Selesai urusannya di dapur, Rangga lekas kembali ke kamar. Dia tak hanya membawa bubur untuk Azka, tapi juga sarapan untuk mereka bertiga. Yah bertiga, dirinya, Flora dan Kiara. Dalam beberapa hari ini, mereka memang selalu sarapan bersama di kamar karena kondisi Flora yang kesulitan untuk naik turun tangga.
Rangga tersenyum tipis kala membuka pintu kamar, senyumnya begitu samar bahkan nyaris tak terlihat. Sejenak ia berdiri di ambang pintu, tatapannya tertuju pada Flora yang tengah menyiapkan pakaian yang akan ia pakai ke kantor hari ini.
Kemudian tatapannya beralih ke atas nakas samping tempat tidur, di sana tas kerjanya juga sudah tersedia, serta sepatu lengkap dengan kaos kakinya juga sudah tersedia di bawah nakas. Lalu tatapannya berpindah pada anak-anaknya yang bermain di tempat tidur, tampak Azka cekikikan kala Kiara bermain cilukba. Kedua anaknya itu juga sudah terlihat rapi.
Ternyata, sesuatu bila dilakukan dengan senang hati, memang akan terasa menyenangkan. Begitu juga bila dilakukan secara kerjasama, hasilnya pasti akan memuaskan. Yah, selama beberapa hari ini Rangga dan Flora memang terkesan bekerjasama. Saat Rangga membuatkan bubur untuk Azka, Flora yang akan menyiapkan keperluan Rangga sebelum berangkat ke kantor.
Namun, meskipun demikian tetap saja kecanggungan itu masih menjadi garda terdepan. Rangga yang sejatinya belum sepenuhnya bisa menerima keadaan, masih bersikap biasa saja pada Flora. Tak ada hal-hal yang terlalu berkesan yang ia berikan pada istrinya itu selain kata terima kasih.
Pun dengan Flora, ia hanya mengimbangi sikap suaminya. Jika Rangga mengajaknya berbicara, ia akan menjawab dan jika Rangga diam, ia juga akan diam.
"Sarapan datang," seru Rangga sembari melangkah masuk. Dia langsung menuju sofa, setelah meletakkan nampan yang dibawanya, ia lalu menghampiri Azka. Mengambil putranya itu dan mendudukkannya di baby chair.
"Kak, biar aku saja yang menyuapi Azka. Sebaiknya sekarang Kak Rangga ganti pakaian, sebentar lagi kan mau ke kantor." Ujar Flora.
Rangga melirik jam dinding, benar saja, dalam waktu 1 jam ia sudah harus berada di kantor. Akan ada klien penting yang datang. "Baiklah, aku ganti pakaian sekarang, Flo terima kasih sudah mengingatkan, aku saja lupa tadi." Ujarnya kemudian beranjak, tadi malam ia memang memberitahu Flora bahwa hari ini akan ada klien penting yang datang ke perusahaannya.
Flora hanya mengangguk, dan Rangga pun gegas melangkah menuju ranjang. Mengambil pakaiannya yang sudah disiapkan oleh Flora yang diletakkan diatas tempat tidur, kemudian membawanya menuju ruang ganti. Tak lama kemudian, setelah berganti pakaian Rangga kembali menghampiri istri dan anak-anaknya. Ia duduk di tempatnya semula.
"Kia, mau titip beli sesuatu gak? Papa hari ini pulang cepat." Ujar Rangga pada putrinya setelah baru saja menyeruput teh hangatnya.
Kedua mata Kia nampak berbinar, sudah lama sekali papanya tidak menawarkan hal seperti ini. Terakhir kali ketika mamanya masih hidup. "Kia mau marshmellow yang besar itu, Pa." Ucap Kia dengan senangnya.
"Ada lagi?"
Kia menggeleng," Marshmellow saja Pa," ujarnya, beberapa hari ini ia memang teringin makan marshmellow yang dia lihat di iklan televisi. Namun, dia menahan keinginannya itu karena keadaan Flora, karena biasanya ia hanya mengatakan pada Flora apa yang dia inginkan, tidak berani bilang pada papanya. Semenjak mamanya tiada, sikap sang papa tidak seperti dulu, itulah yang membuatnya enggan untuk memberitahu keinginannya.
"Baiklah," kata Rangga, lalu berpindah menatap Flora. "Kamu Flo, apa ingin menitip beli sesuatu juga?" Tanyanya.
"Gak ada, Kak." Jawab Flora sambil menggeleng pelan.
Rangga tampak sedikit kecewa, padahal ia berharap Flora memintanya membelikan sesuatu. "Baiklah, kalau begitu aku berangkat dulu. Kia, papa berangkat ya, baik-baik di rumah sama adek Azka dan Mama Flora." Ujar Rangga tanpa sadar. Dia lalu kembali meminum teh hangatnya yang tinggal tersisa sedikit.
Flora tercengang, dia menatap suaminya dengan tatapan tak percaya. Apa barusan ia tidak salah dengar? Rangga menyebutnya dengan mama Flora.
"Pa, jadi sekarang Kia sudah boleh panggil Tante Flora dengan sebutan Mama?" Tanya Kia.
Saat itu juga barulah Rangga tersadar, sesaat ia bergeming. Netranya bergerak gelisah dan duduknya tiba-tiba saja terasa tidak nyaman. Diletakkan cangkir tehnya sembari berdehem pelan, "Em, terserah Kia saja mau panggil apa?" Ujarnya lalu beranjak dari tempat duduknya. "Aku pergi." Ucapnya sekali lagi, melirik Flora sekilas lalu lekas mengayun langkah keluar dari kamar.
Flora menatap punggung suaminya itu hingga hilang di balik pintu. Senyum tipis terbit di bibirnya, walau seandainya tadi Rangga hanya salah bicara, tapi tak pelak hal tersebut membuatnya senang. Ia tidak berharap Rangga menyebutnya sebagai istri, tapi ia sangat berharap kedua anak-anak kakaknya juga menyebutnya sebagai mama mereka.
Rangga melangkah dengan tergesa menuruni anak tangga. Waktu 1 jam masih keburu untuk sampai di kantor, tapi karena telah tanpa sadar menyebut Flora dengan sebutan mama, membuatnya seakan dikejar waktu. Ia jadi merasa tak nyaman sendiri, masih segar di ingatannya waktu itu menekankan pada Kiara agar memanggil Flora dengan sebutan tante saja. Tapi beberapa saat lalu ia yang menyebutnya sendiri. Rangga semakin mempercepat langkahnya, seakan sedang menghindari seseorang.
Melihat mama dan papanya berada di ruang tengah, ia lalu menghampiri orangtuanya itu untuk berpamitan.
"Rangga, jam berapa kamu pulang hari ini?" Tanya mama Sinta saat putranya itu mencium punggung tangannya.
"Aku gak lama kok di kantor hari ini, Ma. Setelah urusanku dengan klien selesai, aku akan langsung pulang." Jawab Rangga. "Kenapa ya, Ma? Tumben banget nanyain" Rangga sedikit heran, baru kali ini mamanya itu menanyakan jam pulangnya.
Mama Sinta tak langsung menjawab, ia melirik suaminya sekilas. "Baguslah kalau hari ini kamu pulang cepat. Memang ada yang ingin kami bicarakan padamu nanti setelah kamu pulang kantor." Ujarnya.
"Emangnya Mama dan Papa mau ngomong apa sama Aku?" Tanya Rangga lagi.
"Bukan hanya Papa dan Mama, tapi kedua mertuamu juga. Mereka akan datang nanti, dan kami tunggu kamu pulang." Jawab mama Sinta.
"Mau ngomongin apa sih?" Bertambah penasaran saja Rangga. Kalau bukan pertemuan penting pasti ia sudah akan membatalkannya dan meminta mertuanya datang segera. Ia benar-benar penasaran dengan apa yang ingin dibicarakan oleh ke empat paruh baya itu padanya.
"Nanti kamu akan tahu sendiri. Sebaiknya kamu fokus saja dengan pekerjaan kamu sekarang," mama Sinta mengalihkan tatapannya kearah lain. Jika Rangga melihat, ada sorot kekecewaan di netra mamanya.
Sebagai ibu yang ingin anaknya bahagia, tapi justru anaknya sendiri tidak menginginkan hal tersebut, jelas saja mama Sinta kecewa. Harapannya menikahkan Rangga dan Flora bukan saja agar Kia dan Azka mendapatkan sosok seorang ibu, tapi juga sosok pendamping untuk Rangga yang akan menghapus kesedihan dihati putranya itu. Di tinggalkan orang yang kita cintai, jelas saja meninggalkan duka yang teramat dalam. Tapi kita yang masih hidup, tetap harus melanjutkan hidup. Begitulah harapan mama Sinta.
"Baiklah, Ma, Pa aku berangkat dulu." Ujar Rangga kemudian.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 93 Episodes
Comments
Retno Anggiri Milagros Excellent
kerja yang bener.. istrinya jangan diabaikan 👍😍
2024-03-17
1
Dina⏤͟͟͞R
rangga bakal nyesel tuh
2024-03-12
1
Hasbi Kc
setuju banget klw flora pisah SM Rangga,walau udah agak berubah sikapnya,tapi pengennya balik aja lah SM Arkan flora tuh
kasih jodoh yg lain aja Rangganya Thor,
2024-01-20
4