Chapter 14

Rapat darurat masih terus berlanjut, polisi berperut tambun yang memiliki nama Sukirman itu tak hadir pagi ini. Hanya Albi dan satu rekannya yang kini ikut rapat darurat bersama para warga. 

“Begini saja, saran saya warga desa tetap mengadakan ronda malam di pos kamling. Hanya saja, kalian tidak boleh masuk kedalam hutan. Setidaknya sampai kasus ini terungkap. Kami akan terus menggali kasus hilangnya kakek Qosim dan mbok Nah ini, untuk itu kami harap kerjasamanya untuk semua warga.” 

“Baik pak, kami juga setuju kalau ronda malam diadakan lagi. Di tengah situasi mencekam ini sudah seharusnya kita semakin menjaga keamanan agar tidak terulang kembali kasus hilangnya warga, bukan malah cari aman sendiri-sendiri. Bukankah begitu pak kades?” tanya seorang perempuan berseragam guru, wanita yang sama dengan beberapa hari yang lalu. 

“T-tentu saja, mari kita adakan ronda malam lagi, untuk keselamatan warga desa,” jawab pak Suwignyo. 

“Baik, kalau begitu anda semua memakai jadwal lama atau boleh menyusun jadwal baru. Sementara itu, kami mau coba bertemu dengan keluarga Kakek Qosim dan mbok Nah?” tanya polisi muda itu lagi. 

“Niam, keluarlah!” perintah Dhofir, “Niam dan istrinya Ijah adalah keluarga kakek Qosim pak Polisi, kalau mbok Nah sayangnya tidak memiliki keluarga,” imbuhnya. 

“Kalau begitu dengan siapa terakhir kali mbok Nah berinteraksi?” 

“Kalau itu, sebentar pak. Akan coba saya tanyakan dulu.” Dhofir mendekati para tetangga mbok Nah, termasuk Nara dan Dara. Menanyakan siapakah orang terakhir yang kebetulan berinteraksi dengan wanita tua itu. 

“Pak Polisi, sepertinya itu Juminten pak, keponakan pak Kades. Mari saya antar menemui Jumi pak, kebetulan Niam dan istrinya juga ada di dalam rumah pak Kades,” ucap Dhofir lagi. 

Mendengar hal itu, Dara mendekati Nara. Wanita itu tersenyum dan berkata, “Nar, kamu mau ngapain setelah ini? aku ingin bicara denganmu,” ucap Dara. 

“Bicara tentang apa mbak?” tanya Nara, merasa heran sebab Dara terlihat sangat serius. Bahkan Qomar juga ikut mendekatinya, wajah lelaki itu terlihat sama anehnya di mata Nara. Mereka menatapnya seolah tengah bersimpati padanya. 

“Kamu ikut ke rumah kami saja ya Nar, sekalian nanti kita rujakan. Kamu tahu pohon mangga depan rumah buahnya lebat,” kata Dara lagi. Hampir saja Nara menyetujui keinginan mereka kalau saja Ilyas tidak menghentikannya. 

“Nar, ayo pulang. Abang sudah lapar,” ucap lelaki itu. Nara teringat, bahwa sebelum datang kesini tadi ia tengah masak, dan belum selesai. Yang itu artinya dirinya dan sang suami belum sarapan pagi ini.  

“Aduh, maaf ya mbak Dara. Aku lupa belum selesai memasak. Bang Ilyas juga belum sarapan, mungkin lain waktu ya mbak aku akan main-main ke rumah mbak,” jawab Nara. 

“Baiklah Nar, nggak apa-apa. Tunggu kamu senggang saja,” jawab Dara sambil mengusap punggung Nara, membuat wanita itu semakin merasakan aneh atas sikap Dara. Tapi itu tak berlangsung lama karena Nara pun segera berpamitan masuk ke dalam rumah.

Pak Kades pun segera membubarkan warga desa, kini mereka telah sepakat bahwa warga desa Jagori akan kembali mengadakan kegiatan ronda malam. Mereka tak lagi mengikuti saran dukun Mangli untuk tetap berada di dalam rumah. Mereka akan kembali meronda, asalkan tidak sampai masuk ke dalam hutan. 

Malam itu adalah malam pertama bagi warga untuk kembali berkumpul di pos kamling, suara mereka sampai ke rumah Nara. Bahkan sepertinya mereka membawa radio yang mereka gunakan untuk membunuh sepi. 

Nara baru saja selesai melaksanakan sholat Isya, ia membawa selimut dan keluar dari dalam kamar. “Mau kemana Nar?” tanya Ilyas menyadari istrinya membawa selimut dan bantal keluar kamar. 

“Nara mau tidur di kamar tamu Bang mulai malam ini,” jawabnya tanpa memandang sang suami. 

“Kamu kenapa sih Nar? kamu marah ya sama Abang?” 

“Lah, emangnya Abang buat salah apa kok Nara harus marah?” tanya Nara mencoba memancing suaminya. 

“Terus, kenapa harus tidur di kamar tamu?” Ilyas masih terus berusaha menyelidiki sikap aneh sang istri. 

“Nara cuma lagi flu berat Bang, Nara nggak mau nanti Abang tertular. Kalau Abang sakit kan malah jadi repot, waktunya kerja nggak bisa kerja. Lagian Nara juga datang bulan, kita nggak bisa ngapa-ngapain meskipun dalam satu kamar,” jawab Nara panjang lebar. 

“Barusan kamu sholat Nar.”

“Nara baru tau setelah sholat, ya udah deh Bang. Abang disini aja, biar Nara yang pergi.” Nara berjalan cepat meninggalkan kamarnya, menuju kamar tamu dan mengunci pintu disana.” 

Sebenarnya Nara merasa bersalah atas sikapnya pada Ilyas, tapi setiap kali mengingat perselingkuhannya dengan Juminten, hanya kemarahan yang mengisi hati dan pikirannya. Sangat ingin menjambak dan menendang keponakan bu Retno itu, lebih-lebih suaminya sendiri. Dua pelaku zina benar-benar menjijikkan di mata Nara, tapi ia sadar semua itu tak mungkin ia lakukan sekarang.  

Nara harus mengumpulkan banyak bukti terlebih dahulu, jika ingin membuat balasan yang menyakitkan untuk mereka. Sebagaimana rasa sakit yang Nara rasakan saat ini. Nara ingin melupakan semuanya sejenak, setidaknya untuk malam ini, ia pun mulai menghidupkan ponselnya, mencari drama yang selalu dinantinya. Tak butuh waktu lama ia telah larut dengan tontonannya, tak peduli lagi Ilyas sedang apa di luar sana.  

Terpopuler

Comments

niex

niex

komar sm istrinya sebenarnya tau si pelaku zina siapa, cm jaga perasaan nara di dpn banyak org

2024-03-01

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!