Episode 16

Mobil Fardan sudah sampai di parkiran gedung tempat di mana Meyta akan mengajar musik pada anak-anak. Rasanya perjalan ini terlalu singkat, Fardan masih ingin berlama-lama dengan istrinya hanya saja mereka memiliki pekerjaan yang tidak bisa ditinggalkan.

"Jadi kita sudah harus berpisah?" tanya Fardan, wajahnya cemberut dan itu sangat menggemaskan di mata Meyta.

"Bukankah nanti sore kita akan bertemu kembali?"

Fardan berdecak, mengapa istrinya ini kurang peka terhadapnya?

"Ya sudah, bekerja dengan baik dan jangan sampai lelah. Aku akan datang untuk menjemputmu," ucap Fardan kemudian ia mendekat dan mengecup singkat pipi Meyta.

Suka, Fardan sangat suka dengan reaksi terkejut dan pipi merah seperti tomat itu. Salah satu alasan mengapa Fardan selalu mengambil ciuman mendadak.

"Tuan Suami, Anda selalu saja mencuri," ucap Meyta kesal tetapi ia tidak bisa menyembunyikan senyumannya.

"Tidak masalah, bukan? Yang aku curi adalah hakku dan itu adalah halal bagiku," ucap Fardan lagi dan Meyta berhenti mendebat.

Meyta meraih tangan Fardan dan menciumnya lalu ia turun dari mobil. Ketika Meyta telah masuk ke dalam gedung, Fardan pun melajukan mobilnya kembali ke perusahaan.

Di dalam gedung tampak begitu banyak anak-anak yang antusias. Di tempat les seni ini ada beberapa bidang yang bisa dipilih anak-anak sesuai minat mereka, di antaranya ada seni lukis, seni tari, drama, teater dan juga seni musik tentunya.

Meyta masuk ke ruangan kepala pengelola yayasan ini, ia disambut dengan hangat dan mereka terlibat beberapa percakapan sebelum akhirnya Meyta diantar menuju ke ruangan di mana ia akan mengajar.

"Ijazah Anda bahkan dari luar negeri dan lulusan terbaik, bukankah sangat sayang jika hanya bekerja di tempat ini?" ucap Ibu Kepala.

Meyta terkekeh. "Itu bukan masalah, Bu. Saya lebih suka berbagi ilmu pada anak-anak, melihat mereka yang sangat antusias saya sendiri justru lebih bersemangat. Jika membimbing sejak mereka usia dini maka sudah pasti kelak mereka akan menjadi yang terbaik," ucap Meyta menanggapi.

"Anda benar, saya sendiri sangat betah di yayasan ini. Semoga Andq juga ya Bu. Selamat mengajar, ini kelas Anda," ucap Ibu Kepala kemudian ia meninggalkan Meyta.

Sebelum membuka pintu, Meyta mengambil udara sebanyak-banyaknya untuk cadangan di paru-parunya. Ia memegang handel pintu kemudian ia membuka pintu tersebut.

Hal pertama yang Meyta lihat adalah ruangan yang kacau, lalu ada beberapa kelompok kecil yang sedang berdiskusi entah itu berdiskusi tentang edukasi atau keseharian mereka. Ada juga salah satu murid yang terlihat menyendiri dan menundukkan kepalanya di meja.

"Selamat siang Anak-Anak ...!" ucap Meyta dengan suara sedikit lantang.

Atensi para calon musisi itu langsung teralihkan. Mereka menatap heran pada sosok yang baru pertama kali mereka lihat.

"Ayo duduk di kursinya masing-masing. Saya tidak akan memperkenalkan diri dan memulai kelas sebelum kalian tertib," ucap Meyta lagi.

Anak-anak itu pun langsung kembali ke bangku mereka, tetapi tatapan Meyta masih tertuju pada satu murid yang tetap dengan posisinya yaitu menundukkan kepalanya di atas meja. Awalnya Meyta mengira ia tertidur tetapi saat ia mendekat ternyata anak lelaki yang tampan itu justru mengangkat wajahnya.

"Aku baik-baik saja."

Suara itu terdengar datar, dingin, dan ... Meyta tidak bisa menjelaskan lagi tetapi ia bergegas kembali ke depan kelas.

Meyta mulai memperkenalkan dirinya, ia juga mengabsen satu per satu muridnya. Kelas ia mulai dengan beberapa latihan dasar dan pengenalan. Beberapa murid perempuan antusias sedangkan salah satu murid lelaki yang tadi dihampiri Meyta tetap saja sama. Meyta harus lebih bersabar, mungkin anak itu sedang memiliki masalah sehingga ia diam saja sebab menurut Kepala Yayasan di kelas ini semua murid sangat antusias.

Hingga pelajaran hari ini berakhir, Meyta menemani seluruh muridnya keluar dari kelas dan menunggu jemputan mereka datang di ruang tunggu. Anak tadi terlihat diam saja, Meyta banyak menaruh perhatian padanya tetapi sikap dinginnya membuat Meyta tak bisa berkata apapun.

Satu per satu muridnya telah dijemput dan tersisa murid pendiam itu. Meyta menghampirinya.

"Noah, mengapa kamu diam saja? Miss ada salah? Atau kamu punya masalah?" tanya Meyta.

Noah namanya, ia mengangkat wajahnya sambil menatap datar pada Meyta. "Tidak Miss," jawabnya singkat.

Meyta menghela napas, ia melihat ke arah pintu mencoba mencaritahu apakah orang tua Noah sudah datang atau belum tetapi yang terlihat hanya mobil Fardan yang baru saja datang.

Fardan turun dari mobil dan tersenyum sambil berjalan ke arah Meyta.

"Nyonya Istri sudah selesai mengajar? Oh ya, dia siapa?" tanya Fardan, ia mengambil tempat duduk di samping istrinya.

"Noah, dia murid di kelasku. Belum dijemput jadi aku menemaninya di sini," jawab Meyta.

Fardan menganggukkan kepalanya mengerti. Ia kemudian menawarkan untuk mengantar Noah tetapi anak itu diam saja.

"Hari semakin senja, gedung akan ditutup, ayo pulang bersama Miss," ajak Meyta.

"Aku tidak ingin pulang, Miss. Mommy dan Daddy pasti tidak mencariku, untuk apa pulang jika anak bipolar sepertiku tidak bisa diterima oleh mereka."

Ucapan Noah seakan mencekik leher Meyta. Dadanya terasa sesak hingga tanpa sadar ia menetaskan air mata lalu memeluk Noah.

"Kamu itu spesial. Jangan menghakimi dirimu sendiri karena penyakit yang bukan kamu yang menginginkannya. Semangat ya, Nak. Sembuh mungkin mustahil tetapi percayalah Tuhan selalu melindungi," ucap Meyta,ia mengusap air matanya kemudian mencium puncak kepala Noah.

Sikap Meyta tersebut tentu menjadi perhatian Fardan. Ia menatap Meyta dengan dalam dan tenggelam dengan pemikirannya. Saat Meyta menatapnya Fardan langsung menyunggingkan senyuman.

"Miss, aku ingin pulang ke rumah Tuhan. Aku tidak diinginkan, hanya Grandma yang mencintaiku tetapi aku tidak ingin membebaninya. Kasihan, dia sudah begitu tua untuk merawat ku," ucap Noah lagi yang semakin menghancurkan hati Meyta.

Jelas Meyta memahami perasaan anak ini, sama persis seperti apa yang ia rasakan saat psikiater itu menyatakan jika ia mengidap bipolar disorder.

"Jangan berpikiran seperti itu, Noah. Miss akan membawamu pulang ke rumah Grandma jika tidak ingin pulang ke rumah orang tuamu. Percayalah jika Grandma akan menerima kamu apa adanya sebab katamu dia sangat sayang padamu. Tetapi kita harus mengabari orang tuamu dulu ya," bujuk Meyta.

"Kak, boleh, 'kan?" tanya Meyta meminta persetujuan Fardan.

"Oh ya, tentu boleh," jawab Fardan sedikit gelagapan.

Meyta tersenyum. Ia meminta nomor telepon orang tua Noah tetapi yang diberikan oleh Noah adalah nomor telepon pengasuhnya. Setelah mendapat persetujuan mereka pun mengantar Noah.

'Cukup aku saja yang menderita gangguan seperti ini, Tuhan ... mengapa anak sekecil Noah harus mengalaminya juga?' rintih Meyta dalam hati.

Fardan menggenggam tangan istrinya sementara satu tangannya ia gunakan untuk menyetir. Meyta sedikit terperangah, suaminya seakan tahu jika ia sedang terpuruk. Genggaman ini lebih terasa penguat daripada sekadar sikap romantis.

'Apakah ...?'

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!