Kini Sagarantaka maju bersama dua orang temannya. Mengurung Adijaya.
"Apa? Aku dikeroyok! Aduh, bagaimana ini?" gumam Adijaya dalam hati. Kegugupannya terlihat oleh lawan. Tapi sekarang mereka tak mau tertipu oleh tampang bodohnya Adijaya.
"Ternyata kau tidak sebodoh tampangmu. Terpaksa kami harus meringkusmu!"
"Tidak tahu malu, seorang pendekar ternama harus mengeroyok seorang anak ingusan!" ejek Adijaya membuat amarah lawannya semakin besar.
Tanpa basa-basi lagi ketika orang itu melancarkan bersamaan menyasar ke tiga bagian yang membahayakan. Namun, indra peraba Adijaya yang sangat peka dapat merasakan angin serangan lawan dengan tepat. Sehingga dengan waktu yang tepat juga dalam sekali gerakan bisa menghindar. Selanjutnya Adijaya hanya bergerak menghindar menuruti kepekaan rasanya. Sebenarnya dia bergerak asal-asalan yang penting serangan lawan gagal. Hanya mengenai tempat kosong. Tapi jika dilihat gerakan itu tampak indah seperti sebuah jurus saja. Lebih indah lagi karena gerakannya sangat cepat. Dalam sekejap, empat sampai lima gerakan dilakukan.
Ketiga pengeroyoknya merasa heran. Mereka seperti memukul bayangan. Terlihat tapi tak bisa disentuh. Anak muda yang menjadi lawan mereka sangat lincah gerakannya. Hingga puluhan jurus dilewati mereka belum bisa sekedar menyentuh lawan.
Saatnya Adijaya mencoba jurusnya sendiri yang diciptakan selama terjebak dalam goa. Jurus yang dia sendiri belum memberikan namanya. Kalau tadi hanya menghindar, sekarang dia akan memapaki tiga serangan lawan sekaligus.
Disertai tenaga dalam, tangan kanannya melakukan gerakan mengibas dari kiri ke kanan. Ini untuk menangkis serangan dari depan dan kanan.
Wuss!
Bet!
Takk!
Sementara tangan kiri membentuk tameng menahan serangan dari sebelah kiri.
Dess!
Serangan dari kiri ini seperti menghantam dinding batu.
Ketiga lawannya sama-sama terpental akibat gerakan yang dilakukan sekaligus dan cepat dalam sekejap ini. Mereka terjatuh bergulingan. Karena tenaga yang mereka kerahkan sangat besar. Akibatnya tenaga balik yang menyerang mereka juga besar sehingga membuat terluka dalam. Darah menyembur dari sudut bibir mereka. Segera mereka duduk bersila untuk mengatur nafas dan aliran darah yang kacau. Tidak disangka pemuda polos itu benar-benar luar biasa.
Adijaya berdiri tercengang. Tidak percaya dengan kemampuannya. Ini juga pertarungan pertamanya dikeroyok tiga lawan. Tapi dia tidak berbangga diri. Dia pikir masih ada yang lebih unggul dari dirinya. Misalnya Arya Sentana, Pendekar Tinju Dewa. Apakah orang terdekat selama di padepokan Linggapura itu mengetahui dirinya ketika terlempar ke jurang? Adijaya tidak tahu kalau Arya Sentana langsung melesat ke jurang mencari dirinya.
Melihat ketiga lawannya tidak bangkit lagi. Adijaya menghampiri Darma Koswara yang masih pingsan. Dipanggulnya tubuh majikannya, lalu di masukan ke kereta. Kemudian segera ia menggebah kuda meninggalkan tempat itu.
Baru melaju belasan tombak, kereta kudanya berpapasan dengan empat orang penuggang kuda. Pakaian mereka tampak seragam. Pakaian keprajuritan. Mereka menghadang jalannya kereta sehingga terpaksa Adijaya menghentikan laju keretanya.
"Maaf, ada apa Kisanak menghadang saya?" tanya Adijaya.
"Kami prajurit Agrabinta sedang mengejar tiga orang komplotan pemberontak. Salah satu dari mereka berbadan tinggi. Apakah Kisanak melihatnya?" jelas prajurit yang paling depan.
Pasti yang mereka maksud Sagarantaka Pendekar dari Nusa Sabay.
"Saya barusan melihan mereka di sana," tunjuk Adijaya ke arah belakang.
"Terima kasih! Ayo kita kejar mereka!"
Empat prajurit kerajaan Agrabinta ini segera membedal kudanya.
Adijaya juga menarik tali kekang kuda. Kereta pun melaju kembali. Tapi hendak kemana dia tidak tahu karena sang majikan masih tak sadarkan diri. Baru setelah hari 'Sariak Layung' (senja) terdengar suara Darma Koswara siuman. Dia mengeluh menahan sakit di dada. Adijaya menghentikan laju. Bergegas menghampiri majikannya.
"Juragan sudah siuman?"
"Uhhh..! Adijaya apa yang terjadi? Kemana mereka?" suara Darma Koswara terengah-engah.
"Mereka melarikan diri," Adijaya mencoba membuat cerita palsu. Dia tidak ingin majikannya tahu yang sebenarnya.
"Melarikan diri! Bagaimana bisa?"
"Ya, kebetulan ada pasukan prajurit dari Agrabinta yang hendak menangkap mereka. Jadi mereka kabur,"
"Oh, begitu rupanya,"
"Kita kemana, Juragan?"
Darma Koswara memutarkan bola matanya. Mengamati keadaan. Lalu dia bangun, duduk menyandar ke dinding kereta.
"Kita sudah berada di wilayah Agrabinta. Kira-kira wayah 'Sareupna' kita bisa sampai ke desa Kulur. Kita ke sana, ke rumah guruku."
"Baik, Agan!"
Adijaya kembali ke tempatnya. Menggebah dua kuda yang menarik kereta besar ini.
(Sareupna \= saat matahari tenggelam).
Sesuai petunjuk Darma Koswara, kereta kuda yang membawa Adijaya dan majikan berserta barang dagangnnya sampai di sebuah hutan kecil di ujung desa Kulur. Hutan yang jauh dari perkampungan. Tapi di hutan itu ada satu rumah panggung kecil terbuat dari papan. Ke situlah tujuan mereka.
Adijaya memapah majikannya yang masih dalam keadaan lemah.
"Sampurasun!" ucap Darma Koswara lemah dan tersengal-sengal mengatur nafasnya.
Dari dalam rumah keluar seorang kakek kurus yang rambut dan kumisnya sudah memutih.
"Darma! Kenapa kau?"
Si kakek membantu memapah Darma Koswara. Membawa masuk ke dalam. Mereka duduk di lantai papan. Darma Koswara menyandarkan punggungnya ke dinding. Lelaki paruh baya ini menceritakan apa yang telah menimpanya termasuk cerita bohong Adijaya.
Si kakek tampak menghela nafas panjang. "Benar-benar kacau,"
"Ini Ki Brajaseti, guruku," Darma Koswara memperkenalkan kakek itu kepada anak buahnya.
Adijaya menjura. "Saya Adijaya, anak buahnya juragan Darma,"
Ki Brajaseti memeperhatikan sejenak ke Adijaya. Saat itu Adijaya sudah menekan hawa sakti yang dia miliki supaya tidak kentara oleh si kakek gurunya sang majikan. Sehingga dia terlihat seperti orang biasa yang tak punya kanuragan.
"Lukamu cukup parah, tapi masih bisa disembuhkan," ujar Ki Brajaseti setelah memeriksa keadaan muridnya. "Aku akan membuat ramuan obat,"
Begitulah, Darma Koswara akhirnya bisa disembuhkan lukanya dengan ramuan obat buatan gurunya. Pengobatan itu berlangsung sampai tiga hari. Sebenarnya Adijaya ingat ilmu pengobatan yang dibaca dalam sebuah kitab sewaktu masih di padepokan Linggapura.
"Kabar yang kudengar, pasukan Tarumanagara sudah menyerbu ke markas Panglima Cakrawarman di Wanagiri. Tapi ternyata komplotan pemberontak sudah tak ada di sana," tutur Ki Brajaseti di suatu pagi ketika sedang bersantap.
"Kira-kira kemana mereka?" tanya Darma Koswara.
"Aku belum dapat kabar lagi," jawab sang guru. "Besok aku akan pergi ke Cupunagara,"
"Cupunagara?"
Seperti biasa Adijaya hanya menjadi pendengar saja.
"Ya, aku diminta datang oleh Prabu Satyaguna,"
"Saya boleh ikut, guru?"
"Ya, kalian boleh ikut,"
Ki Brajaseti melirik kepada Adijaya.
"Apa tidak merepotkan?" tanya Adijaya.
"Kau harus ikut, biar banyak pengalaman. Siapa tahu guru sudi menerimamu jadi murid," jawab Darma Koswara.
Adijaya tak bisa menolak lagi. Lagi pula hanya majikannya yang baik hati itulah orang terdekatnya sekarang. Dan dia harus nurut kepada majikan.
Besoknya, dengan menggunakan kereta kuda milik Darma Koswara. Mereka bertiga bertolak ke Cupunagara. Ke arah utara. Sedangkan barang dagangan Darma Koswara disimpan di rumah gurunya. Sehingga beban kereta kuda itu menjadi lebih ringan membuat laju kereta semakin cepat.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 211 Episodes
Comments
Jimmy Avolution
Josss...
2022-05-20
0
Jimmy Avolution
Asyiek...
2022-05-20
0
Ihb
mantaf thor dilanjut keun...
2022-03-29
0