"Kamu suka anak kecil?" tanya Andre.
"Sewajarnya saja, Pak!" jawab Tisha jujur.
"Kalau newborn saya suka banget, tapi kalau udah agak besaran, aduh, kadang bikin pusing, Pak!" lanjutnya.
Andre mengangguk. "Pekerjaan yang saya tawarkan adalah menjadi baby sitter!"
Mata Tisha terbelalak. Barusan Andre bertanya apakah Tisha suka anak kecil atau tidak. Seandainya Tisha tahu pertanyaan yang diajukan mengarah pada pekerjaan yang ditawarkan, pasti Tisha akan menjawab dengan sangat baik.
Tisha pasti menjawab jika dia sangat suka kepada anak kecil. Tisha juga pasti menjawab jika dia suka kepada anak-anak dengan segala jenis usia, bahkan mulai newborn sampai dewasa.
Tisha merutuki kebodohannya. Dia menyesal dengan jawaban yang telah ia berikan.
"Kamu bersedia?" tanya Andre dengan datar.
"Saya bersedia, Pak!" sahut Tisha dengan sungguh-sungguh.
"Baik, nanti kamu buat surat lamarannya dan berikan kepada saya!"
Pelamar kali ini masuk lewat jalur khusus. Surat lamaran yang dikirim kepada Andre hanya sebagai formalitas saja.
"Apa saya sudah pasti diterima, Pak?" tanya Tisha.
Andre tidak menjawab justru hanya tersenyum tipis kepada Tisha.
"Kamu harus segera berkemas dan besok sudah harus ikut saya!"
Tisha dibuat terkejut dengan hal ini. Sebenarnya masih banyak pertanyaan yang muncul dibenaknya.
Tisha berpikir, mana mungkin seseorang bisa se sembrono ini dalam mencari baby sitter. Kenapa dia tidak mencari orang yang berpengalaman. Kenapa justru menerima orang amatiran seperti dirinya begitu saja.
Keterkejutan Tisha semakin bertambah saat Andre mengeluarkan bertumpuk-tumpuk uang cash dari dalam tas jinjingnya.
"Ini sepuluh juta berikan untuk ibumu!"
Lalu Andre juga mengeluarkan cek senilai 110 juta. Ia menyerahkan cek itu kepada Tisha.
"Gunakan iki untuk membayar hutang!" ucapnya.
Mata Tisha terbelalak. Ia tidak bisa berkata apa-apa. Jantungnya berdegup kencang. Di hadapannya ada uang cash sepuluh juta dan cek senilai 110 juta.
Jujur baru kali ini Tisha melihat penampakan uang cash sepuluh juta dan wujud cek yang ternyata seperti ini.
Mungkin hidupnya terlalu miskin selama ini, sehingga hari ini adalah pengalaman pertama baginya untuk melihat pemandangan seperti yang ada di depannya ini.
Ia memandang Andre dengan pandangan yang sulit diartikan.
"Tapi saya tidak minta, Pak!" ujar Tisha masih dalam mode syok dan bingung.
"Kalau saya menerima ini, lalu bagaimana saya harus menggantinya ke Pak Andre?" tanya Tisha.
"Berhutang kepada saya tidak ada bunganya, Tisha. Kamu juga tidak perlu terburu-buru untuk menggantinya. Lebih baik kamu punya hutang kepada saya daripada punya hutang kepada rentenir tua itu," jawab Andre.
"Asalkan kamu dapat menjadi pengasuh yang baik dan tidak mengecewakan saya, saya tidak masalah kamu mau membayar hutang kamu ini kapan pun!" lanjutnya.
"Segera berkemas, bersiap-siap, dan berpamitan kepada ibumu. Besok tunggu saya di tempat ini. Bawahan saya yang akan menjemput kamu!"
"Kamu tidak perlu membawa pakaian banyak!"
Tisha mengambil cek itu dengan tangan yang bergetar. Bohong bila tidak banyak keraguan dalam hatinya. Bahkan Tisha juga belum yakin sepenuhnya apakah Andre ini benar-benar orang baik. Ini adalah part paling sembrono dalam hidupnya.
"Saya tahu kamu ragu. Tapi tenang saja, saya bukan orang jahat. Jika saya berkata menjadi pengasuh, berarti memang menjadi pengasuh!" jelas Andre.
Andre memaklumi Tisha yang seperti ini, karena ini juga salah dirinya yang tidak menjelaskan secara detail tentang pekerjaan Tisha sebagai pengasuh.
Andre juga tidak menjelaskan tentang dirinya dan siapa dia sebenarnya secara detail. Tisha juga belum tahu siapa Andre yang sebenarnya. Seandainya tahu juga pasti Tisha tidak akan ragu. Bisa jadi dia bersemangat seperti calon pelamar lainnya.
***
"Kamu yakin, Ti?" tanya ibunya Tisha.
Tisha yang sedang mengemas baju menoleh kepada ibunya yang sejak tadi menemaninya.
"Ibu kalau mau kerja yang dekat-dekat sini saja. Ibu nggak usah kepikiran dengan uang yang Titi berikan barusan. Bos Titi orangnya baik kok. Tuhan baik banget ngasih malaikat penolong untuk keluarga kita."
Bu Yuni tersenyum. Dia sangat percaya kepada anaknya. Kasihan Tisha menanggung beban berat dalam keluarga.
Tisha juga sudah menjelaskan panjang lebar terkait pekerjaannya. Walaupun dalam penjelasan itu banyak kebohongan yang Tisha katakan, tapi setidaknya hal itu bisa membuat ibunya percaya dan merasa tenang.
"Baik banget ya bos kamu, Ti!" Ibunya tidak berhenti memuji bos Tisha sejak tadi.
Tisha tersenyum sambil mengangguk. Semoga memang orang baik. Bahkan Tisha juga belum tahu siapa bos Tisha yang sebenarnya.
Tisha juga sudah berbohong kepada ibunya jika dia telah berhasil mengalahkan banyak pesaing. Tanpa disangka hal itu membuat ibunya bangga kepada Tisha karena menganggap anaknya hebat.
Tisha hanya berharap semoga pekerjaan ini memang baik. Semoga dia tidak kuwalat karena banyak kebohongan yang ia katakan kepada ibunya.
"Biar Yudha yang besok nganterin ke tempat Kakak nunggu jemputan, ya, Kak?" tawar Yudha yang berdiri di tengah pintu kamar.
Tisha mengangguk sembari tersenyum kepada adiknya.
"Kamu yang rajin kalau sekolah ya. Jadi orang sukses!" ujar Tisha.
Mata Tisha mulai berkaca-kaca saat mengatakan hal itu, tapi dia berusaha sekuat tenaga untuk menahannya.
Sebenarnya Tisha ingin hidup dengan wajar. Bisa kuliah dan bekerja sebagai tambahan uang jajan. Bukannya kehidupan pelik seperti ini. Harus putus kuliah dan terbebani dengan hutang keluarga dalam jumlah yang besar.
***
"Ayolah Papi, kapan kita pulang?" Cean merengek kepada papinya.
"Besok sayang!" jawab Nizar sambil mengusap kepala putranya.
Cean mengembuskan napasnya kasar. Dia sudah bosan selama seminggu berada di sini.
Cean tidak bisa punya teman di kota ini. Temannya hanya Om Andre, Om Diki, dan para bodyguard lainnya.
Cean turun dari pangkuan papinya lalu berlari menuju kulkas. Ia membuka kulkas itu dan mengambil permen gulali yang ia simpan di sana.
"Cean bawa pulang ini, ya, Pi?" tanya Cean sambil menunjukkan permen gulali kepada Nizar.
Nizar yang sejak tadi mengamati tingkah anak semata wayangnya mengangguk sebagai tanda mengizinkan Cean membawa permen gulali tersebut.
"Tapi jangan pernah sekali-kali mencoba memakannya!" ujar Nizar dengan protektif.
Cean mengangguk patuh. Dia merasa permen ini sangat berharga karena dibelikan oleh kakak permen. Setelahnya ia simpan kembali permen gulali itu ke dalam kulkas.
"Papi," panggil Cean dengan ragu.
"Ada apa, Nak?" jawab Nizar.
Cean hanya diam saja.
"Kemari lah!" pinta Nizar agar Cean mendekat kepadanya.
Cean menuruti papinya lalu berjalan mendekat dan kembali duduk dipangkuan papinya.
"Papi," panggil Cean lagi.
"Katakan saja jangan ragu!" Nizar sangat menyayangi putranya.
Nizar yang badannya kecil itu mendongak ke wajah papinya. "Apa Cean tidak boleh bertemu Kakak Permen lagi?" tanyanya dengan suara pelan tapi masih bisa didengar jelas oleh Nizar.
Nizar tersenyum kepada putranya. Sambil mengelus kepala putranya, ia berkata, "Nak, tidak semua yang kita inginkan sesuai dengan rencana semesta. Terkadang kita bertemu seseorang, kita merasa nyaman dengan orang itu, kita ingin bersamanya lebih lama lagi, tapi justru semesta memberi takdir agar kita hanya sebentar saja bersama orang itu!"
Cean terdiam menyimak jawaban papinya. Entah Cean kecil sebenarnya paham atau tidak dengan jawaban yang diberikan oleh papinya.
****
Hai Kakak-Kakak kesayangan Author, jangan lupa tinggalkan like dan komen yaa...
Tungguin terus bab selanjutnya🥰
Terima kasih sudah membaca❤️
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 75 Episodes
Comments
Yani
Sebentar lagi Cean akan bertemu kakak permen 😊
2024-05-13
0
Praised94
terima kasih.
2024-04-09
0
Bulqis Malika
ceritanya bagus setelah di baca terus bikin ke canduan🤭
2024-03-19
1