Tidak ada sesuatu pun yang terjadi. Hanya membuat tubuh Adijaya kembali terpental. Namun, seperti tadi tubuhnya seolah terbetot kembali lalu menghantamkan pukulan lagi.
Kali ini Birawayaksa menambah tenaga dalam di pukulannya. Ternyata kecele, pukulan Adijaya mendadak dibatalkan. Gerakannya seolah-olah membelokkan pukulan dengan memutar badan ke kiri, tapi tubuhnya melayang memutari sosok lawan.
Dengan sigap Birawayaksa juga memutar tubuhnya. Ternyata tertipu lagi, pemuda itu hanya mengitarinya tanpa menyerang. Sambil tersenyum sosok Adijaya menjauh sekitar tiga tombak di depan Birawayaksa.
Setelah menarik nafas dalam-dalam, menghimpun tenaga dalam yang berasal dari kekuatan lumut ungu yang dimakan tak sengaja sewaktu terjebak dalam goa. Sosok Adijaya melesat bagai anak panah lepas dari busurnya. Kali ini serangannya tidak tanggung-tanggung. Tugasnya harus segera diselesaikan.
Dalam pada itu, Birawayaksa hanya sekejap mempersiapkan diri. Namun, tenaga dalamnya sudah terhimpun penuh.
Wush!
Sosok Adijaya menghantam tubuh Birawayaksa yang sudah siap menghalaunya dengan mendorongkan telapak tangan.
Dess!
Blarrr!
Entah apa yang terjadi ketika dua tubuh berbenturan. Hanya timbul ledakan dahsyat yang mengeluarkan asap putih tebal menutupi sosok keduanya. Setelah itu angin tak kencang lagi hembusannya, keadaan tampak sunyi.
Begitu asap tebal itu perlahan menghilang, tampaklah Adijaya tengah duduk bersila mengatur nafas dan aliran darahnya. Kemana Birawayaksa?
Tiba-tiba terdengar suara menggema datang dari kejauhan. Suara Birawayaksa.
"Aku akui kehebatanmu, anak muda, tapi aku belum kalah. Aku akan terus merintangimu dengan caraku!"
Adijaya menghela nafas setelah keadaan dirinya baik kembali.
"Yah, dia kabur!"
Kemudian Adijaya bangkit segera meninggalkan hutan yang kini telah hilang keanehannya bersama kaburnya sang penghuni. Hutan Mandapa kini tak beda dengan hutan biasa yang lain.
***
Semburat jingga menghiasi langit barat ketika Adijaya memasuki sebuah desa yang mulai sepi dari kegiatan para warganya. Angin malam mulai menyelimuti jagat hingga terasa ke kulit. Rupanya sampai setengah hari dia di dalam hutan Mandapa beradu kekuatan melawan Birawayaksa. Sekarang, dia harus mencari dan mengejarnya entah dengan cara apa.
Tiba-tiba saja bergerombol orang desa menghadang dan mengepungnya. Adijaya bingung dan heran. Apa yang terjadi? Semua orang menatapnya garang. Penuh permusuhan.
"Ini dia orangnya, Ki Lurah!"
"Ya, benar, dia orangnya!"
Adijaya belum sempat bertanya. Ia hanya mengitarkan pandangan ke semua orang yang jumlahnya lebih dari dua puluh. Masih kebingungan.
"Ini, Ki Lurah!"
Lalu orang yang dipanggil Ki Lurah maju menghampiri Adijaya.
"Benar!" tunjuk Ki Lurah, "Rupanya kau di sini!"
"Ada apa ini?" tanya Adijaya yang benar-benar bingung.
"Ah! Jangan berlagak dungu, kau!" sentak salah seorang warga.
Adijaya hanya menatap penuh tanya kepada Ki Lurah.
"Kau pembunuh salah seorang warga saya!" jelas Ki Lurah.
"Pembunuh?" semakin heran Adijaya, "Saya baru saja tiba di desa ini."
Orang-orang berteriak memaki terdengar seperti gemuruh di senja hari.
"Jangan mengelak anak muda, banyak saksinya kau baru saja membunuh warga saya. Termasuk saya juga melihatnya,"
"Kau pasti salah lihat, Ki Lurah. Saya baru saya datang di sini,"
"Tidak! Kau harus ditangkap untuk mempertanggung jawabkan perbuatanmu!"
"Tidak! Saya tidak melakukannya. Ini fitnah!"
Adijaya mulai panik. Baru sekarang dia dituduh melakukan yang tidak pernah diperbuatnya. Bahkan membunuh musuh pun dia tidak pernah. Apalagi membunuh orang yang tak berdosa dan tak dikenalnya.
"Tangkap dia, jangan sampai lolos!"
Puluhan warga serta merta meluruk hendak menangkap Adijaya. Namun, karena panik dan tak merasa melakukan, Adijaya langsung sigap meloncat ke atas. Memanggil dan menggunakan payung terbang, melesat jauh meninggalkan kerumunan warga.
"Cari terus sampai dapat, lalu bawa ke rumah saya!" perintah Ki Lurah yang langsung dikerjakan para warganya yang sedang dilanda amarah atas pembunuhan yang terjadi.
***
"Kalian pimpin warga mencari dan menangkap pembunuh itu!" suruh Ki Lurah kepada dua pembantunya setelah sampai di rumah.
"Baik, Ki!"
Begitu masuk ke rumah, Ki Lurah tampak terkejut. Dia melihat seseorang tengah duduk bersama istrinya di ruang tengah.
"Kau…!"
Ki Lurah mendadak kelu. Badannya kaku tak bisa digerakan. Yang duduk di sana ternyata Adijaya.
"Anak ini mau bicara baik-baik," kata istrinya.
Ki Lurah sudah bisa menggerakan badanya lagi tapi belum bisa bersuara. Lalu dia duduk di lantai di mana istrinya dan Adijaya duduk.
"Saya mau bertanggung jawab, Ki." Ujar Adijaya. "Tapi mohon ikuti permintaan saya."
"Apa maksudmu?"
Kini Ki Lurah sudah bisa bicara lagi. Kaku dan kelunya Ki Lurah tadi adalah perbuatan Adijaya. Sekarang pemimpin desa itu bersikap lembut. Mungkin karena tahu anak muda yang dituduh pembunuh ini bukan orang sembarangan.
"Rahasiakan keberadaan saya di sini, jangan sampai warga desa mengetahuinya. Cukup Ki lurah dan keluarga saja. Biarkan orang-orang menganggap saya kabur dan tidak mau bertanggung jawab." menjelaskan Adijaya.
"Selanjutnya bagaimana?"
"Hanya menunggu perkembangan berikutnya. Saya pastikan, saya akan menyelesaikan masalah ini sampai tuntas,"
"Tapi, kau kan pembunuhnya?"
"Saya tidak bisa menjelaskan sekarang. Jangan takut. Saya akan bertanggung jawab."
Ki Lurah tidak mengerti sama sekali dengan rencana Adijaya. Dilihat dari cara bicaranya, anak muda ini seperti orang baik. Begitu pikiran Ki Lurah.
"Tenanglah, Ki Lurah. Saya tidak akan lari. Yang penting ikuti saja saran saya.
Lama Ki Lurah tampak berpikir. Suasana jadi tampak sunyi.
"Baiklah,"
Akhirnya ketiga orang ini sama-sama menghembuskan napas panjang seolah baru saja melewati suasana tegang.
"Ki, yang berbaring itu siapa?" tanya Adijaya menunjuk ke lelaki muda kurus yang terbaring di atas tikar tebal.
"Anak saya,"
"Kenapa dia?"
Ki Lurah menunduk lesu setelah menatap istrinya dahulu.
"Dia lumpuh sejak umur dua belas tahun disebabkan terjatuh dari pohon," yang menjelaskan adalah istrinya Ki Lurah.
"Sekarang berapa tahun?"
"Tujuh belas,"
"Sudah diobati?"
"Tidak ada yang mampu,"
Adijaya mendekati lelaki kurus lumpuh terbaring ini. Tangannya meraba tulang-tulang kaki dan tangan anak Ki Lurah ini. Dia ingat pernah membaca kitab tentang pengobatan di padepokan Linggapura.
"Bolehkah saya mengobatinya?"
Suami istri ini saling pandang. Anak itu hanya cari muka saja atau memang benar-benar bisa mengobati?
Adijaya tersenyum, "Saya mengerti, tapi, cobalah beri kesempatan kepada saya."
"Saya belum tahu siapa kamu. Saya cuma pernah melihat kau membunuh wargaku. Apa saya harus percaya?"
Sekali lagi Adijaya tersenyum, "Setidaknya ini bentuk tanggung jawab saya dan juga membuktikan bahwa saya bukan pembunuh. Lupakan dulu soal itu. Sekarang ijinkan saya mengobati anak Ki Lurah."
"Kalau memang kau mampu, silahkan. Ada baiknya saya percaya dulu sama kamu,"
"Terima kasih, Ki!"
Lalu Adijaya meminta istri Ki Lurah mencari bahan dan tanaman obat yang harus disediakan. Segera saja istri Ki Lurah menyanggupinya. Sementara istri Ki Lurah sedang mencari bahan dan tanaman obat, Adijaya mengurut-urut seluruh badan pemuda kurus anak Ki Lurah dengan menyalurkan hawa hangat yang membukakan jalan-jalan darah yang sudah tersumbat sehingga mengalir kembali dengan lancar.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 211 Episodes
Comments
Jimmy Avolution
Ayo...
2022-05-21
0
Kusuma Junior
alchemist
2021-02-11
3
Kelana Syair (BE)
kayaknya tokoh utamanya kok kurang macho
2021-02-02
1