Setelah Pak Ustad pamit pulang. Aku pun segera merebahkan tubuh ku yang terasa sakit, ke atas tempat tidur yang tak beralas kasur ini, terasa perih dan terasa ganjal sekali menyatu dengan tubuhku, mungkin karna aku belum terbiasa tidur tanpa alas kasur yang empuk, sebagai mana aku tidur di rumah ku sendiri.
..............
Jam sudah menuju angka 6 pagi, waktu nya aku bangun dan melakukan Sholat Subuh, walaupun dalam keadaan sakit aku harus menjalankan kewajibanku sebagai umat yang beragama, itu nasehat ayah ku, pengangan kita teguh pada iman.
Setelah selesai sholat subuh aku bergegas untuk membuatkan mie sebagai sarapan di pagi ini, rencana nya nanti aku akan belanja dulu keperluan dapur ku, supaya aku tidak terus terusan makan mie. Walaupun kaki ku masih pincang akibat tergilir semalam, namun aku tidak boleh manja.
Tak terasa sudah jam 8 pagi sudah waktu nya aku segera pergi menuju toko sembako, aku hanya ingin membeli keperluan saja. Karna aku membawa uang cuma sedikit sisa nya sudah ku berikan pada pemilik kontrakan ini.
Saat sampai di depan toko aku pun segera masuk ke dalam dengan langkah sedikit oleng karna kaki ku masih terasa sakit. Aku pun membeli beras dan telur saja, setelah selesai aku pun membawa belanjaan ku ke kasir untuk melakukan pembayaran.
"Mba tolong hitung belanjaan saya ini," ucap ku dengan memberikan kantong isi belanjaannya kepada mba kasir.
"Baik, tunggu sebentar ya Dik," ucap nya, ia pun segera menghitung nya dan akhirnya memberikan padaku.
"Total semua nya 56 ribu saja dik," ucapnya lalu aku mengeluarkan isi dompet ku dan menyerahkan pada Mba Kasir.
"Ini Mba, terima kasih Mba." Ucapku.
Aku pun langsung melangkah kan kaki yang pincang ini menuju pulang ke kontrakan. Namun saat di persimpangan aku malah ketemu dengan Pak Roni yang sedang membawa sesuatu di tangannya. Mungkin dia mau bertugas, tapi kok jalan kaki, biasanya naik kereta saat bertugas.
"Hy Dek Raihan pulang dari mana, kenapa kakinya dik?" Tanya nya dengan penuh selidik.
"Oh ini, tadi kaki saya tergilir di sana Pak, saya baru pulang beli beras sama telur Pak," ucap ku berbohong sambil menunjuk kan ke jalan yang berlobang, untung saja jalan kampung itu tidak di aspal jadi dengan mudahnya aku berbohong.
"Oh makanya kalau jalan itu hati hati dik Raihan, biasa kalau jalan di Kampung memang kek gitu," ucapnya dengan sangat lembut, padahal hatinya sangat jahat seperti manusia berhati Iblis.
"Iya Pak, saya pulang dulu ya Pak permisi," ucap ku. Lalu meninggalkan dia sendiri di simpang jalan.
Aku pun terus melangkah menuju kontrakan yang tinggal beberapa meter lagi.
Akhirnya aku sudah sampai di depan kontrakan, aku pun membukakan pintu yang terkunci lalu segera masuk ke dalam.
............
Mungkin untuk dua hari ini aku tidak menemui Pak Ustad karna kondisi fisik ku masih sangat lemah, aku harus istirahat dulu untuk dua hari ini seraya memulihkan kesehatan ku kembali.
kring kring kring.....
Tiba tiba aku mendengarkan suara dering ponsel yang ternyata Ibu yang menelpon, aku lupa jika tidak memberi kabar jika aku sudah sampai, pasti Ibu khawatir di sana, apalagi semalam ponselku tidak ku aktif kan.
Segera aku mengangkat telpon dari ibu, ku geserkan tombol hijau ke samping tanda panggilan terhubung.
("Assalammualaikum Ibu?").
("Waalaikum salam nak, bagaimana keadaan mu di sana nak, Apa kamu sudah mendapatkan pekerjaannya?").
("Keadaan Bunga baik baik aja kok Bu, Ibu jangan khawatir, Bunga lagi usaha mencari kerja Bu, walaupun di Kota, sulit juga bu untuk mendapatkan pekerjaan di zaman sekarang Bu, doakan saja Bunga ya Bu, semoga untuk beberapa hari ini Bunga berhasil mendapatkan pekerjaannya Bu."),
("Ya Nak, Ibu selalu berdoa yang terbaik bagi mu dan adik mu, semoga kalian selalu di lindungi oleh ALLAH. Jaga dirimu baik baik Nak, kejahatan lebih banyak di kota Nak, apalagi kamu ini perempuan."),
("Ibu tidak usah khawatir Bu, Bunga bisa jaga diri kan Bunga sudah belajar ilmu bela diri, jadi Ibu tidak usah banyak pikiran ya, Ibu juga jaga kesehatannya, jangan terlalu banyak pikiran ya,")
("Iya Nak, sudah dulu ya Nak, Ibu mau ke pasar dulu, ingat jaga diri." )
("Iya Bu, Assalammualaikum bu.")
("Waalaikum Salam.").
Sambungan telpon pun putus.
Aku sungguh sedih bila harus berbohong pada Ibu seperti ini, tapi aku tidak mungkin jujur, kalau aku jujur pasti ibu tidak akan mengijinkanku untuk pergi, apalagi pergi untuk membalaskan dendam ayah ku.
Ibu ku takut jika aku salah jalan atau pun terluka, wajar aku adalah anak perempuan, yang mungkin kebebasanku tidak seperti Rafi Adik ku, dia seorang pria tentu Ibu tidak terlalu khawatir
******(())
Hari ini aku sudah membaik, dan sudah bisa Aku menemui Pak Ustad untuk mengatur rencana selanjut nya.
Namun terlebih dulu aku menelponnya, mungkin saja dia lagi tidak di rumah.
Tut....tut...tut... Setelah beberapa kali aku menelpon Pak Ustad, baru dia mengangkat panggilan dari ku.
("Assalammualaikum Pak Ustad. Apa kah Pak Ustad ada di rumah?")
("Waalaikum Salam nak Raihan, Pak Ustad lagi di luar, kenapa ya?")
("Gini Pak Ustad saya ingin menemui Pak Ustad untuk mengatur rencana selanjutnya, bisa kah kita ketemu Pak Ustad?")
("Bisa, tapi kita ketemu nya di rumah keponanku Arman di Kampung sebelah, Kampung Durian.").
("Kenapa harus ke Kampung Durian Pak Ustad?")
("Kita tidak mungkin sering sering ketemu di rumah saya, nanti ada yang melihat kita, bisa gagal rencana kita, apalagi mereka sedang memata matai kita.").
("Ok kalau begitu Pak Ustad, saya langsung berangkat kerumah Mas Arman ya).
("Iya, Assalammualaikum.")
("Waalaikum Salam Pak Ustad.")
Setelah sambungan telpon terputus, aku pun langsung bersiap siap untuk menemui Pak Ustad di rumah keponakannya Mas Arman,
Aku kenal dengan Mas Arman, dulu aku sering ketemu dengan Mas Arman saat masih sekolah, dia kakak kelas ku, umur kami beda 3 tahun.
.............
Akhirnya aku sampai di depan rumah Mas Arman rumah setengah permanen.
Aku melangkah menuju pintu utama, lalu aku mengetuk nya.
Tok tok....
Tiba tiba pintu nya terbuka, berdiri seorang pria tampan yang ku rasa dia adalah Arman karna ada kemiripan.
"Silahkan masuk Raihan,"ucap nya. Mempersilahkan aku untuk masuk, dia kenal sama aku atau tidak kenal ya, dia memanggilku Raihan. Apakah Pak Ustad yang menyuruhnya untuk panggil Raihan.
"Terima Kasih," Ucapku, yang melangkah masuk kedalam.
Ternyata Pak Ustad sudah berada di dalam.
"Pak Ustad," ucapku seraya menyalaminya dengan takzim.
"Silahkan duduk nak raihan," ucap Pak Ustad Seraya mempersilahkan aku untuk duduk di hadapannya.
"Apa rencana mu Nak Raihan?" Tanya Pak Ustad, yang membuat aku kebingungan.
"Saya belum tau Pak Ustad, menurut Pak Ustad bagaimana?" ucapku.
"Menurut saya, kita harus lawan mereka secara diam diam, dan satu persatu, kalau kita lawan mereka dengan terang menerang kita tidak akan sanggup, apalagi mereka punya pengaruh besar di Kampung ini, jadi kita harus lawan yang lemah dulu," jelas Pak Ustad seketika pikiran ku mengingat wajah mereka.
...BERSAMBUNG........
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 35 Episodes
Comments
Biru Langit
Bagus cerita nya, masih setia. /Rose/
2024-02-02
2