teman yang tidak tahu ya. Jena, nanti jam pulang sekolah tunggu ibu dikelas ya, ibu mau bicara sama Jena…”
Jena hanya mengangguk dan tertunduk sedih karena masih ada beberapa teman yang masih menertawakannya. Ia pun duduk kembali ke bangkunya.
Hari pertama Jena bersekolah pun telah usai. Tetapi ia tidak boleh langsung pulang karena menunggu ibu guru yang ingin berbicara kepadanya.
Guru tersebut menghampiri meja Jena, ia lalu bertanya apakah Jena bisa sudah mengenal huruf dan angka atau ia sudah bisa membaca dan mnulis atau belum. Dan dari semua pertanyaan yang ibu guru tanyakan itu Jena hanya menggelengkan kepalanya. Jena tak tahu semuanya. Ia tak pernah belajar dengan mama-nya, karena Andina sibuk dengan ponsel dan postingan di platform sosialnya.
Setelah guru itu selesai mewawancarai anak muridnya yang perlu bimbingan. Lalu ia pun mempersilahkan nya pulang. “Kamu pulang dijemput kan, Jena?”.Jena hanya mengangguk, ia tak tahu kalau Andina tak akan datang untuk menjemputnya.
Jena menunggunya didepan kelas sudah hampir setengah jam. Ia hanya sendiri disana sementara teman-teman yang lain sudah pulang, dan guru yang barusan mengajar kelasnya juga sudah pulang untuk mengajar les tambahan muridnya dirumahnya.
“Mama mana ya? Kok lama sekali…”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 92 Episodes
Comments