Karena terlalu lama, Jena akhirnya pulang sendiri. Ia dibantu menyeberang jalan oleh seorang bapak-bapak yang akan menyeberang juga. Ia segera berjalan cepat sekuat tenaga lalu masuk ke komplek rumahnya.
Ia terus berjalan lurus hingga terlihat ada pertigaan jalan di depannya. Ia tak tahu arah ke rumahnya belok ke mana, karena ini baru pertama kalinya ia keluar rumah dan saat ia berangkat sekolah, ia tidak mengingat-ingat jalannya.
“Aduh… Rumah mamah belok kemana ya? Coba lurus terus aja deh…” Jena hanya mengikuti kata hatinya untuk terus berjalan lurus, sembari melihat-lihat rumah yang ia lewati, apakah ada rumah mama-nya yang terlihat.
Setelah setengah jam berjalan, ia berhenti karena jalannya buntu. Karena kecapean setelah berjalan jauh, Jena menepi disebuah tanah lapang yang mungkin akan dibangun untuk membuat rumah baru. Sudah terlihat ada beberapa fondasi dan bahan baku pembuatan bangunan.
Jena duduk di fondasi tersebut dan meminum air putih yang ia bekal untuk di sekolah. Setelah ia beristirahat untuk menghilangkan rasa penat nya, ia melanjutkan perjalanan untuk mencari rumahnya. Tetapi saat ia meloncat turun dari fondasi yang cukup tinggi baginya, rok nya sobek karena tersangkut di besi fondasi dan Jena terjatuh.
Ia menahan tangis dan mencoba untuk berdiri. Dilihatnya, lutut kecilnya itu berdarah. Jena mengeluarkan buku dan menyobek selembar kertas, lalu ia pun menyeka lukanya dengan menggunakan kertas dan membungkus lukanya dengan dasi yang ia pakai.
Setelah selesai membungkus lukanya, ia melanjutkan perjalanannya untuk mencari rumahnya. Satu persatu ia lihat, tak ada rumah yang ia lihat seperti rumah mama-nya. Waktu menunjukkan pukul 12.15, seharusnya Jena sudah berada di rumah dua jam yang lalu.
Ia terus berjalan lurus ke arah nya datang. Ia berinisiatif untuk menunggu saja ayahnya pulang di gerbang komplek. Setelah sampai dan menunggu ayahnya digerbang, ia dihampiri oleh seorang satpam.
“Adek lagi nunggu siapa?” Tanya satpam itu.
“Aku lagi nunggu ayah pulang, aku lupa rumah ayah yang mana…” Jawab Jena dengan polosnya.
“Oh gitu… Adek namanya siapa? Memangnya ayah pulang jam berapa?”
“Namaku Jena, dan aku tidak tahu kapan ayah pulang”
Satpam itu kasihan melihat Jena dan berinisiatif untuk mengantarnya pulang setelah Jena memberi tahu nama ayahnya. Arhan cukup terkenal di komplek karena keramahan nya, termasuk satpam satu ini, ia langsung saja mengantarkan Jena kepada Arhan. Setelah berjalan untuk beberapa saat, mereka akhirnya menemukan rumah Jena.
“Rumah ayahmu yang ini kan” Tanya pak satpam.
Jena mengangguk dan berterimakasih kepada pak satpam. Ia pun segera masuk ke rumahnya. Saat ia membuka pintu, terlihat mama nya sudah berdiri dibalik pintu sambil melipat tangannya dengan ekspresi yang sangat kesal.
“Sudah jam berapa ini! Kenapa baru pulang? Main dulu ya kamu…Dasar bandel! Baru aja hari pertama udah bikin khawatir aja!” Bentak Andina.
“Maaf ma… Tadi Jena nyasar, Jena lupa jalan Mah..Maaf ya…” Jena meminta maaf dan segera mengganti pakaiannya. Saat Jena hendak menuju ke kamarnya…
“Ehh…Bentar, itu kenapa roknya kok sobek? Itu lutut kamu juga kenapa dililit sama dasi?” Tanya Andin sambil membuka lilitan dasi yang ada di lututnya. Ia melihat lutut puterinya luka dan terlihat ada bercak darah di dasi sekolahnya.
“M..Maaf ma..Tadi Jena jatuh, terus Jena gak punya plester jadi pakai dasi” Jelas Jena.
“Aduh… Anak ini, emang bikin pusing aja. Dihari pertama udah harus beli rok sama dasi aja, padahal itu masih baru! Aku harus aduin sama ayahmu karena kamu bandel. Pasti kamu jatuh gara-gara main berlebihan sama temenmu dikelas kan?”
“E..Enggak kok mah, tadi aku jatoh soalnya…”
“Alah… Alesan!” belum saja Jena menjelaskan alasannya, ia memotong pembicaraanya dan langsung menelpon suaminya. Ia mengadukan semua yang terjadi hari ini dan berharap suaminya itu marah dan memberikan Jena pelajaran. Tak lupa ia juga mengadu-kan hal itu kepada ibu nya. Tentu saja Bu Mayang yang merupakan nenek dari Jena ikut memarahi nya.
Jena hanya pasrah dan masuk ke kamarnya. Ia mengganti baju dan rok-nya yang sudah sobek. Kini ia membalut lukanya dengan plester sambil menangis. “Mengapa mama jahat sekali sama Jena?” Tanya Jena dalam hati, tak lama ia pun tertidur dan melupakan makan siangnya.
Waktu menunjukkan pukul lima sore, ini waktunya Arhan pulang dari kantornya. Dan benar saja, tak lama kemudian Arhan pulang dan segera masuk ke rumahnya. Di ruang keluarga terlihat istrinya dan ibu mertuanya sedang berbincang-bincang dan memakan hidangan yang lezat tanpa menghiraukan Jena yang saat ini kelaparan di kamarnya.
“Mana anak kita?” Tanya Arhan.
“Jena? Tuh dikamarnya, tidur dari tadi abis pulang sekolah” Ucap Andina sambil melanjutkan memakan makannannya. Dalam hatinya, ia berfikir kalau Arhan akan memarahi anak angkatnya itu.
Arhan segera berlari menuju kamar Jena dan benar saja, Jena sedang tertidur pulas di kamarnya. Ia melihat rok yang sobek dan lutut anaknya luka seperti yang telah di bicarakan istrinya di telepon.
“Jen..Jena..Bangun dulu yuk, Jena sudah makan belum?”
Jena bangun dan hanya menggelengkan kepalanya sebagai jawaban kalau ia belum makan. Arhan mengganti plester yang asal-asalan membalut lukanya, dia meneteskan obat merah dan menempelkan luka nya dengan plester yang baru dengan rapi. Ia menggendong Jena ke dapur untuk membuatkannya makan siang.
“Kok kamu bisa jatuh Jena? Kamu main apa sebenarnya sama teman-temanmu?” Tanya Arhan sambari membuat lauk untuk makan siang putrinya.
“Aku jatuh bukan karena main sama temanku yah… Aku jatuh saat hendak pulang ke rumah. Maafkan aku ayah, aku tidak hati-hati…” Jawab Jena, ia tidak begitu detail menjelaskan kejadian sebenarnya.
Sementara Jena makan, Arhan membawa istrinya itu ke kamar mereka. Arhan sepertinya ingin mengatakan suatu hal yang serius kepada istrinya.
“Ada apa si mas?” Tanya Andin.
“Pura-pura gak tahu kamu ya… Jena terjatuh saat jalan pulang, bukan saat ia bermain bersama teman-temannya, apakah kamu tidak mengawasinya? Ia juga tadi kelaparan, kenapa kamu tidak membawakannya makan siang sedangkan kamu asyik-asyik nyemil dengan ibu berdua tanpa memikirkan anakmu yang kelaparan!” Arhan tetap berusaha mengontrol emosinya yang menggejolak.
“Saat jalan pulang?, bukannya ia terluka karena…” Dia menghentikan pembicaraannya, ia baru menyadari saat Jena pulang ia tak ada bersamanya.
“Emm… ya tetap saja Jena yang salah, suruh siapa dia jalan tidak hati-hati..” Bela Andina
“Ya wajar dia masih anak kecil! Intinya kamu yang salah!” Bentak Arhan, ia pun kembali menghampiri dan menemani Jena yang sedang makan sendiri di dapur.
“Huft..Anak ini benar-benar membuatku naik darah! Kamu mengadu apa pada suamiku!? Kamu membuat rumah tangga ku yang awalnya harmonis jadi penuh dengan bentakan dan suamiku juga semenjak ada kamu sering memarahiku! Lihat saja nanti Jena”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 92 Episodes
Comments