Usai mengantar Flora ke kampusnya, Rangga melajukan mobilnya dengan pelan tanpa tujuan. Sebenarnya, ke kantor hanya alasan saja untuk menghindar. Yah, menghindar agar tak terus bersitatap dengan Flora yang wajahnya sangat mirip dengan Fiona. Mereka berdua kembar identik, sukar membedakan jika saja Fiona tak memiliki tahi lalat di bagian hidungnya.
Jika saja tahu Flora akan ke kampus, ia akan tetap berada di rumah hari ini. Tapi sudah terlanjur mengatakan pada mama dan papanya bahwa hari ini ia akan mulai aktif masuk kantor setelah sebulan lamanya hanya datang seperlunya dan sekretarisnya yang menghandle semuanya.
Mengendarai mobil dengan pelan, kedua tangan terpaku pada kemudi serta tatapan terus menatap jalanan di depan, nyaris seperti orang melamun. Rangga tak mengerti pada dirinya sendiri kenapa sikapnya seperti ini, terutama kepada Flora. Gadis itu juga berkorban, rela memutuskan hubungan dengan pria yang sangat dicintainya. Tapi keadaan yang tidak bisa ia terima membuatnya bersikap demikian dan seakan hanya dirinya yang menderita tanpa peduli bagaimana perasaan Flora.
Flora tak hanya mengorbankan hubungannya dengan Arkan, tapi juga waktu yang seharusnya gadis itu gunakan menikmati masa muda justru menjadi kerepotan mengurus dua anak sekaligus dan ditengah-tengah kesibukan kuliah.
Rangga kasihan sebenarnya, apalagi saat tadi malam ketika ia terbangun dinihari karena ingin buang air kecil. Ia melihat Flora, gadis yang biasanya tidur di ranjang empuk nan besar, tampak tak nyaman tidur di sofa. Dengan mata terpejam menahan kantuk, Flora terus bergerak mencari posisi berbaring yang nyaman.
Hanya karena tak dapat menerima orang baru dalam hidupnya, ia memperlakukan Flora demikian. Tapi jauh didalam lubuk hatinya, ia tidak ingin seperti ini. Flora adalah adik kesayangan mendiang istrinya, juga adalah adik ipar yang kerap membuatnya tertawa sekaligus kesal. Tapi keadaan yang mengikat mereka dalam hubungan pernikahan terpaksa, mengubah pandangannya terhadap sang adik ipar yang kini telah menjadi istrinya. Baginya Flora hanyalah orang asing yang tak berhak memasuki hatinya, dimana didalam sana masih ada Fiona yang tak ingin ia gantikan dengan siapapun.
"Fio, apa perbuatanku ini salah? Aku harus bagaimana, Sayang? Aku harus bagaimana memperlakukan Adikmu? Aku tidak bisa menerima dia dalam hidupku!" Rangga berdecak kesal. Ia sungguh tak bisa menerima keadaan ini. Andai saja Flora mengurus Kia dan Azka masih dengan status adik ipar, tentu ia tidak akan memperlakukan Flora seperti ini. Haruskah ia menyalahkan para orang tua, yang memaksanya menikahi Flora demi Azka dan Kiara.
Rangga mencari tempat yang sepi untuk menepikan mobilnya. Pikirannya benar-benar kalut, ia butuh ketenangan tapi tidak tahu dimana ia bisa menemukan ketenangan itu. Hampir setiap hari mendatangi makam istrinya, mengadukan keluh kesah di sana. Tapi nyatanya tetap saja tidak bisa membuatnya tenang.
Lama Rangga termenung didalam mobilnya, memikirkan hal-hal yang bisa membuatnya tenang. Namun, yang terlintas justru bayangan Flora yang tidurnya tak nyaman di sofa. Ia juga merasa tak tega, tapi apa yang harus ia lakukan. Tak ingin seranjang dengan Flora, dan pula gadis itu tak ingin tidur di ranjangnya bersama Kia dengan alasan tak ingin menaiki ranjang kakaknya.
Setelah cukup lama berperang dengan pikirannya sendiri, akhirnya Rangga melajukan mobilnya kembali. Kini dengan tujuan mencari toko yang menjual kasur lipat. Yah, ia akan membelikan Flora kasur lipat. Meski tak senyaman ranjang milik Flora di rumah orangtuanya, tapi setidaknya tak membuat tubuh Flora menjadi pegal-pegal seperti tidur di sofa.
.
.
.
Malam hari...
"Kia, ayo sini sama Papa. Jangan ganggu Tante Flora." Rangga yang duduk di tepi tempat tidur melambaikan tangan memanggil putrinya yang sejak tadi duduk dipangkuan Flora yang tengah fokus pada layar laptop, mencari materi di internet untuk tugas kuliahnya.
Kia menatap papanya sebentar kemudian mendongak menatap Flora.
"Gak apa-apa Kak, biar Kia di sini saja." Kata Flora tanpa melihat kearah Rangga. Saat Kia mendongak menatapnya, walau hanya diam tapi ia tahu jika keponakannya itu masih ingin bersamanya.
"Ini sudah waktunya Kia tidur, ayo sini sama Papa." Rangga tetap memanggil putrinya. Bagaimana Flora bisa fokus mengerjakan tugas kuliah sementara ada Kia yang duduk di pangkuannya.
Kali ini Kia menggeleng pelan, menolak panggilan sang papa. Malam ini, ia ingin terbuai kealam mimpi dengan usapan lembut tangan tantenya.
"Kia, Papa bilang ayo sini!" Karena kesal Rangga meninggikan suaranya. Membuat Azka yang sudah tertidur lelap jadi terbangun.
Bayi laki-laki itu menangis cukup kencang mendengar suara papanya. Lekas Flora menurunkan Kiara dari pangkuannya, mendudukkan keponakannya itu di sofa kemudian berlari pelan menghampiri Azka di box bayi.
"Cup cup cup, jangan nangis ya Sayang." Flora mengusap-usap punggung Azka yang kini ia timang sembari menggerakkan tangannya seperti mengayun. Perlahan, akhirnya Azka berhenti menangis dan tak lama kemudian bayi itu kembali tertidur.
Usai membaringkan Azka didalam box bayi, Flora kembali ke sofa di mana Kiara masih setia menunggunya. "Sudah ngantuk ya?" Tanyanya saat baru saja duduk, melihat mata Kiara nampak sendu.
Kiara mengangguk pelan dengan netra tak lepas menatap tantenya.
"Mau Tante usap usap kepalanya?" Tanya Flora lagi. Kiara langsung mengangguk antusias karena memang itulah yang diinginkannya.
Flora lalu membaringkan tubuh mungil Kiara di sofa dan menjadikan pahanya sebagai bantal keponakannya itu. Mengusap-usap pucuk kepalanya hingga akhirnya Kiara benar-benar tertidur, ia lalu menoleh menatap Rangga yang ternyata juga sedang menatapnya.
"Kak, Kia sudah tidur. Pindahkan ke ranjang."
Rangga kemudian beranjak menuju sofa, menggendong Kiara memindahkannya ke tempat tidur. Setelah menyelimuti putrinya, ia juga naik ke ranjang namun tidak merebahkan tubuhnya melainkan hanya duduk bersandar sambil sesekali melirik Flora yang kembali fokus mengerjakan tugas kuliahnya.
Dari layar ponselnya yang ada diatas nakas samping ranjang, Rangga melihat waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh malam. Ia lalu turun dari tempat tidur dan melangkah keluar dari kamar. Mengendap-endap sembari menoleh ke kanan dan kiri, setelah memastikan aman dan tidak ada yang melihatnya, ia lalu mempercepat langkahnya menuju pintu utama. Sekarang adalah waktu yang aman untuk mengambil kasur lipat yang ia beli dan masih berada di dalam bagasi mobilnya.
Sementara di dalam kamar, Flora meregangkan otot-ototnya setelah menutup laptopnya. Tugasnya belum selesai tapi sekarang ia sudah mengantuk. Sebaiknya tidur dan akan menyicil mengerjakan tugas esok hari.
Di tepuk-tepuk nya sofa kemudian merebahkan tubuhnya. Baru ia akan memejamkan mata, namun mendengar suara pintu kamar terbuka ia lantas menoleh. Keningnya mengernyit melihat Rangga membawa kasur lipat.
"Ini, untuk kamu tidur." Rangga langsung saja menjatuhkan kasur lipat itu di lantai. Kemudian mengibaskan tangannya, kasur lipat itu cukup berat dan membuat tangannya sedikit kemang membawanya dari mobil hingga ke kamar yang berada dilantai atas.
"Untuk aku?" Meski ucapan Rangga sudah jelas, tapi Flora masih bertanya untuk memastikan dan itu membuat Rangga menjadi sedikit kesal.
"Kalau kamu gak mau, biar aku yang tidur di kasur lipat itu dan kamu tidur di ranjang bersama Kia."
"Tidak, biar aku yang tidur di kasur lipat." Ucap Flora cepat. Ia lalu beranjak mengambil kasur lipat itu, membawa ke dekat box bayi Azka lalu menenangkannya.
Setelah mengambil bantal dan selimutnya di sofa, ia menatap Rangga sebentar. Ingin mengucapkan terima kasih tapi tidak mau kejadian saat di mobil terulang, ketika Rangga membelikan bakpao, yang mana ia anggap sebagai bentuk perhatian namun nyatanya hanya peringatan agar menjaga kesehatan untuk Azka dan Kia. Dan kasur lipat itu, ia juga yakin jika itu Rangga berikan hanya sebatas memberi fasilitas untuk orang yang mengasuh anak-anaknya.
Dan akhirnya, Flora membaringkan tubuhnya di kasur lipat itu. Menyelimuti tubuhnya kemudian memiringkan badannya menghadap box bayi Azka, dan membelakangi Rangga yang masih berdiri di tempatnya.
Rangga menatap nanar punggung Flora yang terbalut selimut, 'Aku tahu kamu tulus. Tapi... Maaf, kamu tetap hanya orang asing bagiku.'
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 95 Episodes
Comments
awesome moment
bnr2 berhati batu. wajar klo fio mokat.
2024-12-11
0
Julik Rini
tanpa flora anakmu akan menangis kejer
2024-12-04
0
Anda Anda
wlau Tetap orang asing tpi dia berharga bagi anak mu
2024-06-12
3