Satu minggu berlalu setelah ujian. Tidak ada tanda-tanda apa pun dari Elena. Semuanya tampak tenang yang membuatku sedikit curiga
“Hai bagaimana ujiannya?” Mike menepuk pundak ku. Namun aku tidak fokus karena melihat Elena sedang berbicara dengan Zen. Tapi pembicaraan mereka tidak begitu bagus jika dilihat dari ekspresi mereka.
“Semuanya baik-baik saja.” Kataku sambil mengangguk sedikit dan menatap Mike.
“Setelah ini kau akan bergabung dengan OSIS?”
Aku hanya mengangguk sambil berjalan menuju kelas. Sesampainya di kelas semua murid tidak berani menggangguku lagi. Semuanya berjalan dengan baik. Sampai aku dijebak oleh Elena.
Gyuu tiba-tiba muncul didepanku disaat aku memakan roti. Ini pertama kalinya ia muncul diantara banyak orang. Karena dia biasanya muncul ketika aku sendirian atau bersama dengan kak Philips.
“Hazel, aku telah memindahkan amplop itu.”
Aku mengernyit, tidak mengerti apa yang dia maksud. Aku diam beberapa detik sebelum berbicara dalam batin.
‘Amplop? Apakah Elena?’ Ketika aku selesai berbicara dalam batinku, dia langsung menjawab seolah dia bisa mendengarnya.
‘Benar. Kurasa dia mencoba menjebakmu.’ Dia mendekat sedikit melihatku lebih dekat dan wajahnya tampak serius.
‘Baiklah. Terimakasih untuk itu,' Dan setelah aku mengatakan itu, dia kemudian menghilang.
Kejadian itu benar-benar terjadi. Beberapa menit berlalu, dan masalah mulai datang. Banyak guru-guru berdiri di depan kelasku seolah menunggu kedatanganku.
“Aku yakin dia menyogok oknum guru untuk mendapat kunci jawaban itu.” Elena berbicara dengan yakin, yang membuat guru-guru disekolah percaya padanya.
Semua murid berbisik-bisik dan aku yakin Elena melakukan ini untuk mempermalukan diriku. Tapi aku tidak panik. Salah seorang guru mulai mengecek tasku, namun tak ada amplop itu.
Guru-guru menatap Elena dengan curiga. Guru-guru mulai memeriksa tas Elena dan Elena mulai terlihat panik namun aku tetap tenang sambil berdiri didepan pintu kelas.
Sesuai dengan yang dikatakan Gyuu, dia sudah memindahkannya. Tiba-tiba Gyuu muncul disampingku.
“Dia akan menyesali perbuatannya.” Yang dia maksud adalah Elena. Dan dia menatap Elena dengan kebencian dimatanya.
Aku kemudian mengambil kesempatan ini untuk memberikan bukti yang lain.
“Aku bisa membuktikannya dengan ini.” Aku mengeluarkan flashdisk dari kantong bajuku dan memperlihatkannya pada guru-guru disana.
Elena melihat flashdisk itu dengan bingung. Guru-guru mulai bertanya, apa yang aku coba lakukan dengan flashdisk itu.
“Kita akan melihatnya jika kita melihat video didalamnya.” Kata salah seorang guru dan dia mengambil flashdisk. Video kemudian diputar, percakapan tentang Elena dan salah seorang oknum guru pun terbongkar.
‘Aku tidak menyangka Elena akan melakukan itu.’ Murid lain mulai berpikir buruk tentang Elena.
“Sepertinya aku kenal suara ini.”
Salah seorang guru angkat bicara, dia seolah mengenal pria didalam video itu. Dia melirik salah satu pria yang tinggi dengan badan yang kurus. Nampaknya dialah orang yang membocorkan kunci jawaban itu.
“Anda akan dipecat mulai hari ini, pak.”
Ucap kepala sekolah dengan tegas menatap oknum guru itu dengan tatapan tidak percaya. Semua orang melirik Elena dengan jijik, temannya berusaha untuk tidak mempercayai kejadian itu.
Namun untuk Elena, hukumannya tidak berat. Tentu saja, ini adalah sekolah yang selalu menutup mata dan telinga ketika ada permasalahan yang terjadi pada muridnya. Mereka tak ingin ikut campur.
Jika melawan orang yang berkuasa, Itu akan mempengaruhi posisi sekolah mereka di kota.
Mike tiba-tiba muncul dari belakang di ikuti dengan Hana.
“Wah itu benar-benar menjijikkan. Tapi lihat temannya itu, dia tetap berteman meski Elena seperti itu?” Mike menatap mereka dengan jijik, berbisik ditelinga ku agar tidak ada yang mendengar.
“Mereka akan kehilangan pengaruh dari Elena jika mereka menjauh darinya. Kau sudah tahu kan, kalau sekolah kita ini semuanya adalah murid yang berpengaruh?” Hana menjelaskan, memberikan pendapatnya dan berdiri disamping Mike.
“Ah iya itu benar. Tapi bagiku kekuasaan tidak penting. Semuanya akan hancur begitu orang yang lebih kuat keluar.”
Jawab Mike sambil menggaruk kepalanya. Dia memberikan pendapatnya juga dan berpikir bahwa tidak semua bisa dikendalikan dengan uang.
“Yah, kurasa masalah sudah selesai. Ayo kita ke kantin bersama.”
Mike merangkul bahuku, dia memang terlihat santai denganku. Mike selalu mengalihkan perhatian jika ada sesuatu yang tidak menyenangkan. Hana hanya diam, berjalan di samping mengikuti kami ke kantin.
Kami duduk dengan nyaman dan tenang, sementara Elena tak terlihat sedikitpun. Itu membuatku puas bahwa aku tidak lengah tentang Elena. Karena jika tidak, maka aku yang akan disalahkan atas semua tuduhan yang diberikan.
‘Elena mungkin akan dihukum dengan berat, tetapi mungkin tidak akan dikeluarkan.’
Aku mendengar suara hati Mike. Dia tampak berpikir keras sambil memakan makanannya. Mungkin itu benar, hukum disekolah ini sangat lemah karena dikuasai oleh banyaknya orang berkuasa di sekolah.
Namun ketika aku memikirkan itu, Zen tiba-tiba melewati kami. Dia melirik sejenak kearahku. Wajahnya tampak murung. Ada kantong mata di bawah matanya. Bisa ditebak bahwa belakangan ini dia sangat tertekan.
‘Hazel mungkin takkan memaafkanku.’ Dia berbicara dalam hatinya sambil menatapku. Dia terlihat sangat menyesal, namun itu tidak mengubah apapun.
“Apa yang pria itu inginkan?” Mike angkat bicara, dia benar-benar tidak menyukai Zen. Dia bahkan enggan menyebut nama Zen dan memilih untuk memanggil nya ‘pria itu’
“Biarkan saja.” Aku memilih untuk tidak menghiraukan Zen. Hatiku sudah tidak mudah goyah. Cinta? Perasaan macam itu hanya membuatku melakukan hal yang sia-sia.
Jam pelajaran berakhir, dan aku berjalan keluar gerbang sekolah bersama Hana dan Mike. Kak Philips telah tiba lebih dulu menungguku didalam mobilnya.
“Jadi, bagaimana dengan ujiannya?” Kak Philips memulai pembicaraan sambil mengemudi.
“Tidak ada masalah, semuanya baik-baik saja.” Aku berbicara dengan tenang sambil melihat jalanan.
“Apa kau ingin libur dulu hari ini?” Kak Philips menawarkan untuk istirahat karena dia takut aku akan kelelahan karena baru saja menyelesaikan ujian. Namun aku memilih untuk tetap melanjutkan.
“Aku baik-baik saja,” Aku bersikeras, dan kak Philips hanya bisa diam dan menyetujui keinginan ku.
Sesampainya aku disana, Leonal sedang melatih anggotanya. Disisi lain, aku melihat kumpulan wanita sedang melakukan latihan. Disana aku berpikir apakah Leonal akhirnya merekrut seorang wanita di organisasi nya?
“Selamat datang.”
Leonal menyambut sambil berlari. Melemparkan senyum yang ramah pada kak Philips, namun kakakku hanya menatapnya dengan wajah datar yang membuat Leonal menjadi canggung. Aku yang menyadari hal itu membalas senyum Leonal dan turun dari mobil.
“Seharusnya kau tak perlu menyambutku Leonal.”
Aku merasa itu sudah tidak diperlukan lagi. Sikap terlalu formal itu, membuatku tidak nyaman. Aku lebih suka melihat sikapnya yang tegas ketika dia melatih anggotanya. Lagi pula, aku sudah beberapa bulan disini.
“Tidak masalah. Saya menghormati anda.”
Leonal menolak untuk menuruti ku yang membuatku menghela nafas panjang seolah menyerah dengan keinginan Leonal.
“Baiklah Leonal. Tapi bisa kau beritahu, apakah kau merekrut mereka?” Tanyaku sambil menunjuk kumpulan wanita yang sedang latihan di sisi lain lapangan.
Leonal mengangguk. “Benar, tapi saya menerimanya secara terbatas.”
Setelah Leonal menjawab, aku kemudian mengangguk dan berjalan bersama Leonal melanjutkan latihan selanjutnya.
Gadis yang direkrut Leonal, melirik kearahku dan tersenyum. Salah satu dari mereka melambaikan tangannya. Aku hanya tersenyum ketika melewati mereka dan membalas lambaian tangannya.
‘Dia cantik. Kurasa dia ada disini sebelum aku kesini.’
Salah satu dari mereka berbicara tentangku melalui suara hati nya. Mereka mulai berbisik satu sama lain. Tatapan mereka tidak pernah lepas dariku seolah mereka penasaran denganku.
Beberapa menit kemudian aku mengganti baju ku karena terlalu banyak berkeringat. Aku akui, latihan sekarang jauh lebih banyak daripada ketika aku pertama masuk disini.
Aku kemudian berdiri di lapangan, menunggu untuk di jemput, namun itu beberapa menit sebelumnya.
“Hazel, aku tak bisa menjemputmu. Kau harus pulang sendiri.”
Kak Philips tiba-tiba mengirim pesan teks. Ini tidak seperti dirinya yang biasanya. Aku tidak tahu mengapa, tapi ada sesuatu yang terjadi.
Aku kemudian mencari taksi dan ketika sampai di halaman apartemen, aku meminta taksi untuk berhenti. Karena aku melihat mobil ayah terparkir didepan halaman. Aku tahu bahwa ayah datang.
“Dimana Hazel?” Teriakan ayah bahkan terdengar dari taksi yang aku tumpangi. Dia tampak sangat marah, berteriak pada kak Philips.
“Dia tak disini. Rumah kami berbeda. Aku sudah memisahkannya.” Kak Philips menjawab dengan tenang tanpa terpengaruh oleh ayah sedikit pun.
Aku tahu dia berbohong. Agar ayah tidak bisa meluapkan kekesalannya padaku. Tapi entah kenapa itu juga membuatku kesal, karena aku tak bisa keluar dari mobil. Aku perlu tahu apa yang diinginkan ayah.
“Gara-gara dia, Ibumu terbunuh!” Ayah akhirnya meluapkan kekesalannya pada kak Philips.
“Pembunuh bayaran itu selalu mencari Hazel. Dia yang seharusnya terbunuh.” Ayah melanjutkan, tampak tidak bisa mengendalikan emosinya.
“Ya aku tahu.” Kak Philips berbicara dengan tenang. Aku bisa mendengar percakapan mereka dari dalam mobil. Karena jaraknya tidak begitu jauh, namun ayah tidak menyadari itu.
“Lagi pula, jika aku meminta ayah untuk mengungkapkan semuanya, ayah takkan memberitahu ku kan?” Kak Philips mencoba membela diri. Perkataannya seolah membuat ayah agar tersadar.
Aku tidak tahu apapun, tapi sepertinya ayah menyembunyikan sesuatu karena ekspresi ayah tiba-tiba berubah. Dia menggertakkan giginya dan mencengkram kerah baju kak Philips dengan kedua tangannya.
“Jangan bercanda. Aku tidak bisa memberitahumu hal yang rahasia seperti itu.” Ayah menolak untuk memberitahu yang membuatku menjadi lebih penasaran.
“Ya aku-“ kalimat kak Philips terpotong, dia melirik sedikit kearahku tapi kemudian segera menatap ayah lagi.
‘Apa itu Hazel? Dia seharusnya sudah tiba.’
Aku mendengar suara hati Kak Philips yang sedang berpikir. Dia tahu dengan cepat bahwa mobil yang terparkir didepan adalah taksi yang aku tumpangi.
“Ya aku tahu ayah akan menolak. Jadi aku juga akan menolak untuk memberitahu ayah keberadaan Hazel.”
Kak Philips seolah menantang ayah yang membuat ayah sangat marah. Namun sepertinya rasa sayangnya sebagai ayah mengalahkannya. Dia melepas cengkramannya lalu menatap kak Philips dengan kecewa kemudian masuk ke mobilnya.
Aku tiba-tiba teringat kejadian itu lagi. Sebenarnya mengapa mereka mengincarku? Mereka tetap membunuh orang meskipun itu bukan aku, seolah-olah memberi peringatan bahwa mereka tidak main-main.
Aku turun dari mobil setelah beberapa menit berlalu dan ayah sudah menghilang. Kak Philips masih didepan apartemen, menungguku keluar dari mobil.
“Sejauh mana yang kau dengar?” Kak Philips dengan tatapan tajam nya mencoba mengamatiku.
“Mulai dari ayah yang bertanya tentang keberadaan ku.” Kataku dengan nada rendah sambil membuang muka, tampak bingung apa yang harus ku katakan. Kak Philips hanya diam, lalu masuk begitu saja ke dalam apartemen.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 52 Episodes
Comments