Setiap orang yang dijumpai dalam perjalanan kemudian ditanya tentang hutan Mandapa, mereka terkejut dan heran walaupun akhirnya menunjukkan arahnya.
Sampai akhirnya Adijaya menemukan hutan yang di maksud. Namun, dia masih belum yakin. Maka begitu melihat dua orang petani yang baru pulang dari ladang, pemuda bongsor ini bertanya lagi.
"Maaf, Paman, apakah itu hutan Mandapa?" tunjuk Adijaya ke arah hutan lebat di ujung tanah ladang itu.
Dua petani ini saling pandang.
"Iya," jawab salah seorang dari mereka.
"Kamu mau apa?" tanya yang satunya.
Seperti yang lainnya dua orang ini juga tampak heran. Setelah menarik nafas lalu Adijaya beranikan bertanya apa yang menjadi ganjalan hatinya ini.
"Maaf, Paman, setiap orang yang saya tanyai tentang hutan Mandapa, kenapa tampak aneh, ya?"
"Hutan itu memang aneh, Nak,"
"Tapi tidak membahayakan,"
"Maksudnya?" Adijaya belum mengerti.
"Sebaiknya kamu coba sendiri,"
"Bagaimana caranya?"
"Kamu masuk ke hutan itu dari sini, jalan lurus terus jangan belok-belok dan jangan berhenti."
Adijaya diam sejenak, menatap langit tengah hari yang begitu terik. Setelah menghela nafas remaja ini melangkah memasuki hutan yang jaraknya sekitar sepuluh tombak dari tempatnya. Sesuai petunjuk petani itu dia berjalan lurus terus.
Begitu di dalam hutan udara terasa dingin. Adijaya terus melangkah. Ternyata ujung hutan tak berapa jauh, hanya lima belas tombak lebih dia sudah keluar lagi dari hutan.
Aneh, di ujung sana Adijaya melihat dua petani itu sudah berdiri menunggu.
"Lho, kok, paman berdua sudah di sini?" tanya Adijaya begitu sampai.
Dua orang ini sama-sama tersenyum.
"Bukan begitu, tapi kamu yang balik lagi ke sini," jawab salah seorang.
Adijaya mengitarkan pandangan. Terkejut. Dia memang berada di tempat semula. Benar-benar aneh.
"Itulah keanehannya, Nak." ujar yang satunya. "Dari manapun memasukinya, akan seperti itu yang dialami,"
Adijaya angguk-angguk kepala, "Terima kasih, paman."
"Memangnya kamu mau apa?"
"Bertemu penghuninya!" jawab Adijaya sejujurnya.
Dua petani ini melongo semakin heran lalu bergegas meninggalkan Adijaya tanpa bertanya lagi. Namun, mereka menghentikan langkah ketika melihat Adijaya kembali masuk ke hutan. Tidak seperti semula ternyata pemuda itu tidak balik lagi ke tempat semula. Ditunggu agak lama belum juga muncul. Mereka saling pandang lagi sebelum akhirnya benar-benar meninggalkan tempat itu.
Yang dilakukan Adijaya ketika sudah merasa sampai di tengah-tengah dia berhenti. Di ujung depan sana terlihat pinggiran hutan bersisian dengan ladang yang belum ditanami lagi lalu jauh lagi di ujungnya terlihat dua petani yang masih keheranan melihatnya. Kalau diteruskan maka akan seperti semula kejadiannya.
Lalu Adijaya memutar badan berbalik arah. Dia tersenyum melihat perubahan yang terjadi. Pinggiran hutan tempat dia memasukinya semula kini hilang. Yang terlihat adalah belantara lebat bagai tanpa ujung.
Kemudian dia berputar lagi menghadap kanan. Ajaib. Kini dia berada di tengah belantara sepi dan lembab bahkan agak remang karena sedikit mendapat cahaya surya.
Pemuda ini tersenyum puas seperti baru saja memecahkan sebuah teka-teki. Benar, hutan ini memang aneh. Tidak sembarang orang memasukinya.
Adijaya menarik nafas lega. Kini dia harus memecahkan teka-teka teki selanjutnya untuk menemukan tempat tinggal Birawayaksa. Dia yakin bisa.
***
"Sampurasun!"
Suara itu terdengar melengking, menggema, bahkan menggetarkan jiwa. Mengandung tekanan tenaga dalam yang cukup besar. Bukan orang sembarangan yang mampu melakukannya. Terlebih lagi di tengah hutan Mandapa, rimba yang belum terjamah manusia biasa.
Hanya orang tertentu yang bisa masuk ke tempat tersembunyi ini, yaitu Birawayaksa dan murid-muridnya. Namun, di hari yang tidak jelas siang atau malam dikarenakan rimbunnya dedaunan pohon yang menjulang tinggi. Suara tadi bukan berasal dari ketiganya.
Sosok Birawayaksa muncul seperti bayangan. Dia melihat seorang pemuda berdiri lima tombak di depannya. Terkejut dan aneh, bagaimana bisa ada orang lain mampu menerobos masuk ke tempatnya?
"Siapa kau?" suaranya yang sember keluar tanpa sengaja seperti orang bodoh yang bertanya.
"Aku Adijaya!"
Birawayaksa mengerutkan kening. Sepertinya dia pernah melihat pemuda ini.
"Oh, rupanya kau yang tempo hari bersama Cakrawarman. Wah! Gelo sia!" si kakek pendek gemuk ini pernah melihat Adijaya saat menghajar muridnya, Ganggasara. Sehingga dia terpaksa membawa lari muridnya. Gara-gara pemuda ini, hasratnya gagal menjadi penasihat raja.
Dalam hati penguasa hutan Mandapa ini bicara. "Anak ini bisa masuk ke tempatku? Pastinya bukan orang sembarangan. Aku harus hati-hati."
"Mau apa kau?" tanya Birawayaksa.
"Aku hanya menjalankan tugas, membawa Ganggasara…"
Birawayaksa terbahak-bahak. Tawanya mengandung tenaga dalam. Kuat. Sampai-sampai Adijaya melipatkan kekuatan halusnya.
"Ada anak tikus masuk ke sarang singa. Rupanya kau sengaja mengantar nyawa!"
"Aku tidak akan banyak basa-basi lagi!" seru Adijaya.
Pemuda ini langsung menerjang dengan tinju dan tendangan jurus ciptaanya yang tanpa namai. Sesaat Birawayaksa terkesiap, tetapi langsung sigap. Dengan berkelit sedikit serangan lawan dapat dielakkan.
Sebenarnya bisa saja Adijaya menyerang dengan cara adu tenaga halus tanpa menggerakkan badannya. Hanya kekuatan dalam yang saling bertarung, tetapi dia ingin menggunakan jurus layaknya tenaga kasar.
"Gelo! Kecil-kecil main licik!" hardik Birawayaksa sambil melayani gerak serangan Adijaya.
"Bukan licik, tapi cerdik!" teriak Adijaya. "Kalau adu tenaga halus sudah pasti aku bukan tandinganmu. Tapi apa kau tidak malu menghadapi anak kecil pakai cara orang tua!"
Birawayaksa mendengus jengkel. Terpaksa dia melayani penantangnya. Dilihat dari gerakannya, walaupun pemuda itu yang menyerang duluan, tapi tidak tampak bernafsu ingin mengalahkan. Malah seperti sedang menghafal gerakan saja. Tenang. Namun, tenaganya mantap. Untuk menghindari kemungkinan buruk, maka kakek penghuni hutan Mandapa ini melapisi gerakannya dengan tenaga dalam.
Tentu saja Adijaya juga merasakan getaran tenaga dalam lawan. Namun, dia yakin dengan jurus ciptaannya. Makin lama gerakan Adijaya makin cepat, mantap bertenaga. Gerakan sempurna dan juga indah dipandang. Akan tetapi tetap saja dia seperti tidak ingin menjatuhkan. Dua pertanyaan dalam benak Birawayaksa, apakah pertarungan ini hanya dianggap latihan saja atau sengaja memancing agar dia mengeluarkan jurus mautnya?
Jika dipikir ke depannya, tentu saja pemuda ini akan menjadi penghalang untuk menggapai cita-citanya. Merajai dunia persilatan.
Oleh karena itu, Birawayaksa tidak mau bermain-main lagi. Segera dia kerahkan tenaga dalam besar. Dipadukan dengan gerak jurusnya. Mengubah dari bertahan ke menyerang.
Serta merta angin berhembus kencang mengiringi setiap gerak tangan dan kaki manusia setengah siluman penunggu hutan Mandapa ini. Hal ini membuat tubuh Adijaya bagai kayu kering terhempas angin. Adijaya terlempar oleh kekuatan angin dahsyat milik lawannya.
Namun, seperti ditarik oleh seutas tali, tubuh Adijaya terbetot kembali mendekat ke arah lawan. Ini bukan bagian dari ilmu Birawayaksa karena kakek ini juga tampak terkejut, tetapi memang Adijaya yang mampu melakukannya. Pada saat mendekat itulah Adijaya melancarkan pukulan yang disertai angin kuat.
Desss!
Dua telapak beradu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 211 Episodes
Comments
Jimmy Avolution
Josss...
2022-05-21
0
tarjun
kotos kotossssss
2022-04-14
1
Ihb
mantaf thor lanjut...
2022-03-30
0