'Jika saja sejak awal menikah, aku dan Fiona tinggal di rumah sendiri. Sekarang, aku tidak perlu sekamar dengannya.' Ucap Rangga dalam hati sembari menarik koper Flora masuk kedalam kamarnya atas perintah mama Sinta.
Yah, jika saja ia dan Fiona tak serumah dengan orang tuanya, Flora pun tak akan pernah ia bawa masuk tinggal di kamarnya. Jika di rumah sendiri, ia akan menyuruh adik ipar yang telah menjadi istrinya itu tidur di kamar lain.
Disandarkan koper milik Flora di dekat nakas yang ada di samping tempat tidur kemudian menjatuhkan badan duduk di tepi ranjang. Rangga lalu menoleh menatap ranjang, tepatnya di bagian yang Fiona tempati tidur. Apakah sekarang ia juga harus memberikan tempat tidur mendiang istrinya itu pada Flora? Ia menggeleng, menerima pernikahan ini saja ia hanya terpaksa, tak mungkin sudi membiarkan wanita lain menggantikan tahta istrinya. Seakan ia lupa, bahwa Flora sekarang adalah istrinya juga.
Di ambang pintu yang tidak ditutup Rangga sebelumnya, Flora berdiri dengan canggung sembari menggendong Azka serta Kiara disampingnya yang memegang ujung kebaya yang masih ia kenakan. Di pundaknya bertengger ransel yang berisi laptop dan perlengkapan kuliahnya. Ia menatap nanar Rangga yang terus menatap tempat tidur, lalu melangkah perlahan memasuki kamar.
Rangga terkesiap ketika Flora dan anak-anaknya memasuki kamar, ia meraih Kiara lalu mendudukkan putrinya itu dipangkuan nya. Ia mengusap dengan lembut rambut Kia yang panjangnya sebahu.
"Pa, sekarang Tante Flora tidur sama Papa ya, seperti sama Mama?" Tanya Kiara. Diperjalanan tadi, neneknya membisikkan kalau sekarang tante Flora juga mamanya. Dan ia harus kembali tidur di kamarnya sendiri. Menjelang persalinan mamanya, ia memang tidur sekamar dengan orangtuanya atas permintaan mamanya sendiri dan mungkin itu adalah tanda bahwa mamanya itu memang akan pergi selamanya. Mamanya ingin mereka terus bersama-sama sebelum pergi.
"Enggak Sayang, Kia tetap tidur sama Papa di sini, dan Tante Flora tidur di..." Rangga menjeda kalimat. Bingung harus menyuruh Flora tidur dimana sementara ia tidak ingin seranjang dengannya. Tak mungkin ia membiarkan gadis itu tidur di lantai atau di sofa yang jelas akan membuat badan jadi pegal-pegal. Meski tidak menerima pernikahannya ini, namun tetap saja kenyamanan Flora harus ia pikirkan.
"Em, begini saja. Kia dan Tante Flora tidur ranjang, dan Papa akan tidur di sofa." Ucapnya setelah beberapa saat berpikir. Yah, sebaiknya ia yang tidur di sofa. Jika badannya terasa pegal mudah saja ia menyembunyikannya. Jika Flora, ia tidak yakin gadis itu bisa berpura-pura menahan rasa tidak nyaman ditubuhnya yang akan membuat orangtuanya tahu bahwa mereka menikah hanya karena kesepakatan.
"Tapi Pa, Nenek suruh Kia balik tidur di kamar Kia sendiri." Ujar gadis cilik itu menyampaikan apa yang dikatakan neneknya.
"Biar nanti Papa yang bilang sama Nenek kalau Kia tetap tidur di sini. Nanti Kia tidurnya sama Tante Flora dan Papa di sofa."
"Tidak perlu, Kak. Biar aku saja yang tidur di sofa." Bantah Flora. Seperti yang sudah ia katakan, tidak akan pernah menggantikan posisi Kakaknya. Tidur di ranjang kakaknya pun ia tidak akan melakukannya.
"Tidak apa-apa, biar kamu saja yang tidur di ranjang bersama Kia dan aku yang tidur di sofa." Balas Rangga tanpa melihat lawan bicaranya.
Flora menghela nafas, ia melangkah ke sudut kamar dimana box bayi milik Azka berada. Dibaringkan keponakannya yang sudah tidur itu dengan perlahan ke dalam box bayi kemudian kembali menghampiri Rangga. "Kak, aku mau bicara sebentar." Ujarnya setelah berdiri di hadapan Rangga.
"Bicara saja," ucap Rangga masih tanpa melihat Flora.
"Berdua." Tekan Flora, yang membuat Rangga lantas menatapnya. Netranya yang melirik Kia dan akhirnya Rangga mengerti jika pembicaraannya tidak boleh didengar oleh Kia.
"Sayang, boleh gak Papa minta tolong?"
"Minta tolong apa, Pa?" Tanya Kia.
"Kia ke dapur, terus bilang sama Bi Ani suruh buatin kopi untuk Papa ya." Ujar Rangga.
Kia mengangguk, ia turun dari pangkuan papanya kemudian berlari kecil keluar kamar. Setelah Kia pergi, Rangga pun berdiri. "Mau bicara apa?" Tanyanya datar.
"Aku sudah bilang sebelumnya, aku tidak akan pernah menggantikan posisi Kak Fio. Dan aku juga tidak akan menaiki ranjang kakakku sendiri." Ucap Flora langsung pada intinya.
Rangga menarik sudut bibirnya, ternyata Flora cukup tahu diri. "Jadi, kamu tetap mau tidur di sofa?"
"Iya." Jawab Flora tegas.
"Tapi kalau kamu merasa tidak nyaman, jangan pernah tunjukkan itu dihadapan orangtuaku." Tekan Rangga memperingati. Ia tidak ingin berpura-pura sebenarnya, namun ia juga tidak mau ditekan oleh orangtuanya untuk memperlakukan Flora sebagaimana ia memperlakukan Fiona. Biarlah parah orang tua mengira bahwa ia dan Flora baik-baik saja meski sebenarnya mereka hanya berpura-pura.
"Kak Rangga tenang saja, ini sudah keputusanku dan aku tahu apa yang harus aku lakukan. Sudah dari awal aku tekankan, bahwa aku menerima pernikahan ini hanya sebatas menjadi ibu untuk keponakanku. Tidak lebih!" Ucap Flora.
Rangga tersenyum masam mendengarnya, entah hubungan apa yang akan ia jalani bersama Flora dan akan sampai kapan mereka akan seperti ini. Sungguh, ia tidak ingin berada dalam situasi seperti ini, tapi sekali lagi demi Kiara dan Azka ia pun mengorbankan perasaannya untuk berpura-pura menerima dihadapan orangtuanya.
"Di dalam lemari, semua barang-barang Fiona tersusun rapi. Aku tidak mau ada satupun barang istriku yang keluar dari lemari. Dan untuk barang-barangmu, terserah saja kau mau menyimpannya dimana asalkan jangan mencampur barang-barangmu dengan barang-barang Fiona apalagi sampai mengeluarkannya dari lemari." Ucap Rangga penuh peringatan. Sengaja ia mengatakan itu agar Flora tahu diri, dan sadar akan posisinya yang tidak akan bisa sejajar dengan Fiona.
"Iya, Kak Rangga tenang saja. Semua barang-barang Kak Fio akan tetap ada di kamar ini." Kata Flora.
Rangga mengepalkan sebelah tangannya, ia lalu mengayun langkah keluar dari kamar dengan perasaan kesal. Sepertinya Flora tidak akan mudah untuk tertekan. Gadis itu sudah dengan pendiriannya maka diperlakukan bagaimana pun dia akan tetap kokoh.
"Loh, Pak Rangga mau kemana? Ini Bibi bawakan kopinya?" Ucap bi Ani yang berpapasan dengan majikannya itu.
"Saya mau keluar sebentar, Bi. Kopinya kasih saja pada satpam didepan." Kata Rangga kemudian kembali mengayun langkahnya dengan cepat. Ia akan pergi, dan tentu saja pergi ke pemakaman istrinya. Ia ingin memberitahu pada istrinya itu bahwa ia sudah menikahi Flora.
Sementara didalam kamar, Flora memegangi dadanya yang terasa sesak. Kenapa takdir membawanya kedalam situasi seperti ini. Ia tidak bisa menjamin dirinya akan bisa terus-terusan menerima sikap kakak ipar yang telah menjadi suaminya itu. Namun, sebisanya ia harus kuat demi dua keponakannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 93 Episodes
Comments
Sarah Yuniani
Rangga sebagai laki laki egois
2024-09-09
1
Neli Allen
kami yg membaca nafas kami jg ikut sesek thor bukan sekedar sesak aja tp dg air mata yg tak berhenti mengalir manganak sungai sungguh sedih rasanya
2024-06-27
1
Retno Anggiri Milagros Excellent
bagaimana ini jadi manten koq setengah jalan hehe.. 🤭😅
2024-03-17
0