Keesokan harinya aku turun dari kamarku untuk sarapan. Perlakuan ayah dan ibu padaku berubah hanya karena aku bertunangan dengan CEO.
Kakak keduaku, tampak tidak senang aku diperlakukan seperti itu, tetapi dia tidak bisa melakukan apapun. Aku kemudian berangkat ke sekolah dan sekarang adalah pelajaran olahraga.
“Ayo anak-anak berbaris”
Seru guru olahraga ketika kami masih berbaris di lapangan.
“Oh sebelum kita memulai pelajaran, aku akan memberitahu kalian bahwa hari ini kita akan bola basket” dia berkata dengan lantang sambil memegang daftar absensi ditangannya
Guru olahraga memandangi kami satu persatu dan mengabsen untuk memastikan kehadiran siswa. Setelah selesai, dia pun mulai berbicara
“Kita akan pemanasan disini, kemudian kita akan masuk ke dalam aula besar itu untuk bermain basket.”
Setelah melakukan pemanasan kami memutari lapangan. Tapi tiba-tiba aku terjatuh saat berlari. Aku ingat ada kaki dari belakang yang membuatku tersandung. Teman-teman yang lain menolongku untuk berdiri. Hana melihat itu, lalu berbalik dan berlari kearahku
"Sebaiknya kita ke UKS dulu" Hana segera membantuku untuk berdiri
"Ya" Ucapku pada Hana sambil melihat luka dilututku
Aku berdiri perlahan dan sambil berjalan dengan hati-hati, kemudian aku mendengar pikiran seseorang
‘Dia tidak akan sadar kalau aku yang melakukan itu kan? Dia kan bodoh'
Aku tahu itu isi pikiran Elena. Aku mengernyitkan alis sambil terus berjalan dipapah Hana menuju ruang UKS. Ruang UKS berada disebelah ruang OSIS. Kami berdua melewati lorong kelas 1. Sesampainya disana Hana mengobati lebam dilututku.
"Aku rasa dia sengaja" ucap Hana tiba-tiba
"Siapa?" tanyaku pada Hana
"Maksudku Elena, bukankah dia teman akrabmu?" Tanya Hana sambil mengoleskan obat di kaki ku
"Ya entahlah, kau melihatnya melakukan itu?" tanyaku sambil mendongak menatap kearah Hana dengan penasaran
Hana hanya mengangguk. Aku sudah tahu bahwa orang seperti Elena sudah pasti melakukan itu. Jadi setelah aku mengetahuinya, itu tidak membuatku terkejut.
"Hai, apa aku boleh masuk?"
Mike berdiri diambang pintu. Hana terdiam, lalu menatap kearahku seolah bertanya apakah Mike bisa masuk atau tidak.
Aku menyadari itu dan menatap Hana sebelum mengangguk. Mike kemudian masuk kedalam ruang UKS
Hana kemudian mengalihkan pandangannya kearahku
"Sepertinya kau tidak bisa main basket," Ucap Hana dengan wajah khawatir
"Tidak. Aku bisa" jawabku
"Tapi bagaimana dengan lututmu?”
“Tidak apa-apa tidak terlalu sakit lagi" jawabku mencoba untuk menenangkan Hana
Lalu aku menatap Mike, dan Mike menaikkan sebelah alisnya sambil tersenyum, Dia tahu aku ingin menanyakan sesuatu.
“Kau bertanya mengapa aku bisa tahu kau ada disini?” tanya Mike sambil memiringkan kepalanya sedikit dan menyeringai lebar. Aku hanya diam sambil mengangguk perlahan
“Aku melihat kalian berdua berjalan dilorong melewati kelasku”
Mike berkata sambil melipat tangannya dengan santai sampai otot ditangannya terlihat.
"Oh begitu, kau melihat kami rupanya"
Aku lalu hanya diam sambil mengangguk dan menatap Mike dari atas kebawah.
"Kenapa kau bisa terjatuh?" Mike bertanya mencoba mengalihkan pandanganku yang terus menatapnya
"Elena yang melakukannya."
“Wah kurasa sahabatmu sekarang berpaling menjadi musuhmu” ucap Mike sambil mencondongkan tubuhnya kearahku. Melihat kami berdua hanya diam, Mike kemudian berjalan kembali kedalam kelasnya.
Setelah selesai mengobati ku, aku memaksa Hana agar membawaku ke aula basket. Hana tidak bisa menolak
“Ya baiklah, kau keras kepala sekali” Hana mendesah pelan lalu memapahku
Kami berdua menuju aula basket. Ketika sampai, Elena tersenyum puas sambil menatapku dengan sombong. Dengan seringai yang licik dia berkata
“Hazel, kamu tidak apa-apa kan?”
Dia mengucapkannya seolah peduli dan aku bisa melihat wajahnya yang menatapku dengan tatapan merendahkan.
Hana tidak suka dengan Elena, dia menatap Elena dengan sinis.
“Ah iya ini hanya masalah kecil” ucapku sambil berpura-pura tersenyum
Aku melihat Elena hanya menyeringai tipis. Nampaknya Elena berpikir bahwa aku tidak tahu dia yang sengaja membuatku terjatuh
Setelah pelajaran olahraga, Hana mengajakku ke kantin, tetapi aku melihat Elena juga ke kantin bersama temannya. Elena lewat dengan angkuh.
Dan aku melihat Zen dikantin. Dia menyapaku, tapi aku enggan menjawabnya sehingga Elena yang menjawab Zen. Hal itu membuat Zen mengernyitkan alisnya seolah tidak suka jika Elena yang menyapanya.
Hana yang melihat itu hanya terkekeh geli. Aku dan Hana kemudian duduk dikursi. Sementara Elena dari jauh masih cemberut tapi dia berusaha menyembunyikannya.
Selama makan, aku hanya berbicara dengan Hana. Setelah beberapa saat, Zen dan Rai tiba-tiba datang menghampiri kami.
“Bisakah aku bergabung?”
Dia bertanya dengan senyum manis sambil menatapku. Elena yang melihat itu dari jauh mengepalkan tangannya. Tapi aku hanya bersikap dengan santai.
Zen kemudian bergabung tetapi dia duduk disampingku. Hana hanya diam sambil menatap Zen dengan tidak senang. Elena juga menyadari hal itu dan dia hanya menggertakkan giginya
“Apa kau keberatan jika aku duduk disebelahmu?”
Katanya dengan nada lembut dan tidak keberatan bersikap terang-terangan. Zen menatapku dengan mata berbinar. Aku hanya mengangguk sebagai jawaban nya dan melanjutkan makanku
“Ngomong-ngomong apa kau akan ikut ekskul?”
Kata Zen berusaha menempel padaku dengan lebih banyak berbincang padaku. Aku kemudian berhenti makan dan menatapnya tanpa ekspresi.
“Ya” kataku dengan nada datar dan masih menatapnya tanpa ekspresi.
“Ah, baiklah kalau begitu. Kau akan ikut ekskul apa?”
Kata Zen lagi seolah tidak terganggu ketika aku menatapnya tanpa ekspresi. Elena masih melihat kami dari jauh. Dia tampak cemburu dan mengepalkan tangannya
“OSIS”
Aku menjawab dengan singkat tanpa melihat kearahnya. Aku hanya melihat makan siangku sambil memakannya. Zen hanya diam sambil mengangguk lalu memakan makanannya sendiri
Saat menyantap makan siangku, aku melihat Mike dari kejauhan. Dia tampak berbincang dengan seseorang lalu melihatku dan menyapaku dengan senyum diwajahnya.
Zen mendongak, menatap kearahku lalu menatap Mike. Zen tampak cemberut melihatku begitu akrab dengan Mike. Tapi dia menahan diri. Mike tiba-tiba berjalan kearahku dengan nampan makanan ditangannya
“Hai Hazel” kata Mike dengan senyum lebar.
Wajah Zen berkerut tapi dia hanya diam sedangkan Mike duduk disamping Rai.
“Ya, hai juga Mike”
Kataku sambil mengangguk dan tersenyum. Hana yang melihat itu kemudian melakukan hal yang sama denganku. Sementara Zen terlihat cemburu
“Terlihat ramai disini. Jadi aku ingin bergabung juga karena aku tidak punya teman”
Kata Mike dengan nada bercanda. Zen yang mendengar itu semakin tidak menyukai kata-kata Mike lalu mencemooh dirinya
“Ya. Jadi kau harus berteman sebelum kau menjadi orang yang penyendiri dan dibully”
Kata Zen sambil menyeringai dengan sombong. Aku merasa tersinggung dengan kata-kata Zen karena aku adalah orang yang mengalami apa yang dikatakan Zen.
Aku yang mendengar itu lalu memelototi Zen. Sementara Hana dan yang lain, terkejut melihat ekspresiku
“Kau tak berhak berbicara seperti itu”
Aku menatapnya tanpa ekspresi. Zen yang melihat itu, terkejut dan merasa bersalah setelah mengatakan itu.
“Maaf, aku tidak bermaksud untuk menjelekkan siapa pun”
Zen terdengar panik dan mulai gugup. Aku berhenti makan lalu berdiri dan pergi dari kantin. Hana ingin menyusul namun Zen sudah mengikuti dari belakang. Dia berteriak memanggilku.
“Tunggu Hazel! Dengarkan aku!” Teriak Zen sambil mengejarku. Tidak lama kemudian dia berhasil menyusulku dan meraih tanganku. Aku melihat dia terengah-engah.
“Maaf” katanya dengan suara bergetar sambil masih memegang tanganku.
“Lupakan” Aku tampak tidak peduli, dan melepaskan tanganku darinya. Aku kemudian melihat air mata di pipi nya
“Tunggu” ucap Zen dengan nada panik ketika aku melepaskan cengkraman tangannya dariku. Wajahnya sangat sedih dan masih berlinang air mata
“Kau bisa menjauhiku setelah ini. Tapi tolong maafkan kata-kata ku”
Zen tampak tulus namun aku tidak menanggapinya dan mendorongnya menjauh lalu kembali ke kantin.
Setelah tiba dikantin, aku melihat mereka semua masih duduk. Ketika mereka mendengar langkah kakiku mereka melihat kearahku. Mereka terdiam lalu Hana angkat bicara.
“Kau baik-baik saja?” Hana tampak cemas. Rai dan Mike hanya terpaku menatapku karena aku hanya kembali seorang diri.
“Tak apa. Ayo kita pergi” kataku mengajak Hana. Hana mengangguk sambil meninggalkan makanannya dan berdiri. Mike ingin mengatakan sesuatu tapi dia tidak berani berbicara. Rai kemudian memanggilku ketika aku mulai berjalan.
“Tunggu” katanya sambil mengangkat tangannya seolah menyuruhku untuk tidak pergi tapi dia masih duduk dikursi
“Dimana Zen?” tanya Rai dengan wajah berkerut penuh kebingungan dan penasaran
“Kau bisa mencarinya kan?”
Ucap Hana dengan ketus sambil mengerutkan wajahnya. Rai terkejut, lalu terdiam. Setelah itu aku pergi dari kantin. Aku merasakan Elena menatapku dengan tajam ketika aku berbalik dan pergi.
‘Aku harus berbicara dengan Hazel’
Aku mendengar suara hati Elena. Tapi aku hanya terus berjalan sambil mengepalkan tanganku. Hana hanya terdiam sambil terus berjalan disampingku.
Ketika kami tiba dikelas, aku dan Hana duduk dikursi mengobrol sejenak tentang masalah yang sebelumnya.
“Kau yakin kau baik-baik saja?”
Tanya Hana sambil menggenggam tanganku dengan lembut. Aku menatap Hana beberapa detik seolah memikirkan apakah aku akan mengatakannya. Aku kemudian menghela nafas dan berbicara
“Aku hanya tidak suka Zen berkata seperti itu” kataku sambil memijat pangkal hidungku dan mengusap-usap dahiku. Hana kemudian tersenyum dan mengangguk perlahan
“Ya aku mengerti. Itu wajar. Tak apa, semuanya baik-baik saja”
Ucap Hana berusaha menenangkanku. Lalu dia mendekatiku dan memelukku dengan lembut. Aku tidak pernah merasakan itu sebelumnya. Lalu aku membalas pelukannya.
Tiba-tiba pengumuman sekolah berbunyi. Ada panggilan untuk Hana dari kantor guru. Aku sekarang hanya duduk sendirian dikelas dan jam istirahat masih tersisa. Dalam keheningan itu tiba-tiba Elena muncul.
“Hei, Hazel. Bisakah kita bicara?”
Tanya Elena dengan tatapan sinis dan memiringkan kepalanya sedikit. Dia bahkan tidak segan menunjukkan ketidaksukaannya padaku secara terang-terangan
“Ya, apa yang ingin kau bicarakan?”
Aku mengalihkan pandanganku kearah meja seolah tidak ingin menatapnya. Elena melihatku dengan kesal.
“Oh tidak. Bukan disini. Aku ingin berbicara denganmu ditoilet”
Aku tahu Elena ingin melakukan sesuatu yang buruk namun aku memilih untuk meladeninya. Aku menatap Elena dengan ekspresi serius lalu berdiri dan berjalan menuju toilet bersamanya.
Setelah didalam toilet, Elena kemudian mencengkram tanganku dengan erat. Wajahnya terlihat dipenuhi amarah. Seperti amarah yang tertumpuk, keluar begitu saja sampai tidak tersisa
“Kau tahu kan bahwa aku menyukai Zen?”
“Ya” jawabku dengan nada santai sambil mengangguk
“Kalau begitu, kenapa kau begitu dekat seperti itu kepada Zen?!”
Elena berteriak. Dia menjepitku ke dinding dan mencengkram kedua bahuku dengan erat. Urat-urat tangannya muncul, dia terlihat sangat marah. Tapi aku tidak ketakutan sedikitpun dengan ancamannya.
“Wah kau mulai terang-terangan membenciku ya?”
Kataku dengan nada sombong sambil menyeringai seolah mengejeknya. Elena yang melihat ekspresiku kemudian marah. Dia hanya terdiam lalu mencengkram daguku dan memperlihatkan senyum licik
“Baguslah jika kau sudah sadar. Aku sudah cukup berpura-pura “
Dia kemudian melototi ku. Tapi aku masih terlihat santai tidak ketakutan sedikitpun. Aku kemudian tertawa.
“Tentu saja. Aku bahkan tidak perlu waktu lama untuk mengetahui sifat aslimu” kataku sambil menatap Elena dengan senyum licik. Elena yang melihat itu semakin frustasi dan mengencangkan cengkramannya didaguku.
“Berani sekali kau. Ingat ini baik-baik. Aku akan menghancurkan mu sampai ke titik terendah”
Dia masih melototi ku. Aku hanya menatapnya tanpa ekspresi. Lalu aku menggenggam tangannya yang mencengkram daguku. Aku mencengkeramnya sampai Elena kesakitan.
“Baiklah. Aku akan menunggumu melakukan itu”
Aku berbisik di telinga Elena dengan nada mengancam. Aku mengencangkan cengkramanku sebelum melepasnya dengan kasar. Aku keluar dari toilet sementara Elena masih merintih.
Ketika aku keluar, aku melihat Zen berdiri didepan pintu. Aku hanya menatap Zen sambil terdiam disana. Zen seolah ingin berbicara tapi dia tidak mampu untuk berbicara, mulut nya sedikit bergetar dan matanya dipenuhi dengan keterkejutan.
“Kau mendengar semuanya?” kataku memulai pembicaraan sementara Elena menoleh kearah ku berusaha mengetahui dengan siapa aku bicara
Zen semakin terkejut ketika aku berbicara dengan nada dingin. Dia lalu mengepalkan tangannya dan menggigit bibirnya
“Ya aku mendengar semuanya”
Katanya dengan suara bergetar seolah tidak percaya dengan yang dia dengar. Elena yang mendengar suara Zen segera keluar dan berdiri diambang pintu.
“Dengarkan aku. Aku tidak bermaksud begitu. Aku bisa menjelaskannya “
Ucap Elena sambil memohon dengan nada khawatir dan menoleh kearahku dengan kesal.
“Tidak perlu. Semuanya sudah jelas” balas Zen dengan nada kecewa sambil melepaskan cengkraman tangan Elena
“Kau memang bukan orang yang baik!”
Zen marah sambil menunjuk wajahnya dengan kasar. Aku melihat Elena terbelalak. Suara Zen menggema dilorong tapi beruntung saat itu tidak ada orang. Elena yang mendengar itu menggertakkan giginya
“Kau setuju kalau Hazel di bully dan kau sudah berpihak padaku bahkan berpacaran denganku. Sekarang kau berpihak padanya?” Ucap Elena dengan nada tinggi yang membuat Zen terkejut
“Apa karna Hazel mengubah penampilannya , akhirnya kau terpikat olehnya?” tambah Elena sambil berteriak menuntut pada Zen sambil menunjuk dengan kasar kearahku.
Aku hanya mendengarkan karna aku sudah tahu bahwa Zen berpacaran dengan Elena. Sementara itu aku melihat Zen melirikku dengan gugup. Dia takut kalau aku marah padanya.
Aku yang berdiri disana selama beberapa menit , lalu pergi meninggalkan mereka berdua. Namun Zen memanggilku dan mulai mengejarku dengan cepat.
“Tunggu. Aku tarik kembali ucapanku kemarin bahwa kau bisa menjauhiku. Aku tidak bisa jika kau menjauh dariku”
Ucap Zen sambil berteriak dan terlihat putus asa. Dia masih berusaha mengejarku dan saat berbelok ditikungan lorong, Zen meraih tanganku
“Tunggu dulu, kumohon jangan seperti ini. Biarkan aku menjelaskannya” katanya dengan nada memohon dan menatapku dengan cemas. Aku hanya memutar bola mataku dengan malas.
“Aku sudah tahu jadi kita tidak ada urusan apapun” kataku dengan nada serius dan menatap Zen dengan tajam.
“Sudah tahu?” ucap Zen dengan nada syok, matanya terkunci padaku
Aku berusaha melepaskan diri dari cengkraman tangannya, namun dia mengencangkan cengkramannya.
“Apa kau bisa memaafkanku?” katanya dengan nada memohon tapi sikapnya sangat kasar hampir seperti obsesi dan sorot matanya menunjukkan keposesifannya padaku
Beberapa menit kemudian, Zen terlihat bingung dan sedih. Aku diam menatapnya tanpa berkata apapun. Zen kemudian mencengkram tanganku dengan erat seolah tidak membiarkanku pergi. Lalu Mike datang kearahku dan menepis tangannya
“Wah, lihat ini. Kenapa kau begitu kasar?”
Ucap Mike dengan nada mengejek dan seringai lebar diwajahnya. Zen mengernyitkan dahinya dan menggertakkan giginya
“Kau tidak perlu ikut campur” ucap Zen dengan dingin sambil mundur selangkah.
Melihat hal itu Mike tersenyum puas dan merangkul pundakku mengajakku untuk pergi bersama. Zen tidak bisa berbuat apapun, dia hanya diam dengan kecewa.
Saat tiba didepan kelas aku meminta Mike untuk masuk lebih dulu dan berterimakasih kepadanya karena sudah menolongku untuk menjauh dari Zen.
Aku kemudian berjalan masuk kedalam kelas dan melihat Elena bersama sekumpulan temannya. Elena menunjuk kearah ku sambil cekikikan bersama temannya. Aku hanya berlalu melewati mereka. Hana melihatku datang, dia mendongak kearahku
“Kau baik-baik saja? Kenapa saat aku kembali kau tidak ada?" tanya Hana dengan wajah khawatir sambil memegang tanganku dengan erat.
“Akan ku ceritakan setelah pulang sekolah”
Aku kemudian duduk disebelah Hana. Hana hanya mengangguk mengerti lalu memulai pelajaran dikelas seperti biasanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 52 Episodes
Comments
Jumli
aku kasih 2 iklan biar Author makin semangat 💪
2024-03-04
1