Episode 19

"Maaf ya Mis, kakak lupa jika kamu ada di sini. Oh ya, kamu datang sepagi ini ada keperluan apa?" tanya Meyta yang baru menyapa Misca setelah makanan di piringnya habis.

Misca yang sedang galau berat itu pun menoleh. Makanannya hanya ia aduk-aduk sejak tadi, harusnya ia berselera makan saat bersama Fardan tetapi adegan 'sok romantis' itu membuatnya gerah.

"Oh itu Kak, aku datang untuk meminta bantuan Kakak Ipar. Bisa tidak aku bekerja di perusahaan Kakak Ipar? Aku membutuhkan pekerjaan dan jika bekerja di perusahaan Ayah itu bukan keahlianku. Aku juga tidak ingin menjadi pusat perhatian dan diomongin di belakang jika aku bekerja di perusahaan Ayah langsung mendapatkan jabatan yang tinggi," jelas Misca, semua ini hanya alasan semata agar ia bisa lebih dekat dengan Fardan.

"Memangnya kamu ingin mengisi posisi apa? Jika asisten ataupun sekretaris itu sudah ada dan saya sudah cocok dengan mereka. Jika kamu berminat maka kamu boleh mengisi bagian staf biasa atau office girl. Kebetulan hanya ada dua lowongan itu di kantorku," ujar Fardan.

Hati Misca meradang, Meyta justru menahan tawa. Ia tidak perlu susah payah melawan Misca jika suaminya saja sudah mampu membuat adiknya mundur teratur. Meyta senang jika Fardan tidak tergoda oleh Misca, banyak wanita yang jauh lebih baik untuk menggantikan posisinya di hidup Fardan, bukan Misca.

Berusaha membuat rasa kesalnya, Misca tertawa sumbang. "Kakak Ipar bercandanya sungguh lucu. Aku sampai terkejut lho," ucap Misca, ia sudah sakit hati tetapi tidak ada kata untuk mundur lagi. Fardan harus jadi miliknya apapun yang terjadi.

"Aku tidak sedang bercanda Adik Ipar, jika tidak percaya datanglah ke perusahaan dan lihat saja lowongan pekerjaan di sana," ucap Fardan lagi kemudian ia berdiri dan mengajak Meyta untuk mengantarnya ke mobil.

Misca terdiam di tempat duduknya, sepertinya Fardan selalu serius saat berbicara dengannya. Akan sangat sulit untuk masuk dalam kehidupan Fardan, jika cara selembut ini tidak bisa meluluhkannya, mungkin ia harus mencoba cara yang ekstrem.

Meyta berpamitan sebentar untuk mengambil tas kerja Fardan di kamar, ia meninggalkan Misca dan Fardan di ruang tamu. Meyta percaya jika Fardan tidak akan tergoda oleh Misca.

Di ruang tamu Misca terus menanyakan ini dan itu pada Fardan. Selain dehaman, kadang Fardan tidak menimpali ucapan Misca karena memang tidak berminat untuk menjawabnya. Ia berpura-pura sibuk dengan ponselnya padahal ia hanya ingin Misca berhenti bicara.

'Sepertinya memiliki istri yang cenderung pendiam itu lebih menyenangkan. Sekali bicara bikin adem, tenang dan diamnya juga bikin nyaman. Beda sama yang satu ini, diam saja mengganggu indera penglihatanku, apalagi bicara, dia sungguh mengganggu indera pendengaranku. Sepertinya jika aku terus bersamanya aku akan menjadi tuna netra dan tuna rungu!' gerutu Fardan dalam hati. 'Meyta mengapa lama sekali sih?'

Sesekali Fardan menengok ke arah tangga, berharap istrinya itu segera turun. Sedangkan Meyta di dalam kamar masih sibuk dengan mencari botol obatnya yang tak kunjung ia temukan. Padahal, kemarin ia sempat meminumnya sebelum Fardan berangkat kerja.

"Mengapa tidak ada di mana pun?"

Meyta melirik jam digital di atas meja, ia tidak bisa berlama-lama karena Fardan harus berangkat bekerja. Ia juga tidak bisa membiarkan Misca terlalu lama berdua dengan suaminya.

Dengan langkah lebar Meyta menuruni anak tangga. Ia tersenyum saat tatapannya bertemu dengan tatapan Fardan. Di sana ada Misca yang sibuk berbicara sendiri, Meyta pun menghampiri suaminya dan mengajaknya untuk keluar.

"Lho, lho, kenapa aku ditinggal?" Misca yang sadar jika saat ini Meyta dan Fardan sudah berada di teras pun menyusul.

Kembali, Misca harus menambah stok sabar dan ketebalan wajahnya karena melihat Fardan berlaku mesra pada Meyta. Tidak ada yang salah dari mereka, pasangan suami istri yang halal jika menunjukkan keromantisan mereka. Hati dan pikiran Misca lah yang salah karena ia marah bukan pada tempatnya. Ia yang salah karena menyukai suami orang!

"Coba dilihat, sudah rapi belum jas aku? Dasi gimana? Sudah tampak belum suami kamu ini?" ucap Fardan yang mengganggu telinga Misca tetapi terdengar sangat menggemaskan di telinga Meyta.

"Coba aku rapikan ya," ucap Meyta kemudian ia merapikan dasi, kemeja dan jas suaminya. "Ini sudah rapi. Tuan Suami memang selalu terlihat sempurna. Apalagi di mata banyak wanita di luar sana. Hanya saja mereka kurang cepat karena aku yang mendapatkan kamu dengan surat kepemilikan yang sah," imbuh Meyta.

"Itu karena kita memang ditakdirkan berjodoh," timpal Fardan.

Misca memutar bola matanya jengah, ia benci situasi ini tetapi ia sendiri yang datang ke rumah pengantin baru. Harusnya ia sudah memprediksi semua ini akan terjadi. Tetapi baginya ada kemungkinan jika Meyta dan Fardan tidak akan berlaku manis seperti ini mengingat mereka baru bertemu saat akad nikah. Oh, ternyata Misca salah.

"Aku berangkat ya, sayang. Hati-hati di rumah, aku akan menjemputmu dan mengantarmu ke tempat kerja," ucap Fardan kemudian ia mengulurkan tangannya pada Meyta.

Diraihnya tangan suaminya lalu dikecup punggung tangan itu dengan takzim. Fardan menarik belakang kepala Meyta dengan perlahan untuk mendekat dan ia kecup dahinya sedikit lebih lama.

Meyta tak lagi protes karena ia harus terbiasa. Lagi pula pagi tadi ada yang lebih ekstrem dari sekadar mencium dahi, dan entah mengapa Meyta menginginkannya lagi.

"Kak Fardan aku ikut ya," ucap Misca dengan terburu-buru. Wanita ini bahkan langsung masuk ke dalam mobil dan duduk di jok depan di samping Fardan yang mengemudi.

Wajah Meyta merah padam. Ingin marah tetapi ia takut lepas kendali sebab ia belum mengonsumsi pil itu. Mau tidak mau ia membiarkan suaminya bersama Misca di dalam mobil.

"Kamu tenang saja, aku tidak akan meliriknya. Kamu sudah sempurna untuk aku, jangan berpikiran negatif, okay?"

Meyta menarik garis bibirnya, ia percaya dan hanya mampu menjawab dengan senyuman. Fardan mengacak-acak rambut Meyta, ia kemudian masuk ke dalam mobil dan membunyikan klakson untuk berpamitan..

Di jalan, Misca tidak berhenti mencuri pandang ke arah Fardan, jantungnya berdebar-debar kencang saat bisa satu mobil bersama Fardan.

"Janga terus menatapku," tegur Fardan yang sejak tadi merasa risih.

Pipi Misca memerah, ia malu kedapatan oleh Fardan. Tetapi, apakah ada waktu lagi untuk menunda? Sepertinya tidak lagi.

"Maaf Kak, I can't take my eyes off of you. Aku sangat menyukai Kak Fardan. Aku jatuh cinta padamu, Kakak Ipar," aku Misca yang membuat Fardan terbelalak dan menginjak rem mendadak.

Fardan turun dari mobilnya lalu ia berputar dan membuka paksa pintu mobil tanya di sebelah Misca. "Turun!"

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!