Chapter 20

Semua berjalan lancar, sore harinya Nara sedang bersantai dengan Ilyas di ruang tamu. Mereka bagaikan pengantin baru yang sedang bermesraan. Nara terus membuat Ilyas betah di rumah, dan ternyata semua tidaklah sulit untuk dilakukan. 

Nara bisa melihat Juminten berkali kali mondar mandir di samping rumah, perempuan itu berlagak sedang mengangkat jemuran, tapi Nara tahu Jumi hanya ingin mengetahui keadaan suaminya kini. Nara semakin membuat Jumi cemburu, ia bahkan tak segan-segan mengecup bib*r Ilyas saat Jumi melihatnya. 

Sebenarnya Ilyas juga tahu hal ini, tapi lelaki itu memilih abai. Seolah membuat Jumi cemburu semakin menaikkan gairahnya. Nara sungguh kesal sebab Ilyas ternyata sungguh menjijikkan baginya. 

Hingga malam tiba, Nara terus saja menggoda Ilyas. Namun, karena terlalu lelah, ia tertidur pulas dari sore. Di tengah malam, Nara terbangun, ia yang masih belum sadar seratus persen melihat Ilyas sedang bersiap-siap hendak keluar rumah, suaminya itu mengenakan jaket hitam dan topi hitam, Nara tahu Ilyas akan menemui Jumi. 

Nara berpura-pura tetap tidur, saat ia mendengar suara pintu yang dikunci dari luar, Nara segera beranjak dari tempat tidurnya. Ia mulai kebingungan ingin menyusul sang suami yang hanya berjalan kaki menuju hutan. Namun, karena pintu terkunci Nara terpaksa harus cari cara lain. 

Ia berlari ke dapur, tapi pintu dapur juga di kunci dari luar. Ia sungguh kesal, Ilyas benar-benar sangat jahat, pikirnya. Nara terpaksa keluar dari jendela kamarnya, ia harus naik keatas kursi dan melompat dari sana. Sebab terlalu lama mencari jalan keluar, tentu saja ia sudah kehilangan jejak Ilyas. 

Tapi bukannya Ilyas yang ia temui, ia melihat Jumi yang sedang berjalan mengendap menuju hutan. Nara mengikutinya dengan tenang, dari jauh ia terus mengawasi kemana langkah kaki Jumi berjalan. 

Hingga tak terasa, Nara sudah mulai memasuki hutan. Meski merinding Nara tetap memaksakan diri untuk mengikuti Juminten di depannya. Saat melihat Jumi mengarahkan sinar ponsel kearah depan, Nara baru sadar jika ia lupa membawa ponselnya. 

Ah, kenapa bisa lupa, kalau aku kembali aku bisa kehilangan mereka, pikir Nara. 

Saat Nara sibuk memikirkan ponsel, lagi-lagi ia kehilangan jejak Jumi. Nara mulai panik, kini ia tepat berada di tengah hutan. “Kemana perempuan itu, ya Allah kenapa bisa kehilangan jejak lagi sih?” gumamnya seorang diri. 

Nara tak memperdulikan rasa takutnya, ia terus berjalan masuk kedalam hutan. Pelan tapi pasti langkah Nara, sebab ia tak bisa bebas melihat jalanan di depannya, untung saja malam ini langit tampak cerah. Sinar rembulan seolah menuntun langkahnya. 

Langkah Nara terhenti saat ia mendengar suara jeritan wanita dari sebelah kiri tempatnya, hanya sekali namun jeritan itu terdengar sangat jelas. Nara mempercepat langkahnya menuju asal suara jeritan itu, dan tak lama kemudian nafasnya seolah terhenti, saat ia melihat sebuah api unggun menyala sangat besar. 

Kilatan cahaya dari api itu mempertontonkan pemandangan yang sangat mengerikan. Dimana Jumi terikat pada sebuah pohon, dengan mulut tertutup lakban. 

Disampingnya lima orang lelaki sedang berbincang-bincang. Nara bersembunyi di balik pohon jati, ia mencoba mendengarkan percakapan mereka. 

“Suasana desa benar-benar kacau, sepertinya kita harus menghentikan transaksi kita untuk untuk sementara waktu,” ucap lelaki yang amat dikenal oleh Nara, wajah lelaki itu terkena pantulan cahaya, membuat Nara bisa melihat dengan jelas. 

“Karena polisi muda itu, aku bahkan harus rela mengeluarkan banyak dana. Termasuk membayar lelaki gendut yang ternyata tak mampu membantu kita,” ucapnya lagi. 

“Maksud bapak, polisi yang perutnya besar itu?” lelaki yang berjongkok didepannya mendongakkan kepala. Lagi-lagi Nara dibuat terkejut karenanya. 

“Padahal kita sudah berhasil mengelabui warga tentang rumor makhluk gaib, tapi polisi sialan itu menghancurkan semuanya,” kata seorang lelaki berambut gondrong, berpakaian serba hitam. Nara ingat itu dukun Mangli. 

Jadi mereka selama ini adalah satu komplotan? batin Nara. 

“Itu karena wanita ini, dan kamu.” Pak Wignyo membentak lelaki di sampingnya, lelaki itu hanya diam tak menjawab. Begitupun satu orang lain yang duduk membenahi api, wajah dua orang ini tak dapat dilihat oleh Nara. 

“Padahal kebutuhan gele sudah sangat mendesak di kota, tapi kita terpaksa harus berhenti beroperasi sementara waktu. Coba kalian pikir, kita rugi banyak.” Pak Wignyo kembali marah-marah. 

“Ingat, kalian harus lebih berhati-hati mulia sekarang. Rumor mistis mulai mereda di kalangan masyarakat desa, semua tertutup karena ulah wanita ini,” ucap Pak Wignyo lagi. 

“Itu keponakanmu, kalau kamu bisa menyembunyikan dari istrimu kita bunuh saja dia,” ucap lelaki yanh sedari awal hanya memilih diam. Nara terkejut, pertama karena suara itu terdengar tak asing ditelinganya, kedua karena ia mendengar bahwa Juminten akan segera dibunuh. 

Nara ketakutan, ia reflek berjalan mundur. Namun, sialnya kaki Nara terantuk batu. Ia jatuh terduduk dan menjerit kesakitan. 

“Siapa itu?” 

Jantung Nara berdetak kencang, ia ingin segera berlari, tapi kakinya terasa nyeri. 

“Bawon, segera periksa!” perintah pak Wignyo pada suami Neneng itu. Nara melihat Bawon mendekatinya, sekuat tenaga ia menyeret kaki dan berlari ditengah hutan yang terjal dan penuh benda tajam. Nara tak memperdulikan kakinya lagi, alas kaki yang ia gunakan terlepas saat ia jatuh. Nara hanya fokus berlari, saat melihat tiga orang mengejar dibelakangnya. 

Nafas Nara mulai ngos-ngosan, rasanya sudah tak mampu lagi ia berjalan. Tiga orang di belakangnya masih terus mengejarnya, namun sepertinya mereka juga kelelahan. Dan itu menghambat gerak mereka. 

Nara mengambil kesempatan itu, ia berlari lagi sekuat tenaga, dan memilih bersembunyi di balik batu besar. Untungnya ia memiliki tubuh yang kecil hingga itu sangat membantunya untuk bersembunyi dibalik batu raksasa itu. 

Nara bisa melihat tiga lelaki itu berpencar di sampingnya. Ia bahkan rela menahan nafas agar mereka tak dapat menemukannya, meski ia tahu itu jelas tak dapat membantu persembunyiannya.

“Bawon, cari sampai ketemu, siapa sebenarnya yang berani-berani masuk ke dalam hutan, dasar warga gob**k. Sudah dilarang malah dilakukan.” Pak Wignyo terdengar sangat geram. 

“Saya tidak melihat dengan jelas wajahnya pak, tapi dia wanita,” jawab dukun Mangli yang kini mulai mendekati batu tempat persembunyian Nara. Nara memejamkan mata, ia sungguh ketakutan, ada rasa menyesal karena telah nekat mengikuti suaminya dan Jumi. 

“Kamu juga cari ke arah sana Mangli, jangan hanya berdiri di situ. Aku akan cari kedepan. Mungkin dia sudah keluar hutan,” ucap Pak Wignyo lagi. 

Dukun Mangli segera berlari ke arah kanan hutan, dimana sungai banyu bening berada. Pak Wignyo pun telah jauh di depan sana. Nara merasa sangat lega, tak sadar ia yang awalnya berjongkok kini terduduk lemas di atas tanah. Merasa sangat lega karena berhasil lolos dari tiga orang yang mengejarnya. 

Nara menarik nafas panjang, ia segera berdiri dan kembali berjalan tertatih menuju tempat dimana Juminten disekap. Beberapa langkah saat Nara tiba-tiba menjadi ragu, terlintas apakah harus meninggalkan Jumi seorang diri mengingat perempuan itu telah merusak kebahagiaan keluarganya selama ini. 

Namun, hati nurani Nara sepertinya masih bekerja dengan baik. Saat mengingat mereka hendak membunuh Jumi membuatnya tak sampai hati pada perempuan itu. Nara pun bertekad akan kembali untuk menyelamatkan Juminten, meski ia sendiri masih sangat ketakutan. 

Nara berhenti sejenak untuk melihat keadaan kakinya, sebab ia merasa perih luar biasa di kedua telapak kaki. Saat tangannya coba menyentuh bawah kaki, Nara menemukan darah di telapak tangannya. Ia tahu, kakinya banyak luka. Nara berjalan sedikit cepat, ia takut kalau-kalau tiga orang yang mengejarnya kembali menemukannya disini. 

Cahaya dari api unggun mulai terlihat di depan mata Nara, ia segera mendekati tempat tersebut. Setelah melihat tak ada siapapun di sana, Nara segera mendekati Jumi. Perempuan itu masih belum sadarkan diri. 

“Jumi, Jumi bangun. Juminten kumohon bangunlah.” Nara menepuk pipi Jumi berkali-kali, tapi wanita itu tak juga sadarkan diri. 

“Nar, apa yang kamu lakukan disini?” 

Terpopuler

Comments

Mimik Pribadi

Mimik Pribadi

Nara membantu Juminten,aku takutnya Nara mlh dijadikan kambing hitam ,,,,😩😩

2024-04-05

0

Ririt Rustya Ningsih

Ririt Rustya Ningsih

nara perempuan bodoh

2024-03-08

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!