Bohong bila Tisha tidak bingung. Tidak ada siapapun yang bisa ia tanya perihal Cean. Hanya Bi Mun tadi yang memberi tahu apa yang biasanya Cean makan dan sukai.
Untuk hal lainnya tentang Cean, para pelayan tidak ada yang tahu. Bahkan Bi Aning selaku kepala karyawan juga tidak tahu menahu. Jika Tisha bingung, Bi Aning menyuruhnya agar bertanya langsung kepada Tuan Nizar atau Tuan Andre.
Mungkin satu-satunya orang yang bisa Tisha tanya adalah Andre. Enggan sekali jika harus bertanya kepada Nizar. Bukannya takut, tapi lebih baik menghindar demi kewarasan batinnya.
Tisha mengambil piyama tidur berwarna biru langit. Tisha tidak menemukan motif pakaian yang lucu. Semuanya polos dan jika ada motif pun, itu motif garis-garis.
"Apa iya kamu nggak pernah lihat kartun-kartun yang lucu di televisi?" gumam Tisha sembari menutup lemari itu lagi.
Tisha terperanjat saat membalikkan badan, ia melihat Nizar yang sudah duduk di ujung ranjang milik Cean.
Tisha tidak mendengar ada orang yang membuka pintu kamar tersebut. Entah memang Tisha yang tuli atau dirinya yang terlalu fokus meratapi nasib Cean yang tidak seperti anak-anak pada umumnya.
Berbeda dengan biasanya, kali ini Nizar tidak memandang Tisha dengan sinis, tapi tetap saja dengan tatapannya tajam.
'Bisa nggak sih lihatnya biasa aja gitu!' gerutu Tisha dalam hati.
"Kamu bekerja di sini sebagai pengasuh untuk Cean, bukan sebagai pengagum ketampanan saya!" ujar Nizar dengan ekspresi yang tetap datar.
Tisha melotot. Dia tidak percaya dengan apa yang barusan ia dengar.
'Ih, dasar tukang fitnah, narsis, siapa juga yang kagum. Mendingan kagum sama Om Andre daripada sama Om-Om galak ini!' hujat Tisha dalam hati.
Tisha berusaha mengatur ekspresi wajahnya sebaik mungkin. Dia mencoba tersenyum dengan ramah walaupun dalam hatinya sedang menghujat Nizar.
"Maaf, Pak Nizar, saya tadi tidak mendengar Bapak masuk!" ucap Tisha meminta maaf.
"Memang budek!" jawab Nizar singkat dan padat.
Tisha langsung menelan ludahnya dengan susah payah.
'Ternyata di dunia ini memang benar-benar ada orang yang dengan mudahnya menyebut orang lain dengan sebutan-sebutan yang buruk!' batin Tisha dengan kesal.
Ingin sekali ia protes langsung kepada Nizar. Tetapi Tisha masih sayang dengan pekerjaannya. Tisha tidak ingin kehilangan pekerjaannya begitu saja.
"Tunggu apa lagi? Kau mau jadi patung di situ?" tanya Nizar dengan mulut pedasnya.
Tisha tersenyum sembari mengangguk.
'Baik Yang Mulia Paduka Raja!' batin Tisha.
Tisha langsung berjalan mendekat kepada Cean dan menjalankan tugasnya untuk mengganti pakaian Cean.
Dengan telaten dan pelan-pelan Tisha menggantinya. Tisha tidak ingin tidur Cean terganggu karenanya.
Setelah berhasil mengganti pakaian Cean tanpa membangunkannya, Tisha tersenyum lebar.
'Satu tugas selesai!' batin Tisha.
Dia selalu menghargai setiap moment pekerjaannya dan akan selalu dia kenang selamanya.
"Letakkan saja baju kotor Cean di keranjang yang ada di kamar mandi. Setelah itu kamu duduk di sofa dan makan makanan milik Cean!" perintah Nizar sambil menunjuk makanan yang tadi Tisha letakkan di meja belajar.
Tisha ternganga, "Maaf, Pak, tapi makanan itu untuk Tuan Muda!" tolak Tisha.
"Apa matamu buta tidak bisa melihat Cean yang sedang tidur?" tanya Nizar.
Tisha membuang napasnya dalam. 'Dasar, Tisha buta dan tuli!' batin Tisha menirukan umpatan yang Nizar berikan kepadanya.
"Tapi Tuan Muda belum makan, Pak!" ucap Tisha menyampaikan kenyataan.
"Biarkan saja. Nanti jika dia bangun dan lapar, barulah ambilkan makanan. Dia tampak lelah dengan perjalanan yang cukup panjang tadi. Jangan mengganggu tidurnya!" jawab Nizar dengan nada yang menurun sembari menyelimuti putranya.
Tisha bergegas meletakkan baju kotor milik Cean di keranjang yang dimaksud oleh Nizar tadi. Lalu ia mengambil makanan milik Cean dan keluar kamar.
"Makan di sofa saja, Tisha. Kamu tidak dengar perintah saya yang tadi?" tanya Nizar saat tahu Tisha yang ingin keluar kamar.
"Saya makan di luar saja, Pak. Saya takut mengganggu Tuan Muda yang sedang tidur!" tolak Tisha dengan sopan.
Tisha juga tidak ingin berlama-lama berada dalam satu ruangan bersama Nizar. Rasanya oksigen di kamar mewah ini semakin menipis dan menimbulkan sesak.
Lagi pula Cean juga sedang tidur. Besok pagi buta Tisha akan kembali ke kamar ini untuk menjalankan tugasnya sebagai pengasuh.
"Silahkan saja kalau mau keluar. Mungkin kamu ingin mendobraknya atau menembusnya?" cibir Nizar sembari tertawa mengejek.
"Ha, maksudnya?" Tisha masih tidak paham dengan perkataan Nizar.
Tisha lalu bergegas membuka pintu kamar Cean.
'Hah, dikunci?' batin Tisha dengan bingung.
Pintunya terkunci. Kuncinya juga tidak ada. Bukannya tadi menggantung di tempatnya.
"Boleh minta tolong bukakan pintunya, Pak?" pinta Tisha dengan sopan. Tisha paham jika ini pasti ulah Nizar.
"Apa kamu benar-benar tuli sehingga tidak mendengar perintah saya tadi, Tisha? Kamu mau saya pecat?" gertak Nizar dengan suara yang sedikit tinggi.
Tisha membuang napasnya dengan kesal. Kenapa harus membawa kata pecat. Tisha tidak suka dengan kata tersebut. Tisha sangat butuh pekerjaan.
Akhirnya Tisha mengalah dan duduk di sofa. Ia mulai makan makanan Cean seperti perintah Nizar.
Nizar tersenyum miring melihatnya.
"Ternyata seru juga bisa mempermainkan dia!" batin Nizar dengan senang karena merasa memiliki mainan baru.
Nizar merebahkan tubuhnya di samping Cean. Ia memejamkan mata sambil memeluk putranya.
Tisha yang sebelumnya fokus makan karena dirinya memang lapar, merasa terhenyak saat melihat pemandangan yang ada di depan matanya.
Senang sekali melihat hal seperti itu. Terasa damai dilihat. Seorang bapak dan anak yang sedang tidur bersama.
Namun, seketika Tisha melotot saat teringat tentang pintu kamar Cean. Tisha segera beranjak dari sofa dan mendekat kepada Nizar.
"Nggak mungkin juga aku dobrak, memang aku maling di sini. Lagian siapa juga yang mau menembus pintu itu, memangnya aku makhluk halus?!" gumam Tisha yang berpikir perkataan Nizar tadi di luar nalar.
"Pak, maaf menganggu, kunci pintunya di mana ya? Saya sudah selesai makan dan mau keluar!" panggil Tisha dengan pelan kepada Nizar.
"Pak, Pak Nizar!" panggil Tisha berulang kali sambil menepuk-nepuk punggungnya.
Jujur Tisha takut menepuk-nepuk punggung Nizar. Takut Nizar bangun lalu marah karena Tisha menyentuhnya. Namun, Tisha tidak mendapatkan respon apapun. Nizar justru semakin lelap.
Tisha yang tidak ingin menyerah mencoba mencari kunci itu. Dia mencari di nakas dan laci milik Cean. Siapa tahu Nizar menyembunyikannya di sana. Namun, hasilnya nihil, tidak Tisha temukan kunci di sana.
Tisha menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Tidak mungkin malam ini dia tidur sekamar dengan Nizar dan Cean.
Bersama Cean sih tidak masalah, tapi jika bersama Nizar? Ah, apa kata pelayan yang lain. Tisha tidak ingin pelayan yang lain berpikir yang tidak-tidak tentang dirinya.
Setelah menyerah karena tidak menemukan kunci untuk membuka pintu kamar Cean, akhirnya Tisha kembali duduk di sofa.
Tisha akan menunggu Nizar bangun dan meminta kunci itu dengan baik-baik.
"Padahal pengen nyobain kasur baru!" gerutu Tisha dengan kesal.
Rasanya Tisha ingin menggigit Nizar, lalu mencabik-cabik nya.
Untung Nizar adalah bosnya. Orang yang memberi gaji untuk Tisha. Jika tidak juga Tisha enggan berurusan dan memberi hormat kepada orang seperti Nizar ini.
Tisha menunggu sampai pukul dua belas malam. Namun, tidak ada tanda-tanda Nizar bangun. Justru semakin malam dia semakin lelap.
"Aku yakin tidak semua orang kaya memiliki sikap seperti Pak Nizar. Ya Tuhan, kenapa engkau menakdirkan hamba-Mu ini bekerja dengan orang kaya yang modelannya seperti ini!" keluh Tisha yang sedang meratapi nasibnya karena tidak bisa mencoba kasur baru, justru dengan terpaksa dia tidur di sofa malam ini.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 75 Episodes
Comments
Yani
Ngapain juga Nizar nyembunyiin kunci
2024-05-14
0
Natha
Nizar kayaknya modus nih...
sengaja kunci dirinya dengan anak gadis, agar ntar kepergok mami dan Papinya langsung disuruh nikah 🤣🤣🤣
2024-02-12
7