Adijaya merapikan rambutnya yang gondrong hingga menempel ke bahu sambil bercermin ke air sungai. Dia memperhatikan bentuk tubuhnya yang mengalami banyak perubahan. Tubuh orang dewasa.
"Ternyata aku sudah seperti orang dewasa. Berapa lama aku terpendam dalam goa?"
Adijaya tidak sempat memikirkan, karena sewaktu di dalam goa dia tidak mempedulikan siang atau malam bahkan tidak juga menghitung hari.
Setelah dirasa cukup membersihkan badannya, Adijaya naik ke darat. Dia memperhatikan pakaiannya yang sudah lusuh dan ada yang robek di beberapa tempat. Dalam benaknya dia harus mencari ganti pakaiannya. Tapi bagaimana caranya?
Pasti ada jalan!
Adijaya melangkah menyusuri hutan di pinggir sungai itu. Hutan yang sangat lebat. Dia tidak tahu berada di mana. Yang penting berjalan terus mengikuti langkah kakinya. Langkahnya terasa ringan. Indra-indra di tubuhnya bekerja lebih peka. Benda dari jarak yang jauh bisa dilihat dengan jelas. Begitu juga suara. Diibaratkan suara semut pun dia bisa mendengarnya. Kulitnya bisa merasakan hawa yang lebih halus.
Selagi berjalan dengan santai itu tiba-tiba telinganya mendengar sesuatu.
"Tolooong!"
Suara orang minta tolong. Suaranya sember serak, besar dan menggema. Seperti suara lelaki yang berbadan besar.
"Tolooong!"
Adijaya celingak celinguk mencari sumber suara. Di sebelah kiri. Sejauh lima tombak. Dia melihat suatu mahluk yang aneh. Sosok raksasa berkulit warna biru. Perutnya buncit. Wajahnya seram. Gigi bertaring dan kepala bertanduk. Rambutnya merah panjang acak-acakan.
Sosok ini duduk menyandar ke sebatang pohon. Kedua kakinya dipasung dan kedua tangannya diikat kepohon.
Adijaya sempat takut karena tampang yang menyeramkan sampai disangka 'Buta Hejo' tapi ini berwarna biru. Namun, rasa penasaran menghikangkan ketakutannya. Pemuda ini mendekati mahluk seram yang mulutnya terus meracau minta tolong.
"Kau bisa melihatku?" tanya si raksasa biru. Bibir dan lidahnya berwarna merah menyala.
Adijaya mengangguk sambil memperhatikan mahluk terpasung ini dari atas sampai bawah.
"Kau mahluk apa?" tanya Adijaya.
Si raksasa biru malah tertawa senang. Seperti menemukan sesuatu yang dicari-cari. Suara tawanya membahana menyebar ke seluruh pelosok hutan. Orang biasa akan hancur gendang telinganya karena suara tawa ini. Tapi Adijaya bukan orang biasa lagi berkat lumut ungu dan air kolam dalam goa.
"Aku adalah Guriang penunggu hutan ini. Jika kau bisa melihatku berarti kau adalah calon Dunungan-ku,"
(Dunungan \= majikan)
"Dunungan?" Adijaya tak mengerti.
"Ya, kau adalah majikanku. Satu-satunya orang yang bisa menolongku. Melepaskan pasungan di kaki dan ikatan di tanganku ini,"
"Mengapa begitu?"
"Sesuai petunjuk Raja Guriang, jika ada manusia yang bisa melihatku berarti dialah penolongku dan aku wajib mengabdi padanya, yaitu kamu,"
"Kenapa kamu dipasung?"
"Ini adalah hukuman bagiku dari Raja Guriang,"
"Apa kesalahanmu?"
"Aku Guriang bandel, nakal, sering berbuat onar bahkan sering menakut-nakuti manusia,"
"Oh, begitu. Bagaimana cara aku menolongmu?"
"Hancurkan saja pasungan itu dan lepaskan tali pengikat di tanganku. Hanya kamu yang bisa,"
"Baiklah!"
Tanpa pikir panjang dengan niat menolong sesama mahluk Tuhan Adijaya melakukan apa yang diminta guriang itu. Guriang adalah mahluk yang tak kasat mata. Menghuni alam lelembut. Hanya manusia pilihan yang bisa melihatnya. Mungkin Adijaya salah satunya.
Setelah bebas guriang ini bersujud di hadapan Adijaya.
"Terima kasih kaulanun. Setelah seratus lima puluh tahun dihukum akhirnya aku bebas. Sekarang aku adalah abdimu,"
"Bangunlah, tidak perlu seperti itu!"
Begitu bangun, ternyata sosok ini begitu tinggi sampai dua tombak. Adijaya sampai mendongak melihatnya.
"Sekarang kau adalah majikanku. Aku akan mengabdi kepadamu. Selalu berada di dekatmu. Tapi bukan berbentuk seperti ini,"
"Seperti apa?"
Tring!
Sosok guriang lenyap dalam sekejap. Tiba-tiba saja tangan kanan Adijaya telah memegang sebuah payung terlipat. Gagangnya dari kayu, daunnya dari kulit tipis. Warnanya coklat mengkilap. Lalu terdengar suara guriang yang menggema.
"Aku telah menjadi payung yang bisa kau gunakan apa saja. Bahkan bisa menjadi senjata. Coba lepaskan payungnya!"
Adijaya melakukannya. Payung tiba-tiba hilang entah kemana.
"Aku sudah berada dalam tubuhmu. Jika kau memerlukan aku tinggal panggil saja Payung Terbang!"
"Payung Terbang!"
Tring!
Payung itu sudah di genggaman lagi.
"Kenapa namanya Payung Terbang?"
"Hehehe... tentu saja karena bisa terbang. Buka payungnya, suruh terbang. Maka aku akan membawa tuan terbang ke mana saja sesuai keinginan."
Genggaman tangan membuka lagi. Payung menghilang.
"Terima kasih!"
Tak ada jawaban. Adijaya melangkah meninggalkan tempat itu. Entah kenapa hatinya merasa gembira. Tidak disangka jalan hidupnya bisa bertemu guriang bahkan menolongnya. Padahal waktu kecil rasanya takut kalau mendengar tentang guriang. Mahluk halus yang menyeramkan. Sekarang sudah melihatnya. Benar seram. Tapi tidak takut, bahkan mahluk itu kini mengabdi padanya.
Akhirnya Adijaya menemukan sebuah desa. Di suatu jalan dia melihat sebuah kereta kuda yang sedang berhenti. Kereta ini cukup besar. Ditarik oleh dua kuda. Lelaki separuh baya tampak duduk di tempat sais. Tidak ada orang lagi selain dia. Karena di dalam kereta terdapat barang-barang sepertinya untuk dijual ke kota.
"Sampurasun, Paman!"
Lelaki ini memandang Adijaya.
"Siapa kau, dan mau apa?" tanya lelaki ini pelan. Sepertinya kelelahan dalam perjalanan.
"Paman pasti seorang saudagar yang hendak menjual barang ke kota,"
"Ya, lantas mau apa?" jawab lelaki ini malas-malasan. Tapi matanya mengawasi pemuda itu.
"Kalau boleh saya mau bekerja pada paman. Saya sebatang kara tidak mempunyai pekerjaan untuk menyambung hidup,"
Lelaki itu menegakkan badannya dari sikap malas-malasan. "Kebetulan aku lagi seorang diri membawa barang-barangku. Para pembantuku sedang berhalangan. Kau boleh bekerja membantu perjalananku hingga ke kota. Tapi jangan macam-macam. Kau akan berhadapan dengan Darma Koswara!"
"Siapa Darma Koswara?"
"Aku!" jawab lelaki itu sambil menepuk dadanya. "Jawara dari Giri Mukti!"
Adijaya mengangguk-angguk dengan wajah memelas seolah dia takut. Rupanya saudagar ini memiliki kepandaian juga. Makanya dia berani seorang diri membawa barang-barangnya.
Akhirnya Adijaya diterima bekerja pada Darma Koswara. Pertama dia disuruh jadi kusir. Sang majikan duduk di dalam bersama barang daganganya yang berupa gulungan bermacam-macam kain.
"Pakaianmu seperti pengemis. Ganti dulu nih!"
Akhirnya dapat juga pakaian pengganti. Lumayan lah. Cukup nyaman di badan. Memang untuk mencukupi kebutuhan haruslah bekerja dulu.
Walaupun baru pertama kali mengendali kuda, tapi Adijaya tidak gugup. Dia percaya diri bisa melakukannya. Apalagi sekarang dia punya kekuatan halus dalam tubuhnya.
"Kalau ketemu kedai, kita makan dulu!"
"Baik, Agan,"
"Eh, siapa namamu?"
"Adijaya,"
"Apa kau bisa bela diri?"
"Sedikit,"
"Ya, diperbanyak lah,"
Adijaya ketawa. Majikannya suka bercanda ternyata. Entah kenapa tiba-tiba saja dia mampu menyembunyikan kekuatannya. Bisa terlihat seperti orang yang tidak memiliki kepandaian bela diri.
"Beneran, ah, kamu mah malah ketawa. Biar kalau ada begal bisa kita lawan!" Darma Koswara begitu semangat.
"Iya, Gan. Apa boleh belajar sama Agan?"
"Nah, berhenti! Itu ada kedai!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 211 Episodes
Comments
ciru
wow kereeen 👍👍👍💪💪
2022-10-24
0
Jimmy Avolution
Asyiek...
2022-05-20
0
tarjun
kotos kotossssss
2022-04-14
0