Beberapa hari berlalu, Elena tidak berani menggangguku. Dia biasanya membayar preman untuk memukuliku di gang yang sepi. Namun sehebat apapun preman yang dikirimnya, Elena tetap tidak bisa berbuat apapun.
Dia juga berusaha menganggu Hana. Namun selalu gagal. Sampai hari pelantikan ketua OSIS. Semua senior berjalan mengelilingi sekolah memberikan kertas formulir pendaftaran yang ingin menjadi OSIS.
"Siapa yang berminat?"
Dia berteriak tegas didepan pintu kelas sambil memegang selembar kertas formulir ditangannya. Aku dengan cepat berdiri namun Elena mengambil lebih dulu dengan terburu-buru. Aku tidak tahu apa dia memang berminat atau sengaja agar bisa bergabung denganku dan lebih leluasa menggangguku.
"Siapa lagi?" kakak kelas itu berteriak lagi kali ini sambil melambaikan kertasnya. Aku berdiri dan mengambilnya..
Hanya ada beberapa yang mendaftar. Mungkin karena tugas OSIS sangat sulit dan mengharuskan muridnya untuk pintar membagi waktu antara belajar dan juga mengerjakan ekstrakulikuler.
Semua orang diminta untuk membuat visi dan misi untuk menjadi ketua OSIS selanjutnya.
Seminggu berlalu dan saatnya untuk pelantikan ketua OSIS. Aku sudah menyiapkan visi dan misi ku didalam tas. Namun tiba-tiba saja aku mendapat pesan dari Elena dan mengancamku dengan membawa Hana.
"Jika kau tidak datang tepat waktu, kepala sahabatmu ini akan terpisah dari badannya."
Dia mengirimkan pesan ancaman itu dengan menyelipkan foto Hazel yang terikat dikursi dengan baju yang penuh dengan darah. Mulutnya juga terlihat disumpal dengan kain yang sudah di gumpal agar saat Hana bangun, dia tidak bisa berteriak.
Di posisi yang terdesak itu. Aku tidak peduli lagi dengan apapun. Aku tahu Elena sengaja menjebakku, namun itu lebih baik daripada harus kehilangan orang yang peduli padaku. Aku tidak ingin gegabah, namun aku harus menghadapinya.
Beberapa saat kemudian Elena mengirimkan lokasi di gudang sekolah yang terpencil dan tidak pernah ada orang yang pergi kesana sejak gudang itu ditinggalkan. Dia sengaja memilih tempat yang berbahaya.
Aku tahu dia pasti membuat jebakan, namun aku harus menghadapinya apapun yang terjadi. Aku dengan cepat berlari di koridor sekolah menuju gudang sekolah dengan diam-diam.
"Hai Hazel." Aku disambut dengan suara Elena dengan senyum ringan diwajahnya yang menandakan kepuasannya dengan tindakannya.
Aku melirik Hana sejenak. Aku ingin menyelamatkan nya namun aku tidak bisa bergerak gegabah. Aku menatap Elena dengan tatapan tajam.
"Ayolah jangan menatapku seperti itu." Elena mulai mengejekku.
Aku menanggapi ejekan Elena dengan tenang, tidak membalasnya sedikitpun. Aku menatap sekeliling gudang itu. Ada beberapa pria kekar disana yang tampak seperti preman. Sebagian dari mereka membawa tongkat besi. Dan sebagian dari mereka duduk dilantai dengan rokok di tangannya.
Aku melirik kebelakang, pria dengan badan tinggi mengawasi ku dengan tatapan dinginnya.
"Jika kau bergerak sedikit saja, pisau ini akan menancap diperutmu." Dia mengancam dan menunjukkan pisau ditangannya.
Aku tanpa basa-basi, langsung menerjang ke arahnya dan melumpuhkan kaki dan tangannya. Namun aku mendengar suara pelatuk pistol berbunyi seolah ada seseorang yang siap menembak.
"Aku sudah bilang jangan bergerak." Ucap pria itu yang sudah terkapar ditanah.
Aku menoleh kebelakang untuk menemukan para preman itu menyodorkan pistol ke arah Hana.
"Sayang sekali kau tidak bisa berbuat apapun." Elena tersenyum puas sambil memegang leher Hana dengan tangannya.
"Bagaimana kau akan menyelamatkan nyawa teman baikmu ini?" katanya dengan nada sarkastik sambil tersenyum sombong.
Kejadian sepersekian detik itu, membuatku bergerak spontan. Aku melempar pisau yang sebelumnya di pegang pria yang menahanku. Aku melemparnya ke arah pistol yang digenggam para preman itu. Sambil berlari, aku menendang kaki mereka. Aku mengambil pistol dan menembaki mereka dengan cepat karena aku sudah pernah dilatih membidik dengan tepat.
"Tidak mungkin."
Elena terkesiap, mundur selangkah. Aku segera melepaskan talinya dari Hana dan memeluknya. Aku masih memegang pistol itu dan membidiknya ke arah Elena. Elena yang melihat itu, menatapku dengan ketegangan.
'Tidak Hazel, ini bukan saat yang tepat.'
Bisikan halus ditelingaku yang tampak familiar menghentikan niatku. Aku menjatuhkan pistolnya ke lantai dan menatap Elena dengan tatapan membunuh sebelum membawa Hana ke ruang UKS.
"Ini terlihat sangat parah." Ucap pria yang biasanya menjaga ruang UKS. Dia mengambil beberapa perban dan alkohol untuk membersihkan lukanya.
"Apa yang sebenarnya terjadi?"
Dia melirik kearahku ketika dia mengoleskan obat nya. Dia sebenarnya mengetahui bahwa luka yang ada di tubuh Hana adalah luka penganiayaan.
"Jika aku memberitahumu, apakah sekolah akan mengurusnya?"
Aku bertanya balik pada pria itu yang membuatnya terdiam. Benar, tidak bisa disangkal bahwa sekolah ini tidak peduli apa yang dilakukan murid dan membiarkan murid menyelesaikan urusannya
Pria itu kemudian menghela nafas.
"Baiklah, kalau begitu aku akan mengobatinya dan untuk sementara gadis ini harus tinggal disini. Lukanya cukup parah."
Dia berkata dengan serius dan masih mengobati lukanya. Aku memilih untuk meninggalkan Hana di ruang UKS dan ketika aku sampai di depan pintu pria itu berkata lagi.
"Apapun yang terjadi, ku harap kau akan baik-baik saja," Dia berbicara sambil sibuk membalut perban pada tubuh Hana yang terluka.
Aku kembali ke dalam kelas. Beberapa jam berlalu setelah persiapan untuk pelantikan ketua OSIS. Beberapa anggota OSIS senior tampak sibuk berjalan untuk mengurus podium dan juga kursi untuk para pemilih.
Semua murid bersorak ketika mengetahui bahwa aku mendaftar sebagai ketua OSIS. Namun ketika pelantikan hampir dimulai, kertas visi dan misi ku tidak ditemukan. Kertas itu menghilang didalam tas.
'Elena mengambilnya darimu. Dia memanfaatkan temannya dan mengambil kertasnya'. Gyuu muncul tiba-tiba sambil melayang diatas ku.
Aku menghela nafas, dan mengusap dahiku. Memikirkan betapa bodohnya Elena mengambil kertas itu. Mungkin dia berpikir bahwa aku tidak akan bisa berpidato dihadapan banyak orang tanpa kertas?
Aku mengabaikan Elena yang mengambil kertas itu. Aku memilih untuk memasuki ruangan pemilihan tanpa kertas.
"Para junior yang saya hormati. Hari ini kita akan melakukan pemilihan ketua OSIS untuk tahun xxxx." Senior itu memulai dengan nada yang lantang dan diikuti suara tepuk tangan dari para siswa.
Beberapa jam berlalu, hingga giliranku untuk maju. Aku baru saja berdiri namun sudah disambut tepuk tangan siswa yang hadir. Mereka mengenalku karena kasus dengan Elena sebelumnya.
Aku berdiri beberapa menit menyampaikan hal-hal yang penting untuk diubah. Mulai dari diskriminasi yang buruk dan juga pemberian sanksi terhadap yang melanggar.
Ketika aku mengatakan itu, mereka berbisik-bisik namun tetap diam sambil mendengarkan. Beberapa perubahan selanjutnya aku mengadakan acara setiap minggu untuk melatih minat para siswa dalam apa yang digemarinya.
Elena terkejut ketika melihatku berpidato dengan lancar. Dan tibalah saat Elena maju. Ketika dia berada di atas podium, dia tampak panik sambil merogoh saku miliknya. Dia sepertinya telah kehilangan sesuatu.
'Aku sudah mengambil kertas milik Elena sehingga dia akan kesulitan membacakan visi dan misinya.'
Gyuu tiba-tiba muncul lagi didepanku yang membuatku terkesiap. Aku kemudian kembali memperhatikan Elena. Para senior mulai berbisik-bisik dan meminta agar Elena turun. Para murid mulai mengejek Elena yang membuat Elena turun dari podium dengan malu. Saat itu, dia menatapku dengan kesal dan mengepalkan tangannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 52 Episodes
Comments