"Tisha bahagia banget kerja di sini, Bu!" ujar Tisha saat melakukan panggilan video call dengan ibunya.
Tisha memamerkan kamarnya melalui kamera belakang.
"Lihat deh, ada AC nya, ada kamar mandinya!" lanjut Tisha.
"Wah, seru banget, Kak!" seru Yudha yang sedang duduk di samping ibunya.
Ibunya Tisha tersenyum bahagia jika mengetahui anaknya bekerja dengan baik.
"Jaga diri baik-baik, ya, Nak!" hanya itu yang dapat ibunya katakan.
Doa ibunya selalu menyertai perjalanan Tisha saat bekerja. Hanya doa yang mampu ibunya berikan. Jarak mereka jauh. Ditempuh dengan pesawat saja butuh waktu dua jam.
"Kak, gimana sih rasanya tinggal di apartemen? Keren banget bisa tinggal di apartemen?!" ujar Yudha dengan antusias.
Tisha tertawa kecil. "Pengen, ya?" goda Tisha.
"Kak Tisha!" panggil Cean yang tiba-tiba masuk ke dalam kamar Tisha.
"Bu, nanti lagi ya, ada Cean!" ujar Tisha langsung mengakhiri panggilan dengan ibunya.
Nizar tidak mengizinkan Tisha atau orang terdekat lainnya untuk berlebihan dalam mengekspos putranya. Sehingga, Tisha memilih mengakhiri panggilan dengan ibunya.
Ibunya juga bisa mengerti karena Tisha sudah bercerita dengan jelas. Foto yang Tisha kirim kepada ibunya waktu itu akan menjadi foto pertama dan terakhir yang Tisha kirim. Walaupun di ponselnya banyak sekali foto Cean hasilnya memotret sendiri.
"Kak Titi, Cean mau roti bakar!" pinta Cean.
Tisha tersenyum, "Kenapa siang-siang gini pengen roti bakar? Lapar, ya?" tanya Tisha.
Cean langsung meraih tangan Tisha dan menariknya menuju dapur. Kamar Tisha memang hampir dekat dengan dapur. Sedangkan kamar Cean dekat dengan kamar papinya di area ruang tv.
Apartemen ini memiliki tiga kamar. Kamar milik Nizar adalah yang paling besar, sedangkan milik Tisha adalah yang paling kecil. Ada juga satu ruang tak terpakai, lalu Nizar gunakan sebagai ruang kerja.
Sesampainya di dapur, Tisha langsung mengambil roti untuk dibakar.
"Mau rasa melon, Kak!" ucap Cean sambil berusaha naik ke kursi meja bar yang cukup tinggi.
"Siap, Pak Bos!" seru Tisha sambil memberi hormat kepada Cean.
Sedangkan Cean yang diberi hormat justru terkikik.
"Ada tamu, ya?" tanya Tisha.
Cean mengangguk. "Om Andre!" jawabnya singkat.
"Oh," Tisha ber-oh ria.
"Kak Titi suka sama Om Andre nggak?" tanya Cean.
Titi yang sedang mengoleskan selai melon ke roti yang akan ia panggang langsung menoleh kepada Cean.
"Menurut Cean bagaimana?" Tisha justru balik bertanya.
Cean menggeleng. "Lebih baik suka sama Papi daripada sama Om Andre!"
"What?" pekik Tisha.
"Papi kan tampan, tinggi, baik, dan banyak uang!" Cean mencoba mempromosikan papinya sendiri.
Tisha tidak kuat menahan tawa. Dia langsung mendekat kepada Cean dan mengacak-acak rambut Cean.
Cean justru ikut tertawa melihat Tisha tertawa. Tetapi tindakan Cean bukanlah tindakan yang salah. Mempromosikan papinya dengan kata-kata yang baik menandakan dia anak yang berbakti.
"Lagi pula Papi juga tidak punya istri " lanjut Cean sembari tetap tertawa.
Tisha tidak bisa menghentikan tawanya saat melihat Cean tertawa lepas. Giginya yang rapi, kecil-kecil, dan putih itu lucu sekali. Apalagi matanya terpejam saat tertawa.
"Tapi Kak Titi sudah punya orang yang Kak Titi sukai!" ujar Titi dengan senyum-senyum.
"Siapa?" tanya Cean dengan penasaran.
Ada baiknya juga ternyata Cean bersikap dewasa. Walaupun dewasa tapi dia juga polos. Ah, entahlah, Tisha sulit menjelaskan.
"Om Andre, ya?" tanya Cean dengan serius.
Tisha langsung mencubit pipi Cean dengan gemas.
"Kamu umur berapa sih kok kepo banget sama kisah percintaannya Kak Titi?" tanya Tisha dengan gemas.
"Masih lima tahun juga. Sudah kepo!" sambung Tisha sambil mencubit hidung mancung Cean.
"No, satu bulan lagi Cean sudah umur enam tahun, Kak. Cean sudah besar!" Cean selalu menolak jika dikatakan masih berusia lima tahun, karena satu bulan lagi dia berusia enam tahun.
"Iya deh iya, udah gede udah enam tahun!" Tisha tertawa sembari menggelengkan kepala.
Sedangkan Cean mengangguk dengan serius.
"Kamu pengen tahu ya Kak Titi suka sama siapa?" ujar Tisha sambil menggoda Cean supaya dia lebih penasaran.
Cean mengangguk dengan mantap.
"Tapi katanya mau roti bakar. Udah, ah, Kak Titi mau bakar roti dulu!" Bukannya memberi tahu siapa lelaki yang disukai Tisha. Justru dia berbalik badan menuju dapur untuk membakar roti.
Cean mendengus kesal. Dia turun dari kursi dan mendekat kepada Tisha.
"Kak Titi nggak seru! Padahal membuat sambil bercerita kan bisa!" gerutunya.
"Wah, lagi ngapain nih? Cerita apa nih kok kedengeran nya seru banget? " Terdengar suara Andre dari meja bar.
Tisha langsung meletakkan jari telunjuknya di depan bibir. Cean juga langsung menirukan meletakkan jari telunjuknya di depan bibir kecilnya. Ini pertanda jika obrolan mereka tadi tidak boleh diketahui oleh orang lain selain mereka berdua.
Sejujurnya menjadi pengasuh bagi Cean membuat Tisha merasa punya sahabat baru. Cean yang dewasa, tapi juga polos ini bisa menjadi teman bicara yang baik bagi Tisha. Tentu saja dengan kepolosannya, dia bisa menjadi sahabat yang tulus bagi Tisha. Apalagi Cean selalu berpihak kepadanya.
"Roti bakar, Om!" jawab Cean seadanya.
"Wah, mau dong!" seru Andre.
Lalu Andre berjalan mendekat kepada Tisha dan berdiri di samping kiri Tisha. Sedangkan Cean berdiri di samping kanan Tisha. Jadilah Tisha diapit oleh dua pria tampan.
"Jago juga ya buat roti bakarnya!" puji Andre.
Tisha tertawa kecil. "Dulu pernah jualan roti bakar waktu sekolah!"
"Oh, ya?"
Andre pura-pura terkejut mendengarnya. Sejujurnya Andre sudah tahu tentang hal ini. Banyak hal yang sudah Andre ketahui tentang Tisha tanpa sepengetahuan Tisha sendiri.
Tentu saja hal ini karena perintah Nizar saat ingin memastikan jika pengasuh untuk anaknya memang memiliki latar belakang yang baik.
"Om Andre kalau mau, ya buat sendiri dong! Roti bakar buatan Kak Titi khusus untuk Cean saja!" protes Cean.
Andre cemberut. "Pelit banget sih Tuan Muda ini. Om Andre kan juga mau buatan Kak Titi!" keluh Andre seperti anak kecil.
Cean menggeleng. "Om Andre itu makannya banyak. Nanti Cean tidak kebagian!"
Andre melongo. Sedangkan Tisha tertawa puas mendengarnya.
"Roti bakar untuk Cean sudah jadi!" seru Tisha.
"Om Andre kalau mau, buat sendiri, ya!" lanjut Tisha yang sudah selesai membakar dua lembar roti berselai melon.
Tisha menyajikan roti itu di atas piring. Lalu, membawanya ke meja makan minimalis yang ada di dekat meja bar.
"Loh, Ti, aku juga mau!" Andre mengekor kepada Tisha dengan wajah memelas karena ternyata Tisha benar-benar tidak membuatkan roti bakar untuk dirinya.
Cean senang sekali melihat hal ini. Dia menggoda Andre dengan menjulurkan lidahnya. "Wlee!"
"Khem,"
Mereka bertiga langsung terdiam saat mendengar suara big bos yang sedang berdehem.
Big bos yang kuasanya bisa mempengaruhi kelangsungan hidup mereka bertiga.
"Hai, Papi!" sapa Cean sambil melambaikan tangannya.
Nizar berdiri sedikit jauh dari mereka. Kedua tangannya masuk ke dalam saku celana kanan dan kiri.
"Rebutan apa sih kok suaranya berisik banget sampai depan?" tanya Nizar dengan serius dan tatapan yang tajam.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 75 Episodes
Comments
Mama Jihan
makin seruh nih
2024-03-29
2
Sidieq Kamarga
Ha haiiiii Tuan Besar kepo juga ya !!! 😀😀😀
2024-03-18
2
Nata liya kolo Nataliya
ada yg kepo ni yeh
2024-03-10
2