Ini adalah hari pertama menjadi ketua OSIS setelah terpilih. Kakak Philips sempat memintaku untuk mundur karena dia takut ini akan membuatku kesulitan. Namun ini adalah keputusanku untuk menjadi ketua OSIS.
"Hazel, ada beberapa hal yang harus kau atur." salah satu anggota OSIS bagian keorganisasian berlari dengan kertas ditangannya.
"Kau harus mengatur anggota yang baru dimana mereka harus diletakkan."
Dia menjelaskan lagi sambil menyodorkan kertasnya. Aku menatapnya lalu menatap kertas itu.
"Baiklah ayo berkumpul diruang OSIS."
Beberapa menit berlalu ketika aku menjelaskan dengan panjang lebar tentang apa yang harus pertama kali dilakukan. Aku mengatur beberapa anggota OSIS yang baru, sesuai dengan kemampuan mereka. Waktu dikelas tidak banyak, karena sebagian dihabiskan untuk mengurus sekolah.
"Wah sepertinya kau sibuk," Ucap Hana seolah menggodaku sambil menatapku dan menyeringai.
"Bagaimana lukamu?" Tanyaku mengalihkan topik sambil menatap Hana dengan khawatir.
"Aku baik-baik saja. Tapi aku masih dendam dengan Elena. Aku ingin membalasnya namun kita tidak bisa bertindak sembarangan," Hana mulai memikirkan sesuatu sebelum aku mengagetkannya.
"Sudahlah. Biar aku yang melakukannya." kataku sambil berjalan pergi ke dalam kelas dan mengurus beberapa urusan disana.
Aku kemudian masuk kedalam kelas dan menjumpai Elena disana dengan sekelompok temannya sedang di diskriminasi oleh murid lain didalam kelas.
“Kau wanita sombong, licik dan egois," Teriak salah satu siswi sambil menunjuk kearah Elena dengan kasar.
“Ya. Bisa-bisanya kau menggoda seorang guru.”
Berteriak lagi seorang murid yang kini mendorong Elena hingga terjatuh kelantai. Tentu saja dia dibantu oleh temannya. Namun itu tidak membantu. Murid lain mulai berkelahi dengan teman Elena. Temannya berusaha keras untuk melawan namun mereka kekurangan tenaga.
“Cukup. Hentikan.” Kataku dengan nada tegas sambil menghalangi perkelahian.
“Tapi Elena sudah merenggut kebahagiaanmu Hazel,” Teman yang lain membelaku, dia tidak ingin aku memisahkan mereka berkelahi.
Hana kemudian datang. “Ada apa?” Dia berkata sambil melihat Elena yang terkapar di lantai. Hana berpikir sejenak, lalu menatap murid dikelas. Sepertinya dia mengerti apa yang terjadi.
“Hentikan. Jangan dilanjutkan lagi.” Kini Hana juga menegur mereka.
Satu kelas terdiam lalu mereka berbalik dan duduk kembali dikursi mereka. Elena lalu berdiri, dia tampak kesal dan juga marah pada dirinya sendiri. Aku melihatnya mengepalkan tangannya sambil menunduk, rambutnya menutupi wajahnya.
“Kau sudah puas bajingan?” teman Elena tiba-tiba menarik kerah bajuku dan satu kelas berteriak. Hana mengangkat tangannya, meminta satu kelas agar diam.
“Tentu.” Kataku menjawab pertanyaan teman Elena dengan tenang sambil menyeringai. Aku mengambil tangannya dan menepisnya dengan kasar yang membuat dia terkejut.
“Ini belum berakhir. Aku takkan menyerah sampai disini.”
Elena bergumam pelan, meski begitu aku masih bisa mendengar suaranya. Suaranya yang serak dan dalam menambah kesan bahwa dia sangat membenciku.
"Ya aku akan menunggumu teman baikku." ucapku membalasnya dengan nada yang sarkastik sambil menyeringai lebar lalu berjalan melewatinya.
Beberapa hari berlalu dengan tenang. Elena sepertinya belum melakukan apapun. Namun aku tidak bisa gegabah dan bersantai karena harus mewaspadai rencana Elena.
'Kau akan dapat masalah.'
Gyuu muncul disampingku ketika Hana masih duduk di kursinya seolah keadaan sekarang begitu terdesak.
'Ketika kau pulang, coba tanyakan pada kakakmu bagaimana nasib perusahaan?' Gyuu menambahkan lalu kemudian menghilang.
Hana menyadari bahwa aku menatapnya dengan intens tanpa berkedip. Dia lalu menoleh dan menaikkan sebelah alisnya.
"Tidak. Tidak ada apa-apa." Kataku kemudian mulai melanjutkan urusanku mengurus struktur organisasi OSIS.
Bel pulang sekolah berbunyi dan semua siswa keluar berhamburan di lapangan. Aku masih memikirkan apa yang dikatakan Gyuu. Aku berjalan bersama Hana keluar pagar sekolah. Ketika kak Philip sampai, aku langsung masuk kedalam mobilnya. Tanpa sempat dia berbicara, aku sudah memotongnya lebih dulu.
"Apakah perusahaan mu baik-baik saja?" Ini pertama kalinya aku menanyakan pekerjaannya. Karena sebelumnya hubunganku dengannya tidak sebaik sekarang.
Daripada menjawab, kak Philip tampak terkejut dengan pertanyaan ku. Dia mengetuk setirnya beberapa kali dengan jari nya seolah sedang memutuskan apakah akan memberitahuku atau tidak. Dia tampak sangat berpikir keras sampai aku harus menyadarkannya.
"Hanya ada..." kak Philips memotong ucapannya, tampak ragu sekali lagi.
"Tidak ada. Hanya sedikit masalah. Kau tidak perlu khawatir."
Dia menyelesaikan kalimatnya dengan suara yang gelisah. Meski dia begitu tenang, namun aku tahu apa yang terjadi melalui nada bicaranya. Jelas dia berbohong. Itu mungkin masalah yang sangat besar namun bagaimana caranya agar dia mau mengatakan yang sebenarnya?
"Bagaimana? Kita ke tempat latihan sekarang?" dia bertanya ketika aku masih berpikir keras. Aku yang tak ingin dicurigai hanya mengangguk lalu menatap ke depan.
Beberapa menit kemudian aku tiba, kak Philips lalu pergi meninggalkan aku seperti biasa ditempat latihan. Ketika aku datang, semua perhatian tertuju padaku. Mereka sebenarnya sudah terbiasa melihatku namun tidak dengan para wanitanya.
'Itu dia gadis yang membuatku terkesan'
'Luar biasa, dia tampak masih muda'
Dan suara itu terus berlanjut ketika aku berjalan melewati sekumpulan wanita yang kemungkinan usianya lebih tua dariku. Isinya hanya berupa pujian karena melihatku yang lebih muda dan sudah melakukan latihan bela diri.
Aku hanya mengabaikan mereka dan berlalu melewati mereka. Aku kemudian melanjutkan latihanku seperti biasa.
Beberapa menit berlalu dan aku sudah selesai melakukan latihanku. Kak Philips datang lebih awal untuk menjemput ku. Aku kemudian masuk ke dalam mobilnya.
"Apakah kau tidak berencana membelikan ku sepeda?" kataku sambil meletakkan tasku di kursi belakang.
"Maksudku agar kau tidak perlu repot-repot menjemputku." aku mencoba menjelaskan kepada kak Philips agar dia tidak salah paham dengan apa yang aku maksud.
Kak Philips menghela nafas dan berpikir sejenak sebelum berbicara.
"Itu ide bagus."
"Baik. Aku akan membelikannya." sambung kak Philips, dia setuju lalu menjalankan mobilnya.
Ketika kami berdua sampai di apartemen, kak Philips pergi mandi lebih dulu dengan terburu-buru. Aku menunggunya dan duduk di sofa. Aku melihat bahwa ada laptop dan juga beberapa dokumen penting diatas meja. Aku penasaran dan ingin mengintip isinya.
Aku melirik sejenak kearah kamar mandi. Kakak sudah mulai mandi disana karena sudah terdengar suara guyuran air dan juga keran yang menyala.
Aku memberanikan diri untuk mengintip meskipun aku merasa tidak enak dengan kak Philips.
Namun ketika aku membukanya, aku benar-benar terkejut saat melihat diagram penghasilan perusahaan menurun. Aku membuka laptop nya lagi, dan menemukan bahwa ada beberapa investor palsu dan juga beberapa karyawan melakukan korupsi. Aku masih belum mengetahui apa yang terjadi. Tapi sebaiknya aku pergi ke perusahaannya lebih dulu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 52 Episodes
Comments