Mobil mewah hitam ini membawa Tisha meninggalkan kota kelahirannya. Mobil itu berjalan menuju bandara.
"Kakak tidak sedih kan tidak di sini lagi?" tanya Cean yang sedang duduk di samping Tisha.
Cean enggan untuk duduk di samping papinya. Dia justru memilih duduk di baris paling belakang bersama Tisha.
"Enggak dong. Justru kakak seneng bisa sama Cean!" jawab Tisha.
Cean senang mendengar jawaban Tisha.
"Kak Tisha punya teman banyak atau tidak di sekolah?" tanya Cean.
Mereka sudah lima belas menit berada di dalam mobil. Untuk sampai di bandara butuh lima belas menit lagi.
Sejak lima belas menit yang lalu juga Cean tidak berhenti berceloteh.
"Punya banyak dong. Ada berapa ya?" ucap Tisha sambil mengingat jumlah temannya saat sekolah sampai kuliah.
Cean menyimak menunggu Tisha mengingat berapa jumlah temannya.
"Sepuluh, iya, sepuluh!" jawab Tisha saat berhasil mengingat.
Cean ternganga. "Banyak sekali?"
Tisha mengangguk dengan semangat. "Memang banyak. Ada namanya Vivi, Oca, Una, Dita, Mumu, Aziz, Nita, Ulin, Ina, dan Andre!"
Cean melongo. "Wah, teman Kak Tisha ada yang namanya Andre?"
"Seperti Om Andre, saja!" lanjutnya sambil terkikik dan menutup mulutnya dengan tangan.
Tisha tersenyum nyengir.
"Om Andre temannya Kak Tisha, ya?" tanya Cean menggoda Andre.
Andre yang duduk di kursi paling depan di samping sopir menoleh ke belakang sembari tersenyum.
"Iya, kan sekarang Kak Tisha jadi temannya Om Andre!" jawab Andre.
Sedangkan Nizar yang duduk di baris kedua tampak memejamkan mata. Entah dia tertidur atau hanya sekedar memejamkan mata. Tidak ada yang tahu.
Nizar merasa lelah karena pekerjaannya sangat banyak dan ditambah urusan Tisha yang membuatnya semakin lelah. Lelah fisik dan batin.
"Terus Om Andre baik atau tidak kepada Kak Tisha?" tanya Cean.
"Andre yang mana dulu nih, Andre teman sekolahnya Kak Tisha atau Om Andre yang tampan ini?" sahut Andre dengan narsis saat mengatakan dirinya tampan.
"Teman sekolahnya Kak Tisha, dong!" jawab Cean dengan cemberut.
Tisha sejak tadi hanya tertawa kecil.
"Oh, Om kira Om Andre yang ini!" ucap Andre sembari tertawa kecil.
"Baik, Om Andre teman sekolah Kak Tisha sangat baik!" jawab Tisha.
"Kalau Om Andre yang itu?" tanya Cean sambil menunjuk Andre yang sesekali menoleh ke belakang.
"Baik dong. Om Andre ini kan baik ke semua orang!" sahut Andre sambil tersenyum membanggakan dirinya sendiri.
"Iya, Om Andre baik!" jawab Tisha.
"Kalau teman Cean banyak nggak? Namanya siapa saja?" tanya Tisha.
Cean dengan antusias menceritakan teman-temannya di sekolah.
"Ini sih nyari pengasuh sekaligus kakak untuk Cean," batin Andre sambil senyum-senyum.
Nizar terbangun saat mendengar handphone nya berdering.
"Halo, Ma!"
"Kamu jadi pulang hari ini kan? Mama dengar kamu sudah mendapatkan pengasuh untuk Cean?" tanya seorang wanita dari seberang sana.
"Iya, sudah, Ma!" jawab Nizar sambil mengusap-usap wajahnya karena ternyata Nizar memang tertidur barusan.
"Bagus kalau begitu. Berarti dia yang terbaik di antara yang baik. Mama tidak sabar ingin bertemu pengasuh baru Cean!" ucap seorang wanita yang ternyata adalah omanya Cean.
Nizar tersenyum miring. 'Terbaik di antara yang baik. Sangat tidak bisa diterima akal!' batin Nizar.
*****
"Menjual diri yang anakmu?" sindir Pak Darto.
"Anak saya tidak seburuk itu, Pak. Tisha bekerja sebagai pengasuh!" bantah ibunya Tisha yang tidak terima anaknya dikatakan menjual diri.
Tisha sudah menjelaskan tentang uang yang dipinjamkan oleh bosnya kepadanya untuk melunasi hutang.
"Membual saja kamu ini. Di mana ada orang yang mau memberikan uang seratus juta untuk melunasi hutang!" cibir Pak Darto.
Pak Darto membuang puntung rokoknya secara sembarangan di lantai rumah Tisha.
"Kamu tidak malu kalau orang satu desa tahu anakmu menjual dirinya seharga seratus juta?"
Ibunya Tisha berusaha terus mengontrol emosinya. Dulu memang pantas dihina karena memiliki hutang yang banyak. Tapi sekarang sudah berhasil membayar hutang kepada Pak Darto, lantas apakah masih pantas jika ia masih dihina.
Ibunya Tisha memaksa tersenyum walaupun hatinya sakit dan ingin marah kepada Pak Darto.
"Seburuk apapun anak saya, saya tidak akan pernah sekalipun merasa malu. Bahkan jika anak saya memberikan kotoran di wajah saya, saya tidak akan pernah merasa jijik!" jawab Ibunya Tisha dengan yakin.
"Tapi sayangnya hal itu tidak akan pernah terjadi, Pak. Tisha adalah anak yang baik. Saya tahu dia bekerja sebagai baby sitter. Semalam dia sudah menelpon saya!" lanjutnya.
"Cuih," Pak Darto membuang ludahnya ke lantai.
Dada ibunya Tisha naik turun. Dia merasa jijik dengan orang tua di depannya ini. Pantaskah dia bertindak tidak sopan di rumah orang lain.
Dia pikir ludahnya itu terhormat sehingga dengan mudahnya mengotori lantai rumah orang.
Pak Darto menatap sinis ibunya Tisha. Pak Darto merasa tidak terima Tisha mampu melunasi hutang kepadanya.
Pak Darto susah membayangkan sebentar lagi akan memperistri Tisha, tapi justru hal itu tidak dapat terwujud.
"Saya rasa urusan kita sudah selesai, Pak!" ucap ibunya Tisha yang enggan Pak Darto berlama-lama berada di sini.
Tidak masalah dikatakan tidak sopan karena secara tidak langsung mengusir tamu. Bagi ibu Tisha yang paling penting adalah hutang kepada Pak Darto lunas dan tidak berhubungan lagi dengan rentenir kolot yang tidak tahu diri dan tidak sadar umur.
Berhubungan dengan Pak Darto karena masalah hutang adalah hal membuat hari-hari ibu Tisha terasa gelap.
Apalagi hutang ini juga tanpa sepengetahuannya, rasanya bercampur aduk antara kaget, tidak menyangka, dan bingung.
Tentu saja ibunya Tisha kecewa dan marah kepada mendiang suaminya. Namun, mengingat suaminya sudah meninggal, ibunya Tisha tidak ingin suaminya tidak tenang di alam sana. Jadi, dia berusaha ikhlas menggantikan beban hutang sebanyak itu.
Bapaknya Tisha yang meninggal karena serangan jantung mungkin juga akibat dari hutang segitu banyaknya.
Hal ini menjadi pelajaran bagi ibunya Tisha agar lebih berhati-hati. Ibunya Tisha ingin hidup semampunya saja. Dia tidak ingin berhutang.
Umur juga tidak ada yang tahu. Takutnya belum sampai melunasi hutangnya, tapi sudah kembali kepada Sang Pencipta. Pada akhirnya akan membebani yang masih hidup.
Jika hutang dengan jumlah yang kecil tidak begitu berat. Akan tetapi, jika hutangnya dengan jumlah yang besar seperti ini, namanya mengajak mati bersama.
Ibunya Tisha sangat yakin karena semalam Tisha mengirim foto dirinya bersama Cean. Tisha mengatakan jika Cean adalah anak yang dia asuh. Tisha sudah menjelaskan sejauh yang ia paham. Tisha juga sudah berpamitan jika hari ini akan ikut bosnya ke daerah asal bosnya tinggal.
Mengirim foto Cean kepada ibunya termasuk salah satu larangan dari Nizar yang tertulis di dokumen perjanjian bermaterai.
Tisha terpaksa secara sembunyi melakukan itu dan melanggarnya karena ia ingin memberi kepastian kepada ibunya. Hal tersebut dilakukan agar ibunya tenang.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 75 Episodes
Comments
Yani
Mudah"an oma Cean bsik tidsk seperti pak Nizar
2024-05-13
0
martina melati
mudahan dkemudian hr tidak menjadi masalah
2024-02-21
1
martina melati
usir aja bu, anda berhak krn org lansia itu sdh mengotori rumah ibu
2024-02-21
1