Flora tak banyak bicara lagi setelah berada di dalam kamar, namun pandangannya menelisik ke seluruh penjuru kamar yang tampak berbeda. Ada berbagai hiasan yang nampak sekali disengaja, siapa pelakunya dan apa tujuannya dia penasaran, namun enggan juga untuk bertanya. Dalam hati dia hanya menerka-nerka, kemungkinan saja mama dan mertuanya, atau mungkin ipar dan sepupunya. Mereka semua berkumpul hari ini untuk menyambut kepulangannya, entah siapa diantara mereka yang menghiasi kamar.
Rangga pun merasakan hal yang sama, dia juga bertanya-tanya dalam hati namun ia memilih diam dan enggan untuk membahas masalah kamarnya yang dihiasi itu. Tapi siapapun pelakunya, dia berterima kasih karena kamarnya teramat bersih hari ini.
"Kak, bisa tolong bawakan Azka ke sini? Sama Kia juga." Ujar Flora setelah Rangga membantunya duduk di sofa. Hanya berdua dengan Rangga di kamar tentunya tidak akan nyaman baginya. Selama enam bulan ini, ada Azka dan Kia yang menemani di kamar.
"Nanti saja Flo, kamu baru pulang dan istirahat saja dulu. Biarkan Azka dan Kia bersama Kakek, Nenek dan Tante-tante nya, jarang-jarang mereka bisa berkumpul seperti sekarang." Kata Rangga sembari menyimpan tongkat Flora di sebelah sofa.
Flora mengangguk pelan, benar juga yang dikatakan suaminya. Kapan lagi anak-anak bisa berkumpul dengan keluarganya. Namun, dari ekspresi wajahnya ia terlihat tidak nyaman.
Rangga berdiri agak canggung, dia terlihat kebingungan antara ingin duduk disebelah Flora atau duduk di tempat dia biasa bersantai yaitu di ranjang duduk bersandar.
"Flo, kamu mau duduk saja di sini atau mau rebahan?" Tanya Rangga akhirnya.
"Mau duduk dulu, Kak. Gak enak juga rebahan soalnya belum lama habis makan." Kata Flora, dia menatap Rangga sebentar lalu melempar pandangan kearah pintu. Berharap Kiara datang dan mengurai kecanggungan yang sedang terjadi karena hanya berdua dengan Rangga di kamar.
Rangga mengangguk, dia tampak berpikir dan akhirnya memilih duduk di sebelah Flora. Tentu tak dekat, posisinya cukup berjauhan dengan Rangga yang di sudut kiri dan Flora di sudut kanan.
"Flo, dengan kondisimu yang seperti ini, aku rasa tidak baik kalau kamu masih tidur di kasur lipat." Ucap Rangga membuka suara.
Flora menoleh, meski agak canggung dia memberanikan diri menatap Rangga dengan tanya. Kalau bukan di kasur lipat, lalu di mana lagi? Di sofa jelas saja lebih nyaman tidur di kasur lipat.
Rangga tampak menghela nafasnya kemudian berkata, "Bagaimana kalau kita bertukar tempat tidur saja?"
Spontan saja Flora langsung menggelengkan kepalanya, dia pernah mengatakan tak ingin menaiki ranjang kakaknya sendiri. Meski itu bukan suatu yang mutlak, dia juga istri Rangga sekarang jadi wajar saja jika ranjang yang dulu milik kakaknya sekarang juga menjadi miliknya, tapi perkataan Rangga yang menganggapnya hanya sebatas ibu untuk anak-anaknya, memperkuat komitmen tersebut.
Tak ada lagi obrolan, Rangga memilih diam, dia tidak ingin juga memaksa Flora jika tidak mau. Namun, jauh dari lubuk hatinya, ia merasa tak tega jika Flora tidur di kasur lipat dengan kondisi yang tidak baik. Cedera kaki membuat pergerakan menjadi sulit, dalam keadaan demikian seharusnya berada di tempat yang luas misalnya tempat tidur saja. Jika di ranjang, Flora tak akan begitu kesulitan untuk bergerak atau turun dari tempat tidur, tinggal menjulurkan kaki ke lantai kemudian mengambil tongkat untuk menopang tubuhnya berdiri. Tapi di kasur lipat yang terbentang di lantai, tentu butuh pergerakan yang cukup ekstra untuk bangkit berdiri.
.
.
.
Sore harinya, keluarga Flora berpamitan pulang. Sebenarnya Flora masih rindu pada mama dan papanya, ia ingin orang tuanya menginap semalam lagi, namun tak mempunyai keberanian juga mengutarakan keinginannya itu, beberapa hari ini orangtuanya juga pasti kerepotan menggantikan perannya mengasuh Azka dan Kiara. Dengan berat hati, ia ikut mengantar keluarganya ke pelataran.
"Jaga kondisi kamu baik-baik ya, Nak." Ujar mama Zana sembari memeluk Flora. Dibalik tubuh putri bungsunya itu, raut wajahnya nampak mendung. Berbeda dengan papa Farhan dan keluarga yang lain, wajah mereka nampak cerah.
Melihat Flora nampak baik-baik saja meski mengalami cedera ringan, sudah cukup membuat mereka lega. Namun, tidak dengan mama Zana. Meski melihat sendiri kondisi putrinya yang nampak baik-baik saja pasca kecelakaan itu, tak serta merta membuatnya merasa tenang. Ada hal lain yang begitu mengganggu hati dan pikirannya. Hal tersebut juga dirasakan mama Sinta, namun dua wanita paruh baya itu memilih diam untuk beberapa waktu sembari memantau kondisinya.
Setelah dua mobil yang membawa keluarga Flora meninggalkan pelataran, Rangga pun menuntun Flora masuk ke rumah. Pun dengan papa Digo yang menggendong Azka, serta mama Sinta yang menggenggam tangan Kiara.
"Kak, aku mau ke dapur." Kata Flora saat Rangga menuntunnya menuju tangga yang artinya mereka akan ke kamar.
"Kamu mau makan? Biar aku yang ambilkan, tapi sekarang aku antar kamu ke kamar dulu."
Flora menggeleng, "Ini sudah waktunya Azka makan, aku mau membuatkan bubur dulu."
Rangga termangu, dia menatap lekat istrinya. Dalam kondisi seperti ini, Flora masih saja mengutamakan anak-anak.
"Kemarin-kemarin aku biarkan saja kamu buat MPASI sendiri untuk Azka, karena keadaan kamu baik-baik saja. Tapi sekarang kamu saja sudah kesusahan, bagaimana kamu masih akan mengerjakan semuanya. Jadi aku pikir, untuk makanan Azka diganti saja dengan yang instan. Ayo aku antar ke kamar baru setelah itu aku ke minimarket beli bubur instan."
"Tidak Kak, nanti Azka gak mau makan kalau makanannya diganti. Azka sudah terbiasa dengan bubur yang aku buat." Flora menatap suaminya penuh harap, dia tak mau membuat nafsu makan Azka jadi terganggu bila diganti dengan bubur instan yang jelas akan terasa asing bagi Azka. Selama beberapa hari berada di rumah sakit saja, ia selalu menelpon mamanya untuk memberitahu menu apa saja yang biasa dia buatkan untuk Azka.
Rangga nampak berpikir, menimang apa yang dikatakan Flora. Jelas ia juga tidak mau nafsu makan Azka jadi terganggu, dan akhirnya ia memutuskan. "Begini saja, biar aku yang membuat buburnya dan kamu yang kasih arahan.
Agak ragu Flora mengangguk, sebenarnya merasa tidak enak karena Rangga yang harus membuat bubur, tapi tidak ada pilihan. Lagipula sudah keinginannya yang ingin menjadi partner yang baik dalam mengasuh anak-anak, jadi tidak ada salahnya juga jika saat ini Rangga juga ikut mengerjakan tugasnya.
Sepasang suami istri pun lalu menuju dapur, Flora yang duduk di kursi memberi arahan langkah apa saja yang harus dilakukan untuk membuat bubur bayi. Rangga menyimak dengan seksama. Meski awalnya kerepotan namun ia berhasil membuat bubur tersebut.
Tak hanya hari itu saja, selang beberapa hari Rangga yang masih membuatkan bubur, ia sudah lihai tanpa arahan lagi dari Flora. Dia bangun lebih awal, sebelum berangkat ke kantor bubur Azka sudah tersedia begitupun saat sore hari, mengusahakan pulang cepat agar tak keduluan oleh Flora.
Tak hanya masalah makanan, dalam urusan memandikan dan menidurkan Azka, Rangga juga turut membantu. Saat-saat itulah Rangga merasakan bahwa ternyata tak mudah mengasuh seorang anak, ia sungguh baru merasakannya.
Mengingat selama enam bulan ini Flora yang aktif mengasuh anak-anaknya tanpa mengeluh, hatinya merasa tersentuh, apalagi ketika ia sendiri yang ikut berperan dan merasakan sulitnya menjadi seorang ibu. Saat bersama Fiona, ia memang tak terlalu memperhatikan bagaimana mendiang istrinya itu mengasuh Kiara saat itu. Dia hanya fokus bekerja, pergi pagi dan pulang terkadang malam hari.
Dan kini ia merasakan, meski ternyata tak mudah menjadi seorang ibu tapi jika mengasuh anak-anak secara bersama-sama ternyata menyenangkan.
.
.
.
Melihat Rangga pagi-pagi sekali sudah menuju dapur, mama Sinta mengikuti putranya itu. "Mama perhatikan, kamu sudah bisa merawat anak-anak kamu sendiri." Ucapnya setelah berdiri dibelakang Rangga.
Rangga yang hendak membuka kulkas, membalikkan badan. Ia tersenyum pada mamanya. "Iya nih, Ma. Beberapa hari belajar, aku sudah bisa membuat makanan untuk Azka." Ujarnya.
"Kalau begitu, sepertinya kamu sudah tidak butuh pengasuh lagi." Kata mama Sinta, kemudian meninggalkan Rangga yang tampak tercengang.
Rangga menatap kepergian mamanya dengan bingung, sembari mencoba mencerna apa yang baru saja dikatakan mamanya itu.
"Maksud Mama apa sih? Mereka semua menyuruhku menikahi Flora karena tidak ingin ada pengasuh, terus kenapa Mama bicara seperti tadi?" Rangga bingung, ia benar-benar tidak mengerti dengan perkataan mama Sinta.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 93 Episodes
Comments
Neli Allen
Rangga Rangga karna kamu menikahi flora untuk sekedar pengasuh anak2 mu saja bukan pendamping atau istri maka mulutmu itu jangan SERAMPANGAN aja klou ngomong itu
2024-06-28
2
Adriana Wiriadinata
rangga..rangga..mssa gitu aja ga ngrti..
2024-06-22
0
Anda Anda
mana sanggup melepaskan plora
2024-06-12
0