Flora memilih singgah ke sebuah taman setelah dari toko perhiasan. Ia ingin menenangkan pikirannya sejenak sebelum pulang ke rumah, sebelum kembali tegar menghadapi sikap dingin Rangga dan berpura-pura baik-baik saja dihadapan papa dan mama mertuanya.
Hari ini suasana di taman sangat ramai sekali. Langit pun terlihat sangat cerah, namun tak secerah hati Flora saat ini.
Flora menengadah menatap awan-awan yang terlihat bergerak perlahan kemudian berubah bentuk. Jika hatinya ibarat awan, maka ia akan melakukan hal yang sama, berubah, kemudian perlahan menghilangkan rasa yang bergemuruh di hatinya.
'Flo, mungkin kamu akan menganggap ku jahat jika aku mengatakan, aku berharap suatu hari nanti Rangga melepas mu dan kamu kembali padaku. Aku menunggumu.'
Ucapan Arkan terngiang. Flora tersenyum getir seraya berkata dalam hati, 'Jangan menungguku, Kak. Kalaupun suatu hari nanti aku dan Kak Rangga berpisah, tak semudah itu aku kembali setelah menyakiti Kak Arkan. Aku tidak setia, aku sudah mengingkari janji kita untuk tetap bertahan apapun yang terjadi. Aku sudah tidak pantas untuk kakak.'
Cukup lama Flora duduk seorang diri di bangku taman, hingga ketika terik itu mulai meredup, namun tak membuat langit menjadi mendung. Dan begitulah harapannya untuk kehidupannya di masa depan. Dia akan tetap kuat, meski suatu hari nanti tak akan ada bahu untuknya bersandar.
Puas menatap langit yang seolah tahu keluhan hatinya, Flora pun menurunkan pandangannya menatap keramaian orang-orang yang berlalu lalang di hadapannya. Bibirnya menyunggingkan senyum tipis kala tatapannya tertuju pada sepasang suami istri bersama bayi mereka yang kira-kira seusia Azka.
"Azka," Flora terperanjat. Melihat bayi laki-laki yang tak jauh dari tempat duduknya itu ia seketika saja teringat dengan Azka yang sudah cukup lama ia tinggalkan.
Khawatir Azka rewel, ia gegas beranjak meninggalkan taman.
Di pinggir jalan, Flora berdiri dengan gelisah menunggu taksi yang lewat. Ia tak hentinya melirik layar ponsel melihat jam, ternyata sudah lebih tiga jam ia meninggalkan rumah. Bagaimana keadaan Azka sekarang, apakah anak sambungnya itu rewel? Ia benar-benar tak tenang.
Melihat tukang ojek yang melintas di seberang jalan, Flora lantas meneriakinya. Tukang ojek itu berhenti, dia memberi isyarat agar Flora menunggu dan dia akan menghampiri. Tapi Flora yang tak sabar untuk segera sampai di rumah, dengan cepat memasukkan ponselnya ke dalam tas kemudian berlari menyeberangi jalan tanpa memperhatikan keadaan sekitar.
Dan naas...
Sebuah mobil yang melaju cukup kencang tak sempat mengerem ketika tiba-tiba saja seorang wanita melintas di depannya.
.
.
.
"Cup cup cup, Azka ayo dong Nak minum susunya." Rangga jadi kelimpungan sendiri membujuk putranya yang sudah hampir setengah jam menangis.
Menggendong, memberi susu namun Azka tetap saja menangis. Jika sudah begini, ia jadi teringat Flora. Entah bagaimana istrinya itu selalu bisa menenangkan Azka bila menangis. Kenapa ia juga tidak bisa menenangkan anaknya sendiri, padahal Flora bukanlah ibu kandung tapi anak-anaknya bisa tenang di tangan Flora.
"Dia kemana sih? Katanya cuma sebentar tapi lama sekali pulangnya!" Tanpa sadar Rangga berdecak kesal. Flora mengatakan hanya sebentar, tapi sudah lebih tiga jam istrinya itu belum juga kembali.
Rangga juga heran kenapa tiba-tiba saja Azka menjadi rewel. Padahal sebelumnya Azka tenang-tenang saja. Putranya itu malah tampak asyik memainkan mainan yang di persiapkan Flora sebelum pergi, tapi tiba-tiba saja Azka menangis dan tak kunjung berhenti hampir setengah jam lamanya.
"Flo, Azka kenapa?" Tanya mama Sinta dari balik pintu kamar sembari mengetuk pelan. Ia kebetulan lewat dan mendengar suara Azka menangis cukup kencang. Seingatnya, Azka menangis seperti itu karena demam usai suntik imunisasi, tapi beberapa hari ini belum jadwalnya Azka imunisasi.
"Gak tahu nih Ma, tiba-tiba saja Azka nangis." Ucap Rangga menyahuti.
"Mama masuk ya?"
Rangga terlihat gelagapan, bila mamanya memasuki kamarnya sama saja membongkar rahasianya sendiri. Tatapannya lalu tertuju pada kasur lipat Flora yang ada di dekat box bayi Azka, buru-buru ia menarik kasur lipat itu dan menyembunyikan di belakang sofa panjang. "Masuk aja Ma," ucapnya kemudian.
Mama Sinta pun menekan handle pintu. Wanita paruh baya itu nampak celingak-celinguk memasuki kamar putranya untuk yang pertama kali sejak menikahi Flora. Nuansanya masih sama seperti ketika Fiona yang menjadi penghuninya.
Mama Sinta kemudian segera menghampiri Rangga yang terlihat kerepotan menggendong Azka sembari mencoba membujuk memberi susu. "Flora kemana, kok Mama gak lihat?" Tanyanya seraya mengambil alih menggendong Azka.
Rangga langsung menghela nafas, sejak tadi ia kewalahan menggendong Azka dan merasa lega setelah mama Sinta mengambil Azka. Di hentakan kedua tangannya yang sedikit terasa kemang karena hampir setengah jam menggendong Azka yang bobot tubuhnya lumayan berat. Memasuki usia 7 bulan, berat badan Azka hampir mencapai 9kg. Tumbuh kembang putranya memang sangat baik, dan ia akui itu adalah berkat kepiawaian Flora merawat anak-anaknya. Bahkan Kiara pun kini terlihat semakin berisi.
"Rangga, Flora ada di mana?" Sekali lagi mama Sinta bertanya.
"Katanya keluar sebentar, Ma." Jawab Rangga.
"Kemana?"
"Gak tahu, Flora gak bilang mau ke mana. Dia cuma bilang pergi sebentar tapi sudah lebih 3 jam gak pulang-pulang." Suara Rangga terdengar sedikit kesal.
"Ya seharusnya kamu dong yang nanya mau kemana, gimana sih!" Mama Sinta pun jadi kesal dibuat putranya itu.
Rangga memilih acuh, Flora kemana itu tidak penting juga untuknya. Namun, ia tidak habis pikir bisa-bisanya Flora tidak menepati ucapannya sendiri. Yang katanya hanya sebentar tapi... Jika di pikir-pikir ia jadi kepikiran juga, kemana perginya Flora sudah lebih tiga jam tak kembali. Apakah Flora pergi menemui Arkan? Beberapa hari lalu ia pernah mengatakan, 'Kalau kalian ternyata tidak bisa saling melepaskan. Lanjutkan saja hubungan kalian, tapi jangan bawa anak-anakku jika ingin ketemuan di luar sana.'
Apa karena itu Flora pergi tanpa membawa Azka dan Kiara seperti biasanya? Rangga jadi bertanya-tanya dalam hati. Namun, ia berusaha menepis sesuatu yang tiba-tiba saja timbul di hatinya dan menegaskan kalau Flora dan Arkan itu adalah saudara, tak masalah jikalau pun benar mereka sedang ketemuan sekarang.
"Loh, tapi itu kunci mobil kamu Rangga. Flora pergi naik apa?" Suara mama Sinta terdengar, membuyarkan lamunan Rangga.
Rangga mengalihkan tatapannya ke arah nakas di samping tempat tidur, di mana kunci mobilnya berada. "Naik Taksi mungkin, Ma."
"Ya ampun Rangga!" Mama Sinta mendesis kesal.
Melihat tatapan mama Sinta seperti mencurigainya, Rangga langsung membuang muka. "Ya salah sendiri gak minta kunci mobil, langsung pergi aja." Ucapnya acuh.
"Seharusnya kamu yang tawarin saat Flora izin mau pergi. Kamu tega biarin istri kamu pergi naik Taksi? Terus apa Kamu juga gak malu kalau di luar sana rekan kerja kamu ketemu Flora dan lihat Flora naik Taksi?"
Bohong kalau bilang tidak malu. Fiona saja ia fasilitasi dengan mobil mewah, dan sekarang mobil mendiang istri pertamanya itu ia simpan di dalam garasi dan tidak mengizinkan siapa pun untuk memakainya.
"Mama gak mau tahu, sekarang juga kamu telpon Flora. Tanya dia ada di mana dan jemput!"
"Iya," Rangga memutar bola matanya malas kemudian meraih ponselnya di atas nakas.
Sedang mama Sinta terus mencoba menenangkan Azka yang masih menangis. Ia juga heran kenapa Azka jadi rewel begini.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 93 Episodes
Comments
Retno Anggiri Milagros Excellent
Fiora kecelakaan..
2024-03-17
1
Dina⏤͟͟͞R
😌😌duh rangga ini ya
2024-03-11
0
Reni Anjarwani
doubel up thor
2024-01-16
2