Flora menghela nafas panjang ketika baru saja turun dari taksi, netranya nanar menatap toko di depannya yang hampir setiap harinya ramai dikunjungi pembeli terutama kalangan wanita, yang gemar mengoleksi berbagai macam perhiasan.
Flora melangkah memasuki toko perhiasan tersebut sembari menggenggam erat kotak di tangannya yang berisi kalung pemberian almarhumah kakak kembarnya, di hari ulang tahun mereka. Jika tak mendesak, ia tak akan menjual benda yang penuh kenangan itu. Namun, ia berjanji suatu hari nanti akan menebusnya kembali.
"Mbak, saya mau menjual kalung ini. Mas putih, kira-kira terjual dengan harga berapa ya, Mbak?" Tanya Flora pada pramuniaga toko perhiasan tersebut seraya membuka kotak kalungnya kemudian meletakkan di atas etalase.
"Em, sebentar ya Mbak Saya cek dulu." Pramuniaga tersebut pun mulai mengamati ciri fisik kalung itu, dan melakukan serangkaian tes lainnya untuk mengecek keasliannya. "Kami berani ambil kalung ini dengan harga 10 juta, Mbak." Ujarnya setelah selesai mengecek keaslian dan kemurnian kalung itu.
"10 juta, Mbak?" Kedua mata Flora nampak berbinar. Tak menyangka kalung pemberian kakaknya itu memiliki harga yang cukup tinggi.
"Iya, tapi karena sudah tidak ada suratnya jadi dikenakan potong sebanyak 10%."
Flora nampak berpikir sejenak, ia hanya berharap semoga uang itu cukup untuk biayai keseluruhan akhir semester. "Baiklah, Mbak." Ujarnya kemudian.
"Mbak, kalung pesanan Mama saya sudah selesai apa belum ya?" Tanya seorang pria yang baru saja datang.
"Oh iya sebentar ya Mas, saya melayani Mbak ini dulu." Ujar pramuniaga itu, tersenyum pada anak salah satu pelanggan toko perhiasan itu sembari menunjuk Flora yang berdiri di hadapannya.
Pria itu hanya mengangguk, kemudian beralih menatap layar ponselnya.
Merasa mengenali suara pria yang berdiri tak jauh di sampingnya, Flora lantas menoleh. "Kak Arkan?"
Pria yang ternyata Arkan itu juga langsung menoleh ketika namanya di sebut, kedua matanya nampak berbinar melihat wanita yang hingga kini masih bertahta dihatinya. "Flo, kamu ngapain di sini?" Tanyanya.
"Em," Flora ragu untuk menjawabnya. Ia tidak ingin orang lain bahkan Arkan pun tahu akan permasalahannya sekarang.
"Mbak, ini uangnya." Pramuniaga itu menyodorkan sejumlah uang penjualan kalung Flora. Kemudian mengambil kalung itu.
Kedua mata Arkan membola ketika tatapannya tertuju pada kalung yang sangat ia kenali, "Flo, kamu jual kado pemberian Fiona?" Tanyanya dengan tatapan tak percaya. Ia sangat mengenali kalung itu karena Flora pernah menunjukkannya. Namun, untuk apa Flora menjualnya. Gadis keturunan konglomerat itu tak mungkin kesulitan dalam masalah keuangan sehingga harus menjual benda tersebut.
Lidah Flora terasa keluh untuk menjawabnya, ia benar-benar tidak ingin siapapun tahu akan permasalahan yang ia hadapi sekarang. Menjual kalung pemberian Fiona adalah satu-satunya jalan untuk keluar dari permasalahannya.
Tak mendapat jawaban dari Flora, Arkan lalu berpindah menatap pramuniaga yang tampak kebingungan, "Mbak, kalung itu gak jadi di jual." Ia mengambil dengan gerakan merampas, kemudian menarik tangan Flora keluar dari toko tersebut.
Setelah berada di luar, Arkan menghempaskan tangan Flora, dan kini tatapannya sedikit menajam. "Flo, sekarang kamu bilang kenapa kamu jual kalung ini?" Tanyanya dengan penuh penekanan.
"Flo, jawab!" Tanyanya lagi dengan memegang kedua bahu Flora. "Jangan bilang karena kamu lagi butuh uang?" Ucapnya lagi dengan tersenyum mengejek. Flora bukanlah anak dari keluarga tak punya sehingga harus menjual benda berharganya untuk mendapatkan uang.
Masih tak ada jawaban dari Flora, namun dari ekspresi dan kepalanya yang sedikit menunduk, Arkan tahu jika Flora benar-benar sedang butuh uang. Ia lalu melepas cengkeramannya di bahu Flora.
"Aku benar-benar tak percaya ini. Kamu itu anak konglomerat Flo, dan suami kamu juga sepadan dengan keluargamu tapi kamu menjual kalung." Arkan tersenyum getir. Ia mulai menerkam, seburuk apa Rangga memperlakukan Flora selama beberapa bulan ini. Bahkan uang pun, Flora sampai harus menjual kalung pemberian almarhumah Fiona untuk mendapatkan uang.
"Simpan baik-baik kalung ini, "Arkan menarik tangan Flora lalu memberikan kalung itu. "Dan sekarang katakan berapa uang yang kamu butuhkan? Tidak usah sungkan mengatakannya, aku ini juga kakakmu."
Namun, Flora menggeleng kepalanya yang membuat Arkan berdecak kesal. Meski Flora tidak mau mengatakan, ia tetap akan memberikannya uang. Lupakan kalau mereka adalah mantan kekasih, tujuannya memberikan uang adalah untuk membantu meringankan beban adiknya itu.
Arkan kemudian membuka aplikasi banking di ponselnya, menulis nominal yang cukup besar lalu memperlihatkannya pada Flora. "Apa segini cukup?" Tanyanya.
"Kak, gak usah." Flora mencoba meraih ponsel Arkan, karena pria itu tahu nomor rekeningnya. Arkan bisa saja langsung mengirimkan sejumlah uang yang cukup besar itu ke rekeningnya.
"Baiklah, aku rasa ini cukup. Tapi jika masih kurang, katakan saja." Arkan lalu menekan nomor rekening Flora yang sudah tersimpan pada daftar transfer di aplikasi banking nya. Beberapa bulan lalu, ia pernah mengirimkan uang pada Flora sebagai hadiah anniversary, dan dengan uang itu Flora harus membeli apapun yang dia inginkan.
"Sudah," ujarnya sembari menunjukkan layar ponselnya. Tertulis, transfer berhasil.
"Kak, ini tidak perlu." Flora memelas. Sungguh ia tidak mengharapkan ini dari Arkan.
"Kamu ke sini naik taksi, kan?" Tanya Arkan mengalihkan pembicaraan. Saat bertemu di restoran beberapa hari lalu, Flora hanya menggunakan taksi. Ia sangat geram dengan hal tersebut. Bisa-bisanya Rangga tidak memberi fasilitas kendaraan pada istrinya sendiri.
"Iya," jawab Flora.
Arkan menghela nafas panjang, "Kamu tunggu di sini sebentar, aku ambil perhiasan Mamaku dulu baru setelah itu aku antar kamu pulang."
"Kak, gak usah. Biar aku pulang sendiri." Tolak Flora. Beberapa hari lalu saja, Rangga sudah menuduhnya yang tidak-tidak padahal ia benar-benar tak sengaja bertemu Arkan di restoran. Ia tidak mau ribut lagi jika sampai suaminya itu melihat Arkan mengantarnya pulang.
"Baiklah kalau begitu, hati-hati di jalan." Arkan akhirnya pasrah. Sepertinya Flora memang kini menjaga jarak diantara mereka, dan ia harus menghargai itu.
Flora mengangguk, ia menatap Arkan dengan serius. "Kak, apapun yang Kak Arkan tahu tentang rumah tanggaku dengan Kak Rangga, aku mohon tolong jangan beritahu siapapun termasuk kepada Mama dan Papa." Ujarnya dengan tatapan memohon.
Arkan tak menjawab apapun, dia hanya menarik sudut bibirnya tersenyum getir. Ia sangat menyayangkan kenapa Flora bersedia menikahi laki-laki yang sama sekali tidak mengharapkan keberadaannya. Namun, apa yang bisa ia katakan sekarang. Semuanya sudah telanjur dan Flora sudah menjadi istri Rangga.
"Flo mungkin kamu akan menganggap ku jahat jika aku mengatakan, aku berharap suatu hari nanti Rangga melepas mu dan kamu kembali padaku. Aku menunggumu." Usai mengatakan itu, Arkan lalu masuk ke toko perhiasan dengan perasaan yang bergemuruh. Meski Flora tidak mengatakan, ia tahu rumah tangga Flora dan Rangga tidak baik-baik saja. Hatinya benar-benar sakit melihat sorot mata Flora, sama sekali tak ada pancaran kebahagiaan di sana seperti ketika bersamanya. Kedua mata Flora selalu berbinar saat berhadapan dengannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 93 Episodes
Comments
Salwa Antya
semangat Flo semoga kamu masih berjodoh dg arkan
2024-05-13
2
Retno Anggiri Milagros Excellent
kesabaran akan membuat kebahagiaan. 🤭😍
2024-03-17
0
Vina Eka Wahyuni
sedih bngt sumpah nangis q bc dr awal,😭😭
2024-03-13
1