Tak seperti biasanya, hari ini Arhan berangkat lebih awal ke kantor yang telah diamanahkan oleh ayah mertua kepadanya.
“Jena…nanti diantar sama mama ya…!” Arhan tidak bisa mengantar Jena untuk hari keduanya ia bersekolah.
Arhan juga berbicara kepada istrinya untuk mengantarnya dan menunggunya sampai waktu pulang, karena Jena benar-benar butuh dampingan dari orang tuanya. Dan seperti biasa, Andina akan menunggu putri angkatnya itu. Ia hanya berlagak seperti akan menjaga Jena dengan baik, walaupun sebenarnya ia acuh tak acuh terhadap Jena.
“Tak bisakah kau bersiap lebih cepat!? Lihat ini sudah jam berapa?” Andina meneriaki Jena dari luar kamarnya.
Jena sebenarnya sudah siap dari tadi, ia kebingungan harus memakai baju apa karena rok yang ia pakai kemarin sudah sobek. Ia akhirnya menjahit rok tersebut sebisanya. Jena akhirnya keluar dari kamar dengan memakai seragam nya yang kemarin, dan bersiap untuk berangkat.
Andina yang melihat putri angkatnya itu memakai rok compang camping lanjut memarahinya. “Kamu ini tidak tahu malu! Kamu gak malu apa nanti dilihat orang pake rok seperti ini, itu mencoreng nama baik keluarga kita! Masa anak orang kaya pake baju kayak gini…Ganti gak!”
“Ganti pakai baju yang mana ma?”
“Terserah pokonya ganti! Mama gak mau nganter anak yang pake pakaian compang-camping kayak tadi!”
Jena akhirnya kembali masuk ke kamarnya dan memilih dengan cepat baju yang hendak ia pakai, lalu ia segera menghampiri ibunya yang telah menunggu di depan gerbang.
“Ayo cepat! Sudah jam berapa ini?” Andina segera berjalan meninggalkan putrinya yang tergesa-gesa menyusul langkah kakinya. Setelah menyeberang, Andina lalu meninggalkanyya. Ia tidak mengantar Jena tepat disekolahnya, melainkan hanya dipinggir jalan.
“Jena, ayo masuk! Baris-berbarisnya sudah selesai…” Panggil ibu guru.
“Jena, kamu ngelindur ya… Sekarang kan masih pakai baju yang sama seperti kemarin, besok baru ganti” Ucap teman sebangku Jena.
“Haha…Jena kamu mau main apa belajar? Ke sekolah kok pakai baju main” Celetuk teman lelaki yang duduk dibelakangnya. Semua teman-teman sekelasnya mulai menertawakan Jena.
“Sudah…sudah! Tidak baik menertawakan teman. Mungkin Jena lupa ya kan Jen…?” Ibu guru menyudahi pembulian verbal yang dilakukan anak muridnya.
“Lihat, ini hari keduanya ia bersekolah. Ibunya sudah tidak mengantarnya saja, kasihan sekali anak itu!” ucap salah satu orang tua murid yang melihatnya dari luar.
Hari kedua ia bersekolah telah usai. Seperti biasa ia pulang sendirian, ia menunggu seseorang yang hendak menyeberang jalan lalu ia akan mengikutinya. Kali ini ia ingat jalan pulang ke rumahnya, jadi ia bisa pulang tepat waktu.
Baru saja ia pulang dari sekolah dan merasa sangat lapar dan capek, ia sudah dipelototi saja oleh ibunya didalam rumah.
“Ada apa ma? Jena buat salah lagi?” Tanya Jena lembut kepada mama-nya.
“Pake nanya! Kamu tahu gak, karena kamu salah baju hari ini, jadinya mama dinasehati gurumu tadi. Kamu tidak bisa memilih baju dengan benar? Baju yang kamu pakai itu untuk main! Pakai baju batik atau baju seragam yang besok dipakai, itu saja tidak becus!” Bentak Andina kepada Jena. Jena hanya menunduk dan meminta maaf kepada ibunya.
“Ada apa ini? Siang yang panas gini malah ribut! Tambah panas ini suasana rumah” Bu Mayang tiba-tiba saja datang dari luar rumah dan menghampiri mereka. Lalu Andina pun menceritakan semua dengan melebih-lebihkan ucapannya.
“Enggak kok nek…Jena enggak…”
“Sudah kamu, jangan mengelak lagi. Sini! Kamu harus diberi pelajaran!” Belum saja Jena membela dirinya, ia langsung diseret oleh neneknya ke kamar. Dan mengunci Jena disana, sedangkan ia belum makan siang. Ya, ini merupakan kedua kalinya Jena telat makan siang. Ia harus rela menahan lapar sampai ayahnya pulang.
“Biar dia tidak usah keluar dari kamarnya. Dia harus diberi pelajaran karena telah mempermalukan keluarga kita!” Ucap Bu Mayang terhadap Andina. Dia hanya mengangguk sambil tersenyum puas.
Waktu menunjukkan pukul empat sore, artinya suaminya sebentar lagi akan pulang. Andina segera membuka kunci pintu kamar Jena, dan memberinya sepring nasi dengan telur. “Cepat habiskan sebelum ayahmu pulang!”. Jena yang kelaparan langsung melahapnya dengan cepat, dan setelah selesai ia pun menyimpan piringnya ke dapur dan mencucinya.
Tangan Jena yang licin oleh sabun membuatnya tak sengaja melepaskan piring yang ia pegang.
Prangg….!
Piring yang ber-ukirkan emas itupun pecah. Sontak saja membuat mama dan neneknya marah.
“Ini piring mahal! Harga satunya pun seharga dengan uang jajanmu satu bulan. Kenapa kau ceroboh sekali!? Mulai sekarang, uang jajanmu dari ayah, akan mama potong!”
“Maaf Mah..Nek..Jena tidak sengaja. Piringnya licin, jadi Jena tidak sengaja menjatuhkannya” Ucap Jena dengan jujur. Tetapi, Andina dan neneknya tidak menghiraukannya, ia malah menyuruh Jena membersihkan pecahan piringnya.
Tak lama, Arhan beserta Pak Julio pun pulang dan menghampiri mereka yang sedang ribut di dapur. Arhan yang melihat Jena sedang membersihkan pecahan piring segera menghentikannya dan memindahkan nya ke tempat yang lebih aman. Sementara pak Julio menyuruh ART-nya untuk mengganti Jena membersihkan pecahan piring yang cukup tajam dan berbahaya untuk Jena.
“Apa ini? Kenapa menyuruh Jena melakukan ini, padahal sangat berbahaya baginya. Ia bisa saja terluka oleh pecahan piring yang cukup tajam.” Arhan bertanya kepada Andina dan ibu mertuanya.
“Ini sebagai hukuman baginya! Dia telah memecahkan piring yang harganya cukup mahal. Aku tahu ayah membelinya dengan harga jutaan per piring. Dia harus bertanggung jawab, jika tidak bisa menggantinya, dia harus membereskannya sendiri” Jelas Andina.
“Ayah sama sekali tidak mempermasalahkan harga dari piring ini, tetapi keselamatan Jena lebih penting. Nanti lagi, jika Jena memecahkan piring. Jangan suruh ia membersihkannya, ia masih kecil dan berbahaya baginya. Berikan Jena piring dari melanin atau plastik agar tidak pecah jika terjatuh” kata pak Julio.
Arhan dan Pak Julio malah membela Jena. Hal itu membuat Andina dan Bu Mayang menjadi gusar dan tambah sebal terhadap Jena. Mereka ingin anak ini segera dewasa dan meninggalkan rumah ini secepatnya.
“Mengapa putri kandung Antonio ini sangat menyebalkan. Ia telah mempermalukan ku ibu… Aku tak tahan jika harus terus mengurus anak ini. Kata gurunya, ia sering ditertawakan disekolah, itu membuatku malu dengan orangtua murid yang lainnya. Untung saja aku tidak menyekolahkannya ke sekolah internasional yang merupakan tempat putra teman-temanku sekolah. Nanti tambah malu aku sama teman-teman yang anaknya pintar pintar!” Adu Andina pada ibunya.
“Yang sabar ya sayang… Anggap saja si Jena anak sewaan supaya kamu tidak terlalu malu jika bertemu temanmu yang sudah mempunyai anak. Kamu takut dibilang mandul kan kalau masih belum punya anak?” Bu mayang menenangkan Andina dan dia hanya mengangguk meng-iyakan perkataan ibunya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 92 Episodes
Comments