Setelah mereka selesai membeli peralatan sekolah yang Cean butuhkan, mereka pergi ke Timezone karena Cean ingin bermain di sana.
Tentu saja dengan pengawasan Diki dan seorang bodyguard. Peralatan sekolah yang sudah dibeli dengan jumlah yang banyak tadi sudah diambil oleh sopir yang mengantar mereka ke mall. Tujuannya agar mereka tidak repot dengan barang jika ingin memiliki tujuan selanjutnya di mall.
Tisha selalu mengikuti ke mana Cean ingin bermain. Awalnya hanya Cean saja yang asyik bermain, sedangkan Tisha hanya asyik menonton.
Namun, lama-kelamaan Tisha ikut bermain. Mereka mencoba berbagai macam permainan, sampai melupakan Diki dan bodyguard yang mengawasi mereka dengan jarak yang tidak begitu jauh.
Mereka berdua serasa memiliki dunianya sendiri. Canda dan tawa memenuhi setiap permainan di Timezone yang mereka lakukan.
Tanpa mereka sadari, Diki merekam moment itu dengan sangat baik. Lalu, ia mengirim hasil rekaman video yang dia ambil kepada Nizar. Kepada pria yang punya kuasa atas hidup Cean dan Tisha.
"Cean haus nggak?" tanya Tisha.
Walaupun sedang asyik, tapi Tisha tidak melupakan tugasnya untuk menjaga Cean. Jangan sampai karena asyik bermain, Cean jadi pingsan karena kehausan. Bisa-bisa nyawa Tisha yang jadi taruhannya.
"Haus, Kak!" jawab Cean.
Lalu Tisha mengedarkan pandangan mencari Diki. Saat menemukan Diki yang jaraknya sedikit jauh darinya, Tisha melambaikan tangan kepada Diki.
Tidak membutuhkan waktu yang lama, Diki sudah berada di depan Tisha.
"Om Diki, saya minta tolong jagakan Cean sebentar, ya! Saya mau belikan minum untuk Cean dulu, dia haus!" pinta Tisha.
"Biar saya saja yang membelikan minum untuk Tuan Muda. Nona Tisha tetap di sini untuk menemani Tuan Muda!" jawab Diki dengan lugas.
Tisha tersenyum sembari terus memandangi Diki sampai dia hilang dari pandangannya.
Walaupun dia jarang tersenyum, sedikit bicara, tegas, gagah, dan nyaris seperti robot, tapi setiap tutur kata yang keluar dari mulutnya selalu sopan.
"Keren banget sih Om Diki!" gumam Tisha merasa terpesona dengan Diki.
Tisha langsung menggelengkan kepala karena harus menyadarkan dirinya yang mulai terkena sindrom ter Diki Diki.
Tisha memanggilnya Om, karena Diki terlalu muda jika harus dipanggil Pak seperti Nizar dan Andre.
Tisha kembali mendekat kepada Cean sambil menunggu Diki membeli minum.
*****
"Kenapa Kakak dipanggil Titi?" tanya Cean yang sedang menemani Tisha yang sedang masak tumis kangkung dan tempe goreng.
"Mungkin karena ibunya Kak Tisha suka manggil Ti Ti, jadinya keterusan dipanggil Titi deh!" jawab Tisha.
Sejak tadi mereka bercerita tentang panggilan masa kecil Tisha, yaitu Titi.
"Terus siapa saja yang memanggil Kakak itu Titi?" tanya Cean.
"Hanya keluarga terdekat. Seperti ibu, bapak, adik, om, tante, paman, dan bibi!" jawab Tisha.
Cean yang sejak tadi duduk di kursi meja bar itu selalu tertarik dengan setiap cerita yang disampaikan oleh Tisha.
Mungkin cerita dari Tisha selalu terasa menarik bagi Cean karena Cean jarang mendengarkan cerita yang demikian. Maklum, mereka memang berbeda latar belakang. Versi cerita dari orang yang berbeda latar belakang sepertinya terdengar menarik untuk didengarkan.
Begitu juga dengan cerita yang selalu Cean bagikan, hal itu sangat menarik bagi Tisha. Tisha jadi paham bagaimana cerita dari sudut pandang orang yang sudah kaya sejak lahir.
"Cean boleh ikutan manggil Kak Titi, kan?" tanya Cean.
Tisha menoleh kepada Cean, lalu ia tersenyum. "Tentu saja boleh, Cean kan juga orang terdekat Kak Titi!"
Cean sangat girang dibilang termasuk orang terdekat Tisha.
"Baiklah, Kak Titi!" ujar Cean.
Tisha terkekeh melihat tingkah anak kecil yang sudah matang sebelum waktunya ini.
"Kalau Kak Tisha dipanggil Titi, masa Cean dipanggil Cece?" tanya Cean dengan bingung.
Tisha tertawa mendengarnya. Jadi dia ingin punya panggilan kecil seperti Tisha juga.
"Ya jangan Cece dong. Cece kan seperti panggilan perempuan!" ujar Tisha.
"Terus siapa, Kak?" tanya Cean yang sangat ingin punya masa kecil seperti Tisha.
"Em, siapa ya?" Tisha tampak berpikir.
"Yayan!" seru Tisha.
"Yayan?" tanya Cean dan tampak berpikir.
"Iya, Yayan Yayan, sini Yayan!" Tisha mempraktekan memanggil Cean dengan panggilan Yayan.
Cean tertawa mendengarnya. "Berarti Cean punya panggilan kecil seperti Kak Tisha?" tanyanya dengan antusias.
Tisha mengangguk, "Iya, ini Titi dan itu Yayan!" jawab Tisha sembari tertawa.
"Apanya yang Titi dan Yayan?" Tiba-tiba terdengar suara Nizar.
Tisha dan Cean langsung terdiam.
"Apanya yang Titi dan Yayan?" tanya Nizar lagi sambil melipat kemeja abu-abu sampai ke siku.
Nizar yang baru masuk ke apartemen mendengar suara Tisha dan Cean yang sedang bercanda di dapur. Setelah melepas jasnya, lalu menaruhnya di sofa depan tv, Nizar bergegas menuju dapur.
"Cean sedang bercerita bersama Kak Titi, Pi!" jawab Cean.
Nizar mengangkat alis kirinya saat mendengar Cean menyebut nama Titi.
"Siapa Titi?" tanya Nizar.
Lalu Nizar berganti memandang Tisha dengan penuh tanya.
"Oh, itu panggilan kecil saya Pak. Panggilannya Titi!" jelas Tisha.
Nizar hanya diam saja mendengar penjelasan dari Tisha.
Pandangannya beralih kepada kangkung yang sedang ditumis.
"Ambilkan itu untuk saya!" perintahnya sambil menunjuk tumis kangkung yang masih di wajan.
Tisha melongo, "Bapak mau?" tanya Tisha.
"Memangnya kenapa? Tidak boleh? Pelit sekali kamu! Apa kamu lupa kalau kamu masak menggunakan kompor milik saya?" seru Nizar dengan sewot.
Tisha memaksakan bibirnya untuk tersenyum. "Nanti saya ambilkan kalau sudah matang, Pak!"
Setelah Nizar pergi dari dapur.
"Ternyata orang kaya doyan juga tumis kangkung!" gumam Tisha sambil mengejek Nizar yang sudah tidak ada di dapur.
Sedangkan Cean mengikuti papinya karena dia sangat antusias untuk menunjukkan peralatan sekolah yang sudah ia beli bersama Tisha tadi.
"Tumben beli buku mewarnai?" tanya Nizar dengan heran.
"Kak Titi yang menyuruh. Katanya nanti bisa mewarnai bersama!" jawab Cean.
Nizar mengerutkan dahinya karena masih heran.
"Bukannya Cean tidak suka mewarnai?" tanya Nizar lagi.
Cean menggeleng, "Sekarang Cean suka kok, Pi. Tadi Kak Titi bilang mau mengajari Cean cara mewarnai yang bagus. Dulu Kak Titi juara satu loh, Pi, waktu lomba mewarna di sekolahnya!" seru Cean dengan antusias.
Nizar terkekeh sambil mengacak-acak rambut putranya.
Lalu, saat kembali memeriksa apa saja yang sudah dibeli oleh Cean dan Tisha, "Cean, ini buku cerita?" Nizar kembali dibuat heran.
Nizar membaca judul buku tersebut, "Dongeng rakyat?!"
"Bukannya Cean tidak suka membaca buku cerita?" tanya Nizar dengan heran.
Cean tersenyum menampakkan deretan giginya.
"Kak Tisha bilang, nanti Kak Tisha saja yang membacakan. Cean tinggal mendengarkan saja. Katanya, Cean harus tahu cerita-cerita seperti ini. Nanti Kak Tisha akan membacakannya sebelum Cean tidur!" jelas Cean dengan riang menirukan apa yang Tisha jelaskan saat di mall tadi.
Nizar tersenyum sembari mengangguk.
Tidak lama kemudian Tisha datang dengan sepiring tumis kangkung dan sebuah piring kecil yang berisi lima iris tempe goreng.
"Bapak, nasinya ambil sendiri saja ya, soalnya saya nggak tahu Bapak makannya seberapa!" ucap Tisha.
Nizar menyendok tumis kangkung itu, lalu mengunyahnya.
Tisha merasa takut saat menunggu review dari Nizar.
'Huh, misal nggak enak ya udah biarin. Lagian niatnya emang masak buat diri sendiri, bukan untuk Pak Nizar!' batin Tisha menghibur dirinya sendiri.
"Cean mau, Pi!" seru Cean.
"Jangan, itu pedas. Tadi Kak Titi udah masak pasta buat Cean kok!" sahut Tisha.
Cean yang tidak suka pedas akhirnya mengurungkan niatnya untuk meminta walaupun sebenarnya ingin mencicipi tumis kangkung buatan Kak Titi.
"Rasanya masih bisa diterima di mulut!" ujar Nizar tanpa ekspresi apapun.
Setelah berkata demikian, Nizar beranjak menuju dapur untuk mengambil nasi. Setelahnya ia melanjutkan makan nasi dengan lauk tumis kangkung dan tempe goreng buatan Tisha.
Tisha yang merasa sudah tidak diperlukan lagi di situ langsung pamit undur diri ke dapur untuk menyiapkan makanan untuk anak perinya.
"Rasanya masih bisa diterima di mulut!" gumam Tisha menirukan pernyataan Nizar barusan sambil memonyong-monyongkan bibirnya.
"Orang doyan gitu. Bilang aja kalau lapar!" lanjutnya bergumam sambil memutar bola matanya malas.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 75 Episodes
Comments
Bu Neng
auto ngamuk tuh singa gurun anak nya di panggil Yayan 😅😅
2024-04-30
1
Xeyli
Yayan🤣 gmn nanti reaksi bapaknya pas anaknya di panggil yayan🤣🤣
2024-04-29
1
Praised94
terima kasih......
2024-04-09
0