Hawa sakti ini membuat badan si anak muda lumpuh terasa segar. Wajahnya yang pucat bagai mayat kembali merona merah. Sepercik semangat hidup seolah muncul lagi setelah sekian lama dirundung keputusasaan dan harapan hampa.
Tujuh hari lamanya Adijaya berada di rumah Ki Lurah tanpa ada yang mengetahui siapapun kecuali keluarga yang hanya tiga orang. Selama itu Adijaya dengan rutin dan tekun mengamalkan ilmu pengobatannya untuk yang pertama kali. Harap-harap cemas sebenarnya yang dirasakan Adijaya. Sedikit ada keraguan dia bisa menyembuhkan anak Ki Lurah itu.
Ternyata, ketekunan dan kesungguhannya membuahkan hasil. Setelah empat hari diobati dengan ramuan disertai aliran hawa sakti yang dia miliki membuat badan anak lumpuh itu bisa digerakan walau sedikit. Dua hari berikutnya dia sudah bisa duduk. Dan hari ini, hari ketujuh. Sang anak sudah bisa diajari jalan dibantu ibunya.
Sungguh tak disangka, bagi keluarga Ki Lurah apalagi Adijaya. Usahanya membawa perubahan yang dibilang sangat cepat. Hanya tujuh hari. Betapa senangnya Ki Lurah apalagi istrinya. Melihat sang anak mulai bisa bergerak lagi setelah sekian lama bagaikan mayat hidup. Selalu tergeletak di pembaringan.
Tapi dalam hati Ki Lurah tak habis pikir. Beberapa hari yang lalu dia melihat Adijaya begitu kejam membunuh warganya. Sementara selama di rumahnya ia melihat pemuda itu begitu baik dalam menggunakan kemampuan. Baik kemampuan pengobatan atau kesaktiannya. Aneh, sungguh aneh. Sifat yang bertolak belakang. Apa sebenarnya yang terjadi? Sementara perkembangan yang ditunggu tampaknya tidak jelas.
Hari kedelapan. Prana, anak lelaki semata wayang Ki Lurah yang sebelumnya lumpuh kini bisa belajar berjalan sendiri dengan kayu penyanggah tanpa bantuan ibunya lagi. Hidupnya tampak semangat lagi. Badannya semakin berisi karena jadi senang makan sejak diobati Adijaya, juga membantu dalam pemulihan tenaga. Riak keceriaan, gembira dan bahagia tampak di wajahnya yang sekarang semakin kelihatan tampannya.
Perasaan Ki Lurah campur aduk antara senang dan bingung. Sedangkan sang istri tampaknya tak peduli tentang kejadian pembunuhan yang melibatkan Adijaya. Dia lebih memedulikan keadaan anak satu-satunya.
Di suatu malam ketika istri dan anaknya telah terlelap dalam impian. Ki Lurah menyempatkan untuk berbincang dengan Adijaya.
"Bagaimana, Adijaya?"
Adijaya mengerti maksud pertanyaan Ki Lurah. "Saya yakin, walaupun cuma perkiraan, tapi saya yakin akan ada sesuatu yang bisa menjelaskan semuanya."
"Saya tidak mengerti maksudmu!"
"Saya mohon Ki Lurah tenang saja. Lagi pula kalau saya benar-benar pembunuh, tentunya akan sangat mudah saya membunuh Ki Lurah sekeluarga,"
Ki Lurah tundukan kepala. Dalam hati dia membenarkan ucapan Adijaya. Pemuda itu memiliki kekuatan layaknya seorang pendekar pilih tanding.
"Ada kejanggalan yang kalau saya jelaskan, Ki Lurah tidak akan mengerti…" Adijaya diam sejenak. Terngiang ancaman Birawayaksa sebelum dia keluar dari hutan Mandapa.
"Saya hanya bisa mengikuti saranmu. Kau telah berjasa banyak kepada keluarga saya. Anak saya yang lumpuh kini bisa bergerak kembali berkat pertolonganmu."
"Lupakan soal itu, saya hanya ingin menyalurkan pengetahuan pengobatan yang belum pernah saya gunakan sebelumnya. Sementara sebelum masalah ini jelas terang benderang, Ki Lurah boleh anggap saya pelaku pembunuhan itu."
Keduanya kini terdiam dalam kesunyian malam yang mencekam. Karena sejak terjadinya pembunuhan itu suasana desa jadi tidak tentram. Warga takut hal itu akan terjadi dan memakan korban lagi.
***
Di salah satu rumah warga. Sebuah keluarga yang berjumlah tiga orang yaitu sepasang suami istri dan anak tunggalnya yang seorang gadis tengah bercengkrama di pagi hari yang cerah ditemani beberapa hidangan hangat.
Di tengah hangatnya suasana yang nyaman mendadak dikejutkan oleh seseorang yang entah dari mana asalnya, tahu-tahu sudah berdiri di pintu yang terbuka.
"Aha! Rupanya sedang asyik sarapan!" ujar orang itu. Seorang pemuda seumuran dengan si gadis. Sepasang matanya langsung melirik nakal kepada si gadis.
Sang gadis langsung tersurut berlindung di balik ibunya. Hatinya berdebar-debar. Walaupun si pemuda kelihatan tampan, tapi terpancar hawa menyeramkan yang membuatnya takut.
"Kau…!"
Si ayah terkejut melihat orang yang baru datang itu. Dia mengingat-ingat sesuatu. Sepertinya pernah melihat lelaki ini.
"Ya, ini aku!" sahut si pemuda yang diakhiri tawa yang mengerikan.
"Kau…! Kau si pembunuh tempo hari itu!" seru si ayah. Rasa marah dan takut langsung menyelimuti mereka. Si gadis semakin mengkeret ke badan ibunya.
"Mau apa kau?" sentak si ibu.
Si pemuda terbahak-bahak, "Aku suka anak gadismu, aku mau dia!"
"Tidak!" hardik si ibu.
"Eneng, kau cepat lari! Ibu, beritahu Ki Lurah. Biar aku yang menghadapi ******** in!"
Si gadis segera berlari ke belakang. Si ibu juga bergegas menuju Ki Lurah, dan si ayah langsung menerjang ke arah si pemuda dengan kemampuan yang dimilikinya. Inginnya dia menggunakan senjata, tapi tidak ada sesuatu pun yang ada di dekatnya.
Si pemuda dengan congkak melayani serangan lelaki setengah baya itu. Dia menganggap enteng lawannya.
"Punya ilmu apa kau? Berani melawanku!"
Tentu saja kemampuan si ayah yang tak seberapa itu dengan mudah dipatahkan. Bahkan berbalik, si ayah menjadi bulan-bulanan si pemuda yang begitu gampangnya menghujaninya dengan pukulan-pukulan telak. Sehingga keadaannya menjadi babak belur lalu ambruk dengan tubuh penuh luka.
"Tunggu di sini, aku akan mencari anakmu!"
Si pemuda mengejar ke arah si gadis tadi berlari. Si ayah ingin menghentikan langkah si pemuda. Namun, apa daya tenaganya bagaikan lenyap dari badannya. Dia sangat tak berdaya seperti lumpuh saja.
Beberapa saat kemudian si pemuda sudah kembali lagi sambil menyeret si gadis dengan kejam sambil tertawa puas.
"Lihat, aku akan memberikan sesuatu padanya!" kata si pemuda.
Si gadis menjerit-jerit ketakutan sambil meronta-ronta. Namun, upayanya untuk melepaskan diri dari cengkraman si pemuda tak membuahkan hasil. Bahkan badannya semakin tak berdaya. Mengenaskan!
Dengan ganas, si pemuda melucuti pakaian si gadis. Tawa mengerikan selalu keluar dari mulutnya bagai raungan harimau lapar. Di depan si ayah yang tak berdaya, si pemuda merusak kehormatan si gadis dengan cara buas.
Apa yang terlihat sangat menyayat hati. Memilukan. Si pemuda durjana dengan leluasa memuaskan nafsu bejatnya. Anak gadis satu-satunya diperlakukan bagai hewan. Rasanya perih mata menyaksikan itu. Tiada disangka hari ini dia sekeluarga mendapat musibah yang begitu pedih. Si ayah memejam mata, menahan perih, pilu dan segala hal rasa menyakitkan bercampur aduk. Tak terasa wajahnya telah basah oleh air mata.
"Duh, Hyang Widi. Karma apa yang kau timpakan padaku…?"
Tak sanggup lagi melihat anak gadisnya yang sudah tak berdaya menerima penderitaan yang menghancurkan masa depannya. Dengan tenaga yang tersisa, si ayah meloncat sambil melancarkan dua tinju ke arah si pemuda.
Prak!
Namun, sebelum pukulannya sampai sasaran. Kaki kiri si pemuda lebih cepat lagi bergerak menendang hingga akhirnya sosok si ayah terpental menghantam dinding rumah lalu ambruk dengan kepala pecah. Nyawanya juga ikut amblas.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 211 Episodes
Comments
Jhonny Afrizon
si MC juga ngapain cuma sembunyi doang di dlm rumah,bukan menyelidiki,malah jatuh korban lagi,hadeh
2023-02-02
0
Jimmy Avolution
Ayo...ayo...
2022-05-21
0
Asep Dki
waduh tega...tega..
2021-01-14
3