"Papi, tadi Cean belum tahu nama kakak permen!" ujar Cean saat mereka sudah berada di dalam mobil.
Papinya melirik ke arah Cean. "Lain kali jangan jajan sembarangan seperti itu!" ucapnya dengan pelan tapi tegas.
"Kamu kan tidak tahu makanan itu bersih atau tidak. Bagaimana cara orang tersebut membuat, bahannya apa, dan apakah yang menjual bisa menjaga kebersihannya atau tidak," lanjutnya.
Cean cemberut dan langsung memeluk erat permen gulali tersebut. Ia takut permen itu direbut paksa, lalu dibuang oleh papinya.
"Jangan dimakan!" pinta papinya dengan tegas.
"Tapi Papi harus janji kalau permennya ini nggak boleh dibuang!" gumam Cean tapi masih bisa terdengar jelas.
"Asal permen itu tidak menimbulkan semut!" jawab papinya dengan singkat, lalu sibuk dengan iPad nya.
Cean sekilas melirik papinya yang duduk di sebelah kirinya. Dua manusia beda generasi ini sedang perang dingin karena sebuah permen gulali berbentuk kucing.
Cean tetap memeluk permen gulali itu dengan sepenuh hati. Takut jika sewaktu-waktu papinya akan membuangnya.
Tak lama kemudian pria yang satunya masuk ke dalam mobil tepat di kursi kemudi. Bajunya basah karena dia tidak menggunakan payung.
"Om Andre, Kakak Permen tadi namanya siapa?" tanya Cean dari tempat duduknya di kursi baris kedua.
Pria itu bernama Andre. Andre yang menyalakan mobil itu sontak menoleh ke belakang.
Andre tersenyum kepada Cean. "Belum kenalan, besok kalau udah kenalan, Om kasih tau, ya!"
"Jangan menjanjikan sesuatu yang tidak pasti!" sahut papinya Cean sambil tetap fokus dengan iPad nya.
Andre langsung mengangguk sambil tersenyum.
"Siap salah, Pak Nizar!"
"Om Andre suka nggak sama Kakak Permen?" celetuk Cean.
Andre mengerutkan dahi bingung. Kenapa Cean tiba-tiba menanyakan hal seperti ini.
"Kalau Cean sih suka sama kakak permen tadi!" lanjut Cean.
Andre terkekeh. Rupanya kakak permen telah berhasil merebut hati Cean.
"Jangan bicarakan sesuatu yang tidak penting!" sahut papinya Cean dengan dingin dan tegas.
Andre langsung berekspresi datar dan kembali fokus pada tugasnya untuk mengendarai mobil.
"Ih, papi nggak asyik!" gumam Cean dengan cemberut.
Andre menahan tawanya sambil mengemudikan mobil.
***
"Kamu gimana sih, Ti? Ibu ini semangat kerja karena ingin kamu tetap lanjut kuliah. Kenapa malah kamu yang ingin berhenti kuliah?"
"Titi mau kerja aja, Bu. Hutang kita banyak. Titi mau bantu ibu cari uang!" jawab Titi.
Ibunya yang sedang menggoreng tempe memutar posisinya menghadap Tisha yang sedang duduk di lantai memotong buncis.
"Ibu nggak setuju!" tegas ibunya.
Tisha menghembuskan napasnya dalam.
Setelah menyelesaikan potongan buncis terakhir, ia berdiri lalu menuju wastafel untuk mencuci buncis di dalam kotak plastik yang sudah dipotong-potong.
Setelah itu ia meletakkan buncis di dalam kotak plastik yang sudah bersih di dekat kompor tempat ibunya menggoreng tempe.
"Bu," panggil Tisha dengan suara yang lembut. Ia berdiri tepat di samping ibunya dan mereka berdua saling berhadapan.
"Titi janji, Titi akan melanjutkan kuliah. Setelah Titi dapat kerja, bisa punya uang, dan sudah berusaha untuk membantu ibu melunasi hutang, Titi janji akan melanjutkan kuliah, Bu!" jelasnya.
Ibunya hanya diam sambil mencerna apa yang anaknya katakan.
"Titi janji Bu. Titi akan membanggakan ibu dengan jadi sarjana nanti. Lagipula Titi masih sampai semester tiga. Perjalanan Titi masih panjang untuk kuliah!"
"Kalau Titi nggak bisa bantu melunasi hutang, setidaknya Titi bisa membantu untuk membiayai kehidupan sehari-hari dan juga biaya sekolahnya Yudha. Jadi gaji hasil ibu kerja bisa terkumpul untuk membayar hutang!" jelas Tisha.
"Tolong Ibu percaya ya sama Titi, ya!" ucapnya memohon kepada ibunya.
Sang ibu tercekat mendengar penjelasan anak pertamanya. Tidak ada ibu yang ingin anaknya mengorbankan pendidikannya demi membantu perekonomian keluarga.
"Ti, ibu minta maaf tidak bisa memberikan hak mu sebagai anak!" Ibunya meminta maaf dengan mata yang berkaca-kaca.
Tisha tersenyum sambil menggenggam kedua tangan ibunya.
"Titi janji akan membantu Ibu!" ucapnya dengan yakin.
"Kalau begitu Yudha mau kerja juga. Yudha nggak usah lanjut sekolah!" Adik Tisha yang sedari tadi sembunyi dari balik gorden penyekat dapur dan ruang keluarga itu keluar.
"Enggak, kamu harus lanjut sekolah!" sahut Tisha dengan cepat.
"Aku kan juga mau bantu Ibu, Kak! Apa salahnya?"
"Kamu sekarang masih kelas dua SMA, Dek. Kalau mau berhenti sekolah buat kerja, kamu mau kerja apa? Kamu mau jadi apa?"
"Lha, Kakak sendiri juga mau berhenti kuliah. Emang mau kerja apa?" Yudha justru balik bertanya.
Tisha terdiam. Sebenarnya ia juga belum tahu mau kerja apa dan di mana. Akan tetapi dia harus berusaha mencari pekerjaan. Pekerjaan apapun rela ia lakukan asalkan pekerjaan itu halal.
"Kamu harus lanjut sekolah, Dek. Kamu harus lanjut kuliah dan jadi orang sukses. Kamu harus bisa banggain ibu dan kakak!" ucap Tisha dengan pelan.
Yudha menghembuskan napasnya kasar dan langsung berlalu pergi.
Sore harinya Tisha memutuskan untuk berkeliling mencari lowongan pekerjaan. Tisha juga sudah bertanya kepada teman-temannya dan memanfaatkan media sosial untuk mencari informasi lowongan pekerjaan.
Tisha akan memasukkan surat lamaran pekerjaan ke tempat-tempat dari informasi yang dia dapatkan. Ada lowongan pekerjaan sebagai kasir toko swalayan, waiters di cafe, pelayan toko baju, dan di kantor-kantor kecil yang menerima ijazah SMA untuk bekerja di sana.
Tisha berharap setidaknya salah satu dari mereka ada yang bisa menerimanya, kerena Tisha sangat membutuhkan pekerjaan saat ini.
Tisha memutuskan berhenti di mini market karena ia haus. Motor matic berwarna hitam yang sudah menemani Tisha sejak SMA ia parkirkan dengan rapi di depan mini market yang kebetulan tidak ramai.
Di parkiran itu hanya ada dua motor dan satu mobil mewah.
Sebenarnya terbesit niat untuk menjual motornya. Di rumahnya ada dua motor, yang satunya milik Yudha untuk bersekolah.
Akan tetapi Tisha bimbang karena jika ia menjual motor miliknya, maka di rumahnya hanya ada satu motor.
Kasihan Yudha jika fasilitas untuk sekolah miliknya diganggu. Tisha tidak ingin mengganggu kelancaran adiknya dalam bersekolah.
Saat Tisha sudah berada di dalam mini market, ia langsung menuju showcase untuk mengambil air mineral dingin.
Sesampai dia di depan showcase dan bersiap untuk mengambil minuman, tiba-tiba ada tangan lain yang juga ingin mengambil minuman di dalamnya.
Secara reflek Tisha menoleh kepada orang yang juga ingin mengambil minuman dingin itu.
Setelah melihat orang tersebut, Tisha melemparkan senyum lalu kembali melihat ke depan untuk mengambil air mineral dingin.
"Kamu yang kemarin, kan?" tanya orang tersebut kepada Tisha.
Tentu saja Tisha kembali menoleh ke orang tersebut. Tisha bingung apa maksud perkataan orang tersebut.
"Kalau saya tidak salah orang, kamu yang bersama Cean semalam kan?"
"Wah, suatu kebetulan kita bisa bertemu lagi," sambungnya.
Tisha langsung melotot. Tidak lama kemudian dia langsung tersenyum menampakkan giginya.
"Om, yang semalam itu, kan? " tanya Tisha dengan antusias. Tisha sudah ingat dengan orang tersebut.
"Iya, perkenalkan nama saya Andre!" ucapnya sambil menjulurkan tangan.
Tisha tertawa kecil sambil menerima jabatan tangan pria tersebut.
"Saya Tisha!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 75 Episodes
Comments
Yani
Kayanya Andre asistenya papinya Cean
2024-05-13
0
Lilik Rudiati
baru nemu ya thor
2024-03-15
2
Sidieq Kamarga
Author aku mampir ye, mau nyusul yang sudah duluan
2024-03-10
1