Chapter 16

Percakapan dengan polisi muda tadi pagi sedikit banyak mampu menghibur hati Nara, apalagi Dara terus menggodanya, seakan akan wanita itu hendak menjodohkan Albi dengan dirinya. Nara tersenyum malu mengingat kejadian itu. 

Ilyas hendak kembali ke kota, ia akan kembali bekerja karena sudah terlalu lama berada di rumah. Nara mengantar suaminya menuju garasi, lelaki itu menatap cctv yang berada tepat di depan rumahnya. 

“Kapan ini cctv dipasang Nar? kok abang nggak tahu?” tanya Ilyas. 

“Tadi waktu Abang ke rumah mas Bawon,” jawab Nara. 

“Oh, baiklah. Kalau begitu Abang berangkat dulu ya, kamu hati-hati di rumah. Nggak usah keluar malam, kalau lihat atau dengar apa-apa, abaikan. Tidur saja,” ucap Ilyas. 

Nara hanya mengangguk, melihat suaminya masuk ke dalam mobil. Saat mobil mulai melaju ia melambaikan tangan. Tak ada kecupan mesra ataupun bersalaman seperti biasanya, Nara merasa malas, dan anehnya Ilyas pun seakan melupakan kebiasaan mereka itu. 

“Cih, memang hatinya sudah terbagi,” gumam Nara. Saat ia hendak berbalik ia dikejutkan dengan keberadaan Dara dan Qomar di belakangnya, “astaghfirullah, mbak Dara, mas Qomar. Ya Allah bikin kaget saja, kalian ngapain berdiri di belakangku?” tanya Nara. 

Qomar terkekeh pelan, “kami mau numpang kamar mandi lagi Ra, wc kami belum selesai dibenahi,” jawab Qomar, diikuti anggukan kepala istrinya. 

Nara tersenyum dan menjawab, “ya sudah, pakai saja mas, aku juga jarang pakai kok. Karena sudah ada kamar mandi di dalam.”

“Ya sudah, aku ke wc dulu ya sayang, kamu tunggu di rumah Nara saja,” ucap Qomar seraya berlalu masuk kamar mandi. Sepertinya ia sudah sangat tak tahan. Nara mengajak Dara untuk duduk di kursi teras, menikmati pemandangan sawah di sore hari. 

“Nara, suami kamu kembali bekerja?” tanya Dara membuka percakapan. 

“Iya mbak, oh iya mbak Dara mau minum teh? biar aku buatkan,” ucapnya berdiri hendak masuk ke dalam rumah. 

“Nggak usah Ra, disini saja. Ada yang mau aku bicarakan denganmu,” kata Dara menarik tangan Nara untuk kembali duduk pada kursi. 

“Ada apa mbak? sepertinya serius sekali. Aku jadi takut,” ucap Nara tersenyum kaku. 

“Nara, kamu ingat waktu aku dan mas Qomar melihat orang yang berzina di hutan belakang rumah kamu?” tanya Dara. Nara mengangguk pelan. 

“Sebenarnya, ehm. Tunggu Ra, aku mohon kamu jangan kaget ya. Ini akan sangat menyakitimu. Bagaimana ya aku bilangnya,” ucap Dara, menatap sembarang arah sebab sudah sangat gugup. 

Hati Nara mulai tak nyaman, ia mulai menebak-nebak hal apa yang dibicarakan oleh Dara padanya. Nara menarik nafas panjang dan berkata, “katakan saja mbak, Insya Allah aku sudah siap, seburuk apapun itu yang akan aku dengar.” 

“Baiklah Ra, orang yang melakukan perbuatan itu adalah Ilyas dan Juminten,” ucap Dara sedikit berbisik, tubuhnya condong ke depan mendekat di samping telinga Nara. Dunia Nara berhenti sejenak, nafasnya terasa sesak, badannya terasa panas. Yang ditakutkannya selama ini adalah nyata, dan meski ia telah belajar menerima, tetap saja rasanya sangat sakit. 

“Nara, kamu nggak apa-apa?” tanya Dara, khawatir karena wanita di depannya mendadak terdiam. 

Nara yang baru sadar menggeleng cepat dan tersenyum, tak ada air mata lagi, mungkin sudah mengering seiring hatinya yang mulai mengeras. Namun, percakapan mereka terhenti saat Juminten dengan sepeda motornya hendak melaju di depan rumah Nara. 

“Mbak Nara, mbak Dara. Permisi mbak,” ucap Juminten. 

“Mau kemana kamu Jum?” tanya Dara sedikit sinis. 

“Ah, ini mbak Dara, mau ke kota. Ketemu teman,” jawab Juminten tersenyum manis pada dua wanita di depannya, “ya sudah ya mbak, Jumi berangkat dulu sebelum kemalaman,” pamit Jumi, motornya mulai melaju pelan meninggalkan desa. 

“Oalah, pelac*r kecil itu. Itu pasti janjian sama suamimu Nar, kamu akan diam saja?” tanya Dara. Qomar yang ternyata menyimak percakapan mereka pun ikut berbicara. 

“Respon kamu kok datar si Ra? apa kamu sudah tau semua ini?” tanya Qomar. Nara mengangguk pelan, dan tersenyum menatap sepasang suami istri yang tampak terkejut di depannya. 

“Astaghfirullah, ya Allah.. kamu kok sabar banget. Kalau itu terjadi padaku, sudah aku jambak-jambak itu Jumi. Dan suamiku tentu akan mati ditanganku.” Qomar bergidik ngeri melihat ekspresi istrinya. 

“Kamu harus susul mereka Nara, kamu nggak bisa diam saja. Pergi ke kota, dapatkan bukti perselingkuhan mereka. Laporkan pada pak Albi, agar kasus ini ditindaklanjuti,” usul Dara. 

“Benar itu kata istriku Ra, kita sengaja menutupi semua ini karena Juminten keponakan pak Kades. Kami tak mungkin menuduhnya tanpa bukti nyata, mereka musuh tandingan kami yang hanya warga biasa. Cuma kamu Ra, yang bisa selesaikan masalah ini, cari bukti dan serahkan ke pihak berwajib buat desa kita kembali tentram Nara,” ucap Qomar panjang lebar. Nara tampak berpikir keras, ia masih belum menjawab permintaan Dara dan Qomar yang kini menatapnya dalam. Ia perlu banyak pertimbangan. 

Terpopuler

Comments

Mimik Pribadi

Mimik Pribadi

Ayo Nara,,,,cari buktinya andaikata pada akhirnya Ilyas ingin berpisah dari kamu dan lebih memilih Juminten,nama kamu bersih lho karna yng dikhawatirkan Ilyas cari2 keburukan kamu supaya bisa menceraikan kamu,apalgi klo smpe Juminten hamil hal itu cpt atau lambat akan terjadi

2024-04-05

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!