Tisha melihat anak itu sedang terpaku menatap sesuatu. Lalu Tisha mengikuti arah pandangnya. Rupanya dia terpaku pada permen gulali yang sudah tertata rapi dengan batang permen yang terbuat dari bambu.
"Kamu mau?" tanya Tisha membuyarkan pandangan anak itu.
Dia menggeleng sambil membuang pandangannya ke arah lain. Dia enggan melihat permen gulali itu lagi.
Tisha tersenyum dan langsung menarik tangan kecil itu menuju penjual permen gulali.
Setelah sampai di depan penjual permen gulali, "Kamu mau yang bentuk apa?" tanya Tisha.
"Tidak," jawabnya singkat.
"Nggak papa. Pilih aja yang kamu suka!"
"Aku tidak punya uang untuk membelinya!" ujarnya dengan pelan.
"Lagi pula papi juga tidak mengizinkan untuk jajan sembarangan seperti ini!" lanjutnya.
Tisha menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Udah nyampe sini malu kalau nggak jadi beli!" bisik Tisha pelan ditelinga kanan anak itu.
"Habis ini langsung dimakan aja. Jangan bilang-bilang ke Papi kamu!" lanjut Tisha.
Anak itu hanya diam saja. Di sisi lain dia takut kepada papinya, tapi di sisi lain juga dia sangat menginginkan gulali tersebut.
"Kamu mau yang bentuk apa?" tanya Tisha lagi.
Anak itu tampak berpikir. Lalu dia mendongak menatap Tisha dengan penuh keraguan.
"Pilih aja!" ucap Tisha dengan yakin sambil tersenyum.
Anak itu mengangguk, lalu sibuk memilih bentuk yang ia inginkan. Tidak menunggu waktu lama pilihannya jatuh pada bentuk kucing.
Anak itu menunjukkan bentuk mana yang dia pilih kepada Tisha dengan mata berbinar.
Sejenak Tisha mengagumi wajah berbinarnya. Tampak sekali jika dia senang dengan permen gulali yang ia pilih.
Tisha mengangguk lalu berkata pada pedagangnya, "Kak, mau yang bentuk kucing dua, ya!"
"Berapa, Kak?" sambung Tisha bertanya harga.
"Sepuluh ribu ya, Kak!" jawab pedangan permen gulali tersebut.
Tisha segera mengambil dompet dari dalam tas selempang berwarna hijau berbahan kanvas miliknya.
Di dalam dompet tersebut tampak uang pecahan sepuluh ribu dan seratus ribu.
"Pas, ada uang sepuluh ribu!" batin Tisha sembari mengambil uang tersebut.
Setelah membayar dan Tisha menerima dua permen gulali berbentuk kucing, Tisha memberikan salah satu permen gulali tersebut kepada anak kecil yang tampak tidak sabar menunggu.
"Satu kucing untuk anak tampan dan satu lagi untuk kakak!" ujar Tisha sambil menyerahkannya satu permen gulali kepada anak tersebut.
Anak itu tampak girang saat menerimanya.
"Walaupun dia tampak dewasa dari perkiraan umurnya, tapi tetap saja dia masih kecil!" batin Tisha saat melihat sisi kekanakan anak tersebut karena tampak girang saat menerima permen berbentuk kucing.
Lalu Tisha mengajaknya untuk duduk di kursi plastik milik penjual permen gulali tersebut. Kebetulan ada dua kursi plastik yang tidak dipakai. Tisha juga sudah meminta izin untuk duduk di sana.
Lagipula hujan juga belum reda. Tisha berencana akan berteduh di tenda ini sampai hujannya reda.
Saat Tisha sudah duduk di kursi plastik, anak kecil yang masih berdiri itu tiba-tiba menjulurkan tangannya kepada Tisha.
"Cean," ucapnya sambil tersenyum manis.
Tisha mengerutkan dahinya karena bingung.
"Namaku Ocean, bisa dipanggil Cean. Nama Kakak siapa?" ulangnya lagi memperkenalkan diri dan tampak menggemaskan.
Tisha tersenyum saat melihat wajah angkuh yang sejak awal ditujukan kepadanya langsung berubah manis karena sebuah permen gulali berbentuk kucing. Dia memang masih anak-anak.
"Oh, namanya Cean, ya. Perkenalkan nama Kakak---,"
"Cean!" terdengar teriakan seorang pria.
Belum sempat Tisha melanjutkan memperkenalkan diri, tiba-tiba ada dua pria dewasa yang datang ke arahnya.
Sontak Tisha langsung berdiri karena dua pria tersebut memanggil nama Cean. Mereka berdua sedang mencari anak yang sedang bersamanya saat ini.
"Kamu dari mana saja? Kalau kamu hilang bagaimana?" Salah satu dari mereka menarik tangan Cean agar mendekat.
Cean ditarik oleh pria yang wajahnya mirip sekali dengan Cean. Bak pinang dibelah dua. Rahangnya tegas, hidungnya mancung, alisnya tebal, tatapannya tajam dengan bulu mata yang lentik, dan bibirnya tipis.
Tampan. Tisha tidak munafik untuk mengakui jika Cean dan pria dewasa di depannya ini mirip dan tampan.
Ternyata pria dewasa satunya juga tidak kalah tampan. Dia memiliki hidung yang mancung, tatapannya tajam, alis tebal, tetapi bibirnya lebih tebal.
Pria ini memegang satu payung hitam besar. Kemeja biru dongker yang dilipat sampai siku tampak basah di bagian pundak kiri.
Perbedaan dari dua pria dewasa ini juga terletak pada kumis dan jambang halus yang dimiliki keduanya. Pria yang berwajah mirip Cean tidak memiliki kumis atau jambang. Wajahnya mulus sekali.
Sedangkan pria satunya berkumis tipis dan dihiasi jambang-jambang halus yang membuatnya terlihat lebih berkharisma, menurut Tisha.
Keduanya memiliki postur yang sama-sama tinggi dan kekar. Namun, yang wajahnya mirip Cean terlihat lebih tinggi sedikit. Kira-kira tinggi badan mereka diatas 180 cm.
"Papi," panggil Cean kepada pria yang berwajah mirip dengannya. Pria itu menggunakan kemeja abu-abu lengan panjang yang dilipat sampai siku.
Kemejanya dimasukkan ke dalam celana kain berwarna hitam. Tidak lupa juga dengan ikat pinggang dan sepatu pantofel hitam miliknya.
"Papi kan sudah bilang Cean jangan bermain terlalu jauh. Papi sudah mencari Cean dari tadi. Papi panik. Apalagi sekarang sedang hujan deras!" pria itu memang tampak panik.
Tisha hanya diam sambil mengamati interaksi antara keduanya.
Tisha mengalihkan pandanganya menuju pria yang satunya saat merasa jika pria itu sedang memandanginya.
Pria itu langsung melempar senyuman kepada Tisha dan Tisha pun membalasnya.
"Kakak, terima kasih permen gulali nya, ya. Besok kalau bertemu lagi, Cean pasti mengganti uangnya!" ucap Cean membuat pandangan Tisha kembali beralih kepada Cean.
Papinya Cean juga langsung melihat Tisha saat mendengarnya.
"Oh, hehehe, nggak usah diganti gapapa kok!" jawab Tisha sambil tertawa kecil dengan kikuk karena tiga pria ini semuanya fokus melihatnya.
"Terima kasih sudah menemani anak saya," ucap papinya Cean dengan wajah yang datar.
"Kami pamit dulu," lanjutnya pamit kepada Tisha.
Lalu papinya Cean mengambil payung hitam yang berada di tangan kanan pria dewasa satunya. Papinya Cean mengandeng tangan kanan anaknya, lalu mengajaknya pergi menembus hujan yang masih lebat. Mereka berdua meninggalkan pria berkemeja navy itu.
"Dadah Kakak, nanti kita ketemu lagi, ya!"
Teriak Cean sambil melambaikan tangan kirinya yang sedang memegang gulali.
"Dadah Cean!" jawab Tisha sambil tersenyum dan menampilkan deretan giginya yang gingsul.
Pria satunya yang masih tertinggal di situ menyerahkan uang seratus ribu yang membuat Tisha terkejut.
"Gantinya uang permen milik Cean!" ucap pria itu dengan suara yang sedikit serak.
"Eh, nggak usah Om, nggak usah diganti!" tolak Tisha.
"Ambil saja. Terima kasih sudah menjaga Cean." Pria itu masih kekeh memberikan uang seratus ribu kepada Tisha.
"Aduh, Om, saya nggak punya uang kembaliannya. Udah nggak papa, ambil aja!"
"Ambil saja semuanya!" ucap pria itu.
"Jangan Om, harga permennya cuma lima ribu. Kalau saya ambil semua jadinya kebanyakan." Tentu Tisha menolak.
"Atau kalau Om beneran mau ganti, uang lima ribu ada nggak? Jadi nggak perlu pakai kembalian!" sambung Tisha karena om-om di depannya ini terkesan memaksa.
Padahal Tisha benar-benar ikhlas membelikan Cean permen gulali walaupun uangnya pas-pasan.
Pria itu meraih tangan kanan Tisha karena tangan kiri Tisha sedang memegang permen gulali.
Pria itu meletakkan uang seratus ribu di telapak tangan Tisha.
"Ambil saja, saya permisi." Setelah meletakkannya, pria itu berlalu pergi.
"Eh, Om!" panggil Tisha karena dia kaget dengan uang seratus ribu yang diberikan kepadanya.
"Ya udah, makasih ya Om!" teriak Tisha karena pria itu sudah berjalan sedikit jauh darinya.
Pria itu menoleh lalu tersenyum sekilas kepada Tisha sebelum akhirnya benar-benar hilang dari pandangan.
Setelah pria itu hilang dari pandangannya, Tisha kembali duduk di kursi plastik yang sebelumnya ia duduki sambil memandang permen gulali di tangan kirinya dan uang seratus ribu di tangan kanannya.
Tisha menghembuskan napasnya dalam.
"Ternyata dia memang anaknya orang kaya. Semoga hidupmu selalu beruntung, ya, Cean!" ucap Tisha pelan.
"Andaikan uang seratus ribu ini adalah uang seratus juta. Pasti hutangnya langsung lunas dan nggak pusing lagi kayak sekarang!" batin Tisha yang kembali mengingat masalah hidupnya yang berat.
Tetapi dibalik itu semua, dia bersyukur karena dapat rezeki uang kaget menurutnya. Keluar uang sepuluh ribu untuk beli permen gulali, eh, dapat ganti seratus ribu. Tisha bersyukur dengan hal ini walaupun masih merasa tidak enak dengan mereka.
Tetapi ya sudah lah. Lagi pula pertemuan mereka kali ini mungkin jadi pertemuan pertama dan terakhir. Mereka tidak akan bertemu lagi ke depannya.
Tisha memilih menunggu hujannya reda. Setelah hujannya reda nanti dia akan pulang.
Uang yang ia dapatkan tadi bisa ia gunakan untuk belanja sayur untuk makan bersama ibu dan adiknya selama beberapa hari ke depan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 75 Episodes
Comments
Yani
Kayanya Papi Cean duda 🤭
2024-05-13
0
wikha Sandra
seru kykny ni
2024-04-24
0
Praised94
terima kasih.
2024-04-09
0