Ketika sampai di perbatasan desa, beberapa warga sudah menghadang lagi. Namun, sepertinya si pembunuh ini tak mau main-main lagi. Dia mempunyai tujuan lain yang ingin segera dilakukan. Maka, dengan kepandaian silatnya tak butuh lama untuk menumbangkan lawan-lawannya. Setelah itu dia berlari menuju desa tetangga.
Yang ditujunya adalah sebuah keramaian di salah satu rumah warga. Pesta pernikahan. Hari itu di desa Bantrang, di rumah Ki Rengga sedang menyelenggarakan pernikahan putri pertamanya, Rara Anggit.
Pesta sedang berlangsung, membawa kebahagiaan bagi kedua mempelai yang kini sudah bersanding di pelaminan. Namun, siapa sangka suasana bakal berubah mencekam ketika pemuda itu datang.
"Hentikan!"
Teriakan lantang pemuda ini bikin bulu kuduk merinding. Bagai kena gendam, semua yang hadir termasuk suara iringan gamelan mendadak berhenti.
"Siapa kau, berani lancang mengganggu hajat orang?" sentak Ki Rengga begitu sadar ada orang tak dikenal tiba-tiba merusak acara.
"Ki Rengga!" seru si pemuda "Sebenarnya aku sudah lama terpikat kepada putrimu Rara Anggit. Dia tidak boleh menikah, hanya aku yang berhak memilikinya. Sekarang aku akan mengambilnya!"
"Gelo, sia!" bentak Ki Rengga makin naik darah. "Usir dia!"
Serentak beberapa lelaki yang hadir di situ langsung menyerbu pemuda tak dikenal itu. Beberapa lainnya ada yang melapor ke Ki Lurah Jatnika dan kepala keamanan desa.
Seperti sebelumnya, pemuda yang telah menelan korban tiga orang ini sukar untuk ditaklukkan.
Suasana pesta yang meriah kini buyar oleh kedatangan pemuda durjana ini. Sepasang pengantin segera bersembunyi ke dalam rumah. Beberapa orang yang takut kena sasaran terutama perempuan berhamburan mencari tempat aman. Halaman rumah Ki Rengga kini menjadi ajang pertarungan, lebih tepatnya pengeroyokan untuk melumpuhkan orang tak dikenal yang telah merusak jalannya pesta pernikahan.
***
Kita ikuti cerita sebelum Adijaya memasuki desa sampai akhirnya dituduh sebagai pembunuh dan pemerkosa.
Di desa itu, ada seorang pemuda yang selalu dikucilkan warga. Namanya Bongkeng, ia tinggal hanya bersama ibunya di rumah yang juga agak terpencil dari rumah-rumah warga lain.
Bongkeng dikucilkan karena sosoknya yang buruk rupa. Badan kurus, wajah jelek bahkan cenderung menyeramkan. Sehingga membuat orang takut melihatnya. Karena penampilannya itu ia sering menjadi bahan olok-olok pemuda lain di desa itu.
Akibatnya Bongkeng menjadi seorang pemurung. Minder kalau bertemu orang di jalan. Dia sering mengadu tentang nasibnya yang buruk kepada ibunya. Namun, sang ibu tak bisa berbicara banyak karena dia juga sudah pasrah dengan keadaan yang seperti itu.
Dalam benak sang ibu selalu menjerit bila melihat penderitaan dan penghinaan yang menimpa anaknya. Seakan-akan seluruh dunia ini mengucilkannya. Jangankan diakui sebagai sesama warga desa, keberadaan mereka malah dianggap tidak ada.
Seandainya bisa meminta, lebih baik dirinya yang buruk rupa menggantikan sang anak. Entah karma apa yang menimpanya?
"Aku benci! Benci semua orang-orang!" teriak Bongkeng di belakang rumahnya yang sunyi. Teriakan ini sudah sering terdengar oleh ibunya setiap saat.
Bongkeng mematung, wajahnya yang seram tambah mengerikan. Dalam dadanya bergemuruh dendam terhadap semua orang yang selalu menghina dan mengucilkannya. Apakah dia tidak layak hidup berdampingan dengan yang lain? Bertetangga. Sama-sama menjadi warga desa.
"Wahai dewata, kenapa kau lahirkan aku ke dunia ini?" keluhnya yang putus asa.
"Dewata tidak akan menggubris keluhanmu, anak muda!"
Satu suara lantang menyahut. Terdengar menggema. Suara orang tua yang serak. Awalnya Bongkeng tidak menyadari, tetapi lantas ia celingak-celinguk mencari arah sumber suara.
"Aku di sini, anak muda."
Di depan Bongkeng sejauh empat tombak muncul asap putih tipis mengepul ke atas. Setelah hilang tersapu angin, dari balik asap itu muncul seorang kakek berwajah angker menatap tajam ke arah pemuda buruk rupa ini.
"Siapa kau?"
"Aku dewa penolongmu!"
"Katamu dewata tidak akan menggubrisku!"
"Itu dewatanya orang-orang yang menghinamu, sedangkan aku adalah dewatamu yang akan mengubah nasibmu,"
"Nasibku? Apakah mungkin?"
"Tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini. Apalagi bagiku. Aku akan memberikan apa yang kau impikan selama hidupmu yang penuh derita itu. Aku akan mengubah penderitaanmu menjadi kebahagiaan yang tiada tara,"
"Benarkah?"
Si kakek tertawa lepas sampai menggema ke seantero tempat. Sang ibu di dalam rumah menyaksikan hal itu, tetapi kakinya terasa kaku ketika hendak menghampiri sang anak. Bagaikan ada yang membelenggu.
"Kamu tak perlu kerja keras untuk mendapatkannya, anak muda, eh, siapa namamu?"
"Bongkeng,"
"Bongkeng, ya, Bongkeng…"
"Bagaimana caranya?"
"Kau hanya perlu menyiapkan tubuhmu sebagai wadah,"
Bongkeng mengkerutkan kening.
"Aku ini dewa, akan masuk ke dalam ragamu. Setelah itu kau bisa menjadikan dirimu apa saja sesuai keinginanmu,"
Bongkeng masih mematung. Belum sempat bicara lagi, Bongkeng melihat kakek itu berubah jadi asap putih lagi. Asap itu bergerak mendekat. Bentuknya memanjang kecil lalu masuk ke badan melalui hidung. Yang dirasakan Bongkeng seperti tak sengaja menghirup asap itu hingga habis, seluruhnya masuk ke dalam raganya.
Sesaat kemudian Bongkeng merasakan tubuhnya menjadi segar, ringan dan juga bertenaga.
"Putar tubuhmu!"
Suara si kakek mengiang di telinganya. Bongkeng melakukan perintahnya.
"Lihat tubuhmu!"
Bongkeng terkejut, badannya yang kurus hampir seperti tengkorak kini menjadi berisi. Kekar, tegap.
"Pergilah ke sungai, lihat wajahmu!"
Bagaikan terkena gendam, Bongkeng menuruti semua perintah si kakek yang kini bersemayam di dalam tubuhnya. Anak muda ini segera berlari menuju sungai.
Semua yang terjadi itu disaksikan oleh ibunya. Sang ibu melihat perubahan bentuk badan anaknya. Dari berbadan kurus kering dan berwajah buruk, menjadi sosok yang gagah rupawan sehingga tak bisa dikenali lagi. Karena memang sangat jauh berbeda. Seperti bukan anaknya lagi. Kalau tidak menyaksikan sendiri, dia tidak akan percaya.
Beberapa saat kemudian, Bongkeng telah kembali sambil tertawa riang menemui ibunya.
"Ibu, lihatlah aku sekarang…"
Begitu senangnya Bongkeng yang telah berubah penampilannya. Si ibu hanya tampak berkaca-kaca.
"Aku sekarang menjadi orang gagah rupawan, bukan lagi Bongkeng si buruk rupa. Aku akan membalas perlakuan semua orang terhadapku…"
"Bongkeng, kendalikan dirimu, Nak!" tukas ibunya.
"Tidak, ibu! Selama hidup aku memendam dendam ini. Sekarang saatnya aku membalas. Karena aku tidak hanya berubah wujud, tetapi aku juga mempunyai kekuatan, kesaktian…!"
Bongkeng tertawa lepas sekeras-kerasnya. Betapa bahagianya dirinya sekarang. Dengan bersemayamnya kakek misterius dalam tubuhnya membuat semangat hidupnya muncul. Impian dan angan-angan yang selama ini hanya terpendam, akan segera terlaksana.
Sementara sang ibu sepertinya tidak gembira atas kebahagiaan anaknya. Pirasatnya justru mengisyaratkan sesuatu yang buruk. Tak terasa air matanya menganak sungai di wajahnya. Dengan berubahnya wujud anaknya, maka terbangkitlah hasrat yang terpendam selama hidupnya. Sungguh, sebenarnya dalam hati kecilnya sang ibu tidak menginginkan seperti ini. Rasanya akan lebih buruk dari sebelumnya.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 211 Episodes
Comments
Jimmy Avolution
Ayo...ayo...
2022-05-21
0
Gemblong78
Dendam dan kebencian
2021-12-24
1
Ahonk sundanese
pasti asal mula tahu bongkeng dari cerita ini
2021-12-16
0