Pendekar Payung Terbang
Arya Sentana tersentak kaget mendengar penuturan Adijaya di hadapan dirinya bersama Ki Ranggasura, gurunya.
"Jadi benar kau keponakan dia?"
Adijaya mengangguk, "Dia paman Darpa namanya,"
Dua hari Adijaya tak sadarkan diri, dirawat di biliknya Arya Sentana. Setelah pulih baru dibawa ke biliknya Ki Ranggasura. Di situ Adijaya menuturkan kisahnya.
"Hatimu baik, Nak," ujar Ki Ranggasura setelah tahu alasan Adijaya kabur dari ayahnya.
"Lantas bagaimana keadaan orang itu?" tanya Ki Ranggasura kepada muridnya. Yang dimaksud adalah Darpa anggota Lima Begal Cakrageni.
"Terakhir kutinggalkan dalam keadaan terluka parah akibat Pukulan Dewa Tunggal-ku," jawab Arya Sentana. Menarik nafas sejenak, lanjutnya, "Ilmu Cakrageninya cukup hebat seandainya tenaga dalamnya lebih besar mungkin akan bisa menandingi pukulanku,"
"Nah, Adijaya maukah tinggal di sini menjadi murid padepokan Linggapura?" tanya Ki Ranggasura kepada Adijaya.
Anak ini tampak merenung, matanya menerawang jauh.
"Apa yang kau pikirkan, Nak?" tanya si kakek yang sudah berusia hampir delapan puluh tahun tapi masih terlihat tegap perkasa seperti baru berumur lima puluhan.
Ki Ranggasura, guru besar padepokan Linggapura termasuk tokoh yang disegani di dunia persilatan. Dia termasuk sepuluh orang paling sakti di tanah Tarumanagara ini.
"Dulu saya menolak diajari ilmu silat oleh ayahku," kata Adijaya setelah agak lama termenung.
"Kenapa?" tanya Arya Sentana.
"Karena saya pikir nantinya akan digunakan untuk merampok,"
"Anak baik," ujar Ki Ranggasura tersenyum.
"Tapi ilmu silat di sini diajarkan untuk kebaikan, menolong yang lemah, menegakan kebenaran," jelas Arya Sentana salah satu dari dua murid utama Ki Ranggasura.
Komara, adalah saudara seperguruan Arya Sentana. Memiliki kepandaian dan kesaktian yang sama. Hanya saja dia lebih sering di dalam padepokan untuk mendidik murid-murid yang lain yang jumlahnya sekitar lima puluh orang yang terbagi dalam tiga tingkat. Sedangkan Arya Sentana sering mengembara turun gunung sehingga namanya lebih di kenal di dunia persilatan.
"Bagaimana, Nak?" tanya Ki Ranggasura lagi.
"Baiklah Eyang, saya mau belajar di sini,"
"Nah, begitu!"
Si kakek mengekeh sambil menepuk-nepuk pundak Adijaya.
Lalu tiba-tiba ada seseorang datang.
"Sampurasun, maaf Eyang, saya ada keperluan dengan Raka Arya,"
"Rayi Komara, ada apa?"
"Ada beberapa orang mencari Raka,"
"Siapa?"
"Entahlah, mereka empat orang."
"Sepertinya ada hubungannya dengan Adijaya," sang guru menimpali. Dengan ilmunya tinggi dia mempunyai firasat yang selalu tepat.
Komara menatap sejenak ke arah Adijaya begitu nama anak ini disebut gurunya.
"Begal Cakrageni!" ujar Arya Sentana lebih ke menggumam. "Mari, aku temui mereka!"
Pendekar Tinju Dewa bergegas keluar menemui mereka yang menunggu di lapangan tempat berlatih silat. Lapangan yang luas karena bisa menampung lima puluh murid padepokan.
Ki Ranggasura, Komara dan Adijaya mengikuti dari belakang.
Benar juga, yang berdiri di tengah lapangan itu adalah Gandara bersama komplotannya yang kini hanya tiga orang. Lima Begal Cakrageni.
"Ada apa?" tanya Arya Sentana dengan suara menekan yang disertai tenaga dalam.
"Kami menuntut balas atas kematian saudara kami," Gandara menunjuk satu sosok yang tergeletak di sisi lapangan.
Rupanya yang bernama Darpa itu telah tewas.
Gandara menyeringai sinis, "Dan juga hendak mengambil anak itu!" tunjuknya ke arah Adijaya.
Wajah Adijaya tampak panik. Tapi Ki Ranggasura merangkul, menenangkan.
"Saya yang bertanggung jawab atas kematian saudara kalian!" seru Arya Sentana masih disertai tenaga dalam. "Silahkan, mau satu-satu atau sekaligus berempat!"
"Sombong!" sentak Kuntala, kedua matanya melotot angkuh, rahangnya mengeras. Nafsunya sudah memuncak ingin segera membalas dendam.
Dengan tenang Arya Sentana melangkah ke depan. Ke empat lawannya mengambil tempat masing-masing. Mengurung Pendekar Tinju Dewa.
Di pinggiran lapangan kini sudah berderet murid-murid padepokan menyaksikan pertarungan yang akan segera berlangsung.
Pendekar muda yang sudah menorehkan nama melawan kawanan rampok yang juga sudah terkenal. Tapi kini hanya berempat saja.
Entah siapa yang memulai, pertarungan telah terjadi. Empat orang dengan jurus berkelompok menyerang satu orang yang tetap bersikap tenang dalam gerakannya. Empat serangan menyasar kepala, leher, perut dan ************.
Serangan ke kepala bisa dielakkan dengan mudah, serangan ke perut ditangkis dengan tangan yang kokoh dan menjadi andalan dalam jurusnya. Dan serangan ke ************ dihalau dengan kaki.
Selanjutnya terjadi jual beli serangan. Jurus berkelompok Cakrageni dengan kekuatan cakarnya mengurung jurus Pukulan Dewa Tunggal. Menghadapi jurus berkelompok ini Arya Sentana merasa cukup kesulitan. Karena baru kali ini dia menghadapinya. Biasanya dia hanya menghadapi keroyokan tak beraturan yang mudah dihancurkan.
Untuk mengimbangi mereka, Arya Sentana tidak hanya mengandalkan Pukulan Dewa Tunggal. Tapi juga mengeluarkan Tinju Dewa Tertawa dan Dewa memukul Denawa. Tidak lupa pengerahan tenaga dalam juga langsung penuh. Dia tidak mau coba-coba melawan kelompok begal yang sudah lama malang melintang ini.
Jurus dan ilmu Cakrageni memang dahsyat. Walaupun kini cuma berempat kekuatannya tetap besar. Serangan-serangannya menutup gerak langkah lawan. Seolah-olah tak memberi celah untuk menghindar atau bahkan membalas.
Tapi Pendekar Tinju Dewa bukan pendekar sembarangan. Meski masih muda tapi pengalaman bertarungnya sudah lumayan. Tiga jurus yang diperagakan bergantian kadang digunakan bersamaan mampu mengimbangi jurus berkelompok lawannya.
Ki Ranggasura dan Komara menyaksikan dengan tenang. Sang guru sudah bisa membaca kekuatan lawan yang dihadapi muridnya. Merupakan kebetulan juga mengingat sampai saat ini belum ada pendekar yang benar-benar berhasil menumpas kawanan rampok itu. Mereka selalu kabur bila mendapatkan lawan yang sulit dikalahkan.
Kembali ke pertarungan satu lawan empat. Karena semuanya tak menggunakan senjata, maka yang sering beradu benturan adalah pukulan yang menjadi andalan kedua pihak. Kadang juga disertai tendangan guna mengisi kekosongan ketika menyiapkan pukulan susulan.
Benturan-benturan itu menimbulkan getaran ke urat-urat bagian tubuh yang berbenturan terutama bagian tangan. Getaran ini menyebabkan berkurangnya tenaga. Namun, yang membuat bertahan adalah seberapa banyak tenaga simpanan untuk menggantikan tenaga yang hilang.
Jika dilihat secara perhitungan, Arya Sentana akan cepat berkurang tenaga karena melawan empat orang sekaligus. Tapi sampai seratus jurus lebih dia masih tampak tenang bahkan tak berkeringat sedikitpun. Malah keempat lawannya tampak menyerang membabi buta walau masih kompak dengan jurus berkelompok. Mereka geram karena belum juga bisa melukai lawan.
Arya Sentana menggunakan taktik bertahan untuk menyerang. Setiap serangan dia songsong. Berani menahan pukulan dengan pukulan lagi. Dia yakin dengan tenaga cadangannya.
Sampai ketika empat serangan berbarengan menyasar bagian tubuhnya yang berbahaya. Arya Sentana seperti menunggu serangan itu datang. Hingga satu jengkal lagi serangan itu mengenai sasaran, dalam waktu sepersekian detik murid padepokan Linggapura ini melakukan sesuatu.
Braaak!
Bruuugh!
Empat orang terjengkang ambruk. Semuanya tak berkutik.
Terkapar.
Murid-murid yang menyaksikan tampak melongo. Hanya Ki Ranggasura dan Komara yang tersenyum.
Apa yang terjadi?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 211 Episodes
Comments
Mat Grobak
jurus pamungkas nya Arya x yach
2022-06-04
0
Jimmy Avolution
Ayo...
2022-05-20
0
Bayu Ajay
lanjut thor
2021-06-18
2