Amygdala masih asik dengan singkongnya, sementara Acha sudah misah misuh.
" Ya ampuuun! Nih orang sadar gak sih dia ngomong apa? Main iya aja! Ketemu aja baru, udah iyain aja kalau kita pacaran! Kapan nembaknya yang ada hampir nabrak sih iya...! Malah asik makan singkong lagi! Ish..gue geplak juga yah mulutnya!" Acha malah mendumel dalam hatinya.
"Sudah maghrib, sebaiknya kita sholat berjamaah di rumah aja yah! Hujannya masih deras." Pak Agung beranjak dari tempat duduknya, diikuti Bu Nisa. Sementara Dala, hanya mengangguk lalu mengikuti langkah Pak Agung.
Ketiga orang itu langsung berjalan ke sebuah ruangan,yang berfungsi sebagai tempat sholat. Sedang Acha, dia masuk ke dalam kamarnya untuk berwudhu. Tak lama kemudian dia keluar dengan memakai mukena, lalu berjalan menuju mushola. Ayah, ibu dan Amygdala sudah bersiap di mushola tinggal menunggu dirinya.
"Nak..Dala, mau jadi imam?" Pak Agung menawari Amygdala untuk menjadi imam, Bukannya Amygdala yang menjawab, tapi Acha.
" Aduuh..gak usah nawarin dia jadi imam, Yah! Gak yakin aku, jangan-jangan niat sholat aja gak bisa! Mendingan ayah aja deh!" Melihat penampilan lelaki bertampang ganteng tapi badboy ini membuat Acha merasa tak yakin. Telinga pake anting, rambut gondrong, jauh dari kata sholih lah.
"Enak aja! Kalau gak bisa niat sholat gimana sholatnya? Bukan gak bisa, Yah. Tapi kan ada yang lebih tua,jadi lebih baik ayah saja yang jadi imam." Amygdala mempersilahkan Pak Agung yang jadi imam.
"Cih..cari alasan! Bilang aja gak bisa!" Timpal Acha.
"Eeh..kalian ini! Kok malah berdebat sih, kapan sholatnya? Udah ayah aja yang jadi imam, Yah!" Bu Nisa melerai perdebatan unfaedah keduanya.Pak Agung pun mengangguk, lalu menyuruh Amygdala untuk iqomah.
Hujan mulai reda saat, mereka sudah selesai sholat maghrib. Ayah dan ibu masih tak beranjak dari mushola,sementara aku dan Amygdala memilih ke ruang keluarga. Masih dengan memakai mukena aku duduk berhadapan dengan Amygdala.
" Bang maksudnya apaan tadi mengiyakan kalau kita pacaran?" Acha sudah tak sabar meminta penjelasan dari Dala.
"Pacaran? Kita pacaran? Gimana mau pacaran kan baru ketemu tadi!" Dala mengernyitkan dahinya. Acha mengerjapkan matanya tak percaya dengan apa yang didengarnya.
"Waaaah.... beneran mabok yah! Sampe gak sadar mengiyakan pertanyaan ibu, kalau kita pacaran!" Acha mengangkat jari telunjuknya ke wajah Dala.
" Mabok apaan? Mabok singkong? Eh...emang tadi saya bilang iya yah?" Dala malah balik bertanya kepada Acha.
"Tahu ah! Gue lupa rekam tadi! Aku gak ikut-ikut, silahkan abang pertanggungjawabkan sendiri sama ayah dan ibu! Malah bikin saya tambah pusing! Saya udah mau bilang enggak, situ malah jawab iya!" Acha kesal dan mempout bibirnya. Dala melihat Acha tak berkedip.
"Cantik...juteknya bikin gemes! Dia juga gak jaim! Gak kaya Ashila, wajahnya topeng berlapis-lapis...cuih!" Dala menggelengkan kepalanya.
"Kenapa geleng kepala? Mau lepas tanggung jawab? Gak bisa yah! Jelasin yang sebenarnya sama ayah dan ibu saya, kalau kita gak pacaran! Sama pacar saya yang udah berkhianat sama saya saja belum putus, ini udah dikira pacaran lagi sama cowok yang baru aja kenal! Gue belum pindah aliran ke penganut poliandri kalii!" Acha melihat tajam kepada Dala.
"Eh...kamu nyindir saya?" Amygdala merasa tersindir saat Acha menyinggung pengkhianatan.
"Siapa yang nyindir? Emang pacarnya selingkuh juga?" Acha malah terlihat penasaran.
"Iya...emang kamu diselingkuhin pacar kamu juga?" Dala malah balik bertanya
"Diih ..ini kenapa malah saling lempar pertanyaan sih! Udah ah..sana pulang! Udah reda hujannya! Harusnya gue kan nangis, melihat pacar selingkuh sama sahabat sendiri. Kenapa ini malah lupa sama sakitnya yaa!" Acha menggaruk kepalanya yang tertutup mukena. Dala mengernyitkan dahinya, mendengar omelan Acha tentang perselingkuhan.
"Jadi dia beneran di selingkuhin pacarnya, makanya dia melamun dan gak sadar jalan di tengah jalan? Haaash...kenapa cerita kita sama yah, Cha?" Dala berkata dalam hatinya.
Amygdala menatap keluar pintu, hujan memang sudah reda. Dia pun memutuskan untuk pulang, badan dan pikirannya sudah merasa lelah. Dia ingin rebahan di atas kasurnya. Amygdala pun pamit pada kedua orang tua Acha.
Bersamaan dengan motor Amygdala meninggalkan halaman rumah Acha, adzan isya berkumandang. Acha yang masih belum batal wudhunya pun langsung melaksanakan sholat isya. Setelah Isya,Acha tidak langsung tidur, dia membawa baju basah di kamarnya untuk dimasukan ke dalam mesin cuci yang ada di kamar mandi luar.
"Laah, baju basahnya si Kampret gak dibawa pulang! Ya udah deh gue cuci sekalian saja." Acha memasukan baju basah Amygdala ke dalam mesin cuci, bersatu dengan baju-bajunya.
"Eh...kenapa berasa jadi isterinya ya...? Ish..ada apa sih ni sama otak gue!" Acha mengetuk pelan kepalanya.
*****
Minggu pagi yang cerah, Acha sudah bersiap dengan training dan kaos panjangnya. Dia memakai sepatu olahraganya, sambil duduk di teras. Pagi ini dia berniat lari pagi di stadion. Semalam saat ada Amygdala dia sama sekali lupa dengan rasa sakitnya melihat perselingkuhan Haidar kekasihnya dengan Isma sahabatnya. Namun pagi ini dia malah ingat kembali bayangan Haidar dan Isma yang berpelukan mesra saat keluar dari hotel. Jadi pagi ini dia memutuskan untuk melupakan semuanya dengan berlari, lari dari kenyataan, eh! Karena masih terlalu pagi, Acha memutuskan untuk berjalan kaki dulu ke stadion yang berjarak kurang lebih 1Km, sambil menikmati segarnya udara pagi. Namun pada kenyataannya bukannya jalan Acha malah lebih memilih mulai berlari, sambil mendengarkan musik melalui earphone yang terpasang di telinganya. Dia berlari tanpa menoleh kanan kiri, hingga tak terasa kini dia sampai di stadion, dia masuk ke dalam stadion, lalu melanjutkan berlari mengitari stadion. Stadion lumayan lari, beberapa orang benar-benar berolah raga seperti dirinya, dan sebagian lagi hanya duduk di tepi sambil makan cemilan menonton kami yang dibanjiri keringat. Dan sebagian lagi berada di lapangan, tapi bukan untuk berolahraga, melainkan mengambil gambar dan videonya sendiri untuk mengisi instastorry.
Sudah hampir lima putaran Acha berlari mengitari lapangan sepak bola ini, kaosnya sudah basah, wajahnya pun sudah dipenuhi butiran keringat. Acha menepi, meluruskan kakinya lalu mengelap keringatnya yang jatuh di pelipisnya.
"Yaah lupa bawa minum lagi!" Acha bergumam sendir. Namun tiba-tiba sebotol air mineral tersodor ke hadapannya. Acha mendongakkan kepalanya, lalu berdiri saat melihat siapa yang ada di belakangnya. Lelaki yang masih menempati hatinya, namun pada sisi yang berbeda. Acha menepuk-nepuk celananya, namun dia tidak menerima botol air mineral yang disodorkan kepadanya.
"Hai...kenapa gak bilang kalau mau joging? Aku kan bisa temenin!" Haidar membuka tutup botol air mineral dan memberikannya pada Acha. Merasa tak enak, Acha pun hanya menerima tanpa berniat meminumnya. Dia menutup kembali botol air mineral itu. Lalu berjalan, Haidar mengernyitkan dahinya melihat sikap Acha yang di mata Haidar masih kekasihnya.
"Sengaja, lagi ingin jalan sendiri aja! Aku gak mau ganggu kesibukan kamu." Acha tak menghiraukan Haidar yang masih mengikutinya di belakang. Melihat sikap Acha, Haidar merasa ada sesuatu yang tak beres.
"Cha...tunggu! Kanu kenapa sih, sinis amat sama aku? Aku bikin salah ya sama kamu?" Haidar menyekal pergelangan tangan Acha. Acha menghentikan langkahnya dan berbalik, dia menelisik wajah kekasihnya yang sudah mengkhianatinya.
" Ya ampuuun, wajahmu itu lho Dar! Watados banget , sampai pengen gue jotos!" Acha hanya menggerutu dibdalam hatinya. Saat melihat tak ada raut rasa bersalah di wajah Haidar.
"Kenapa malah tanya sama aku? Kamu merasa bikin salah gak sama aku?" Acha malah membalikkan pertanyaan. Haidar mengernyitkan keningnya mencoba mengingat tentang kesalahan apa yang sudah dilakukan pada Acha. Tapi dia tak mengingatnya.
"Aku gak tahu,Cha...!" Haidar menyerah, karena dia tak bisa mengingat kesalahannya.
" Ya sudah, kalau kamu tak mengingatnya..!" Acha melanjutkan langkahnya. Dari kejauhan dia melihat Isma sedang duduk sendiri di sebuah bangku. Acha berbalik menoleh kepada Haidar.
"Kamu ke sini, sengaja ketemu aku atau janjian sama orang lain,Dar?" Mendapat pertanyaan seperti itu, jelas membuat Haidar sedikit kikuk. Karena sebenarnya dia memang janjian bertemu dengan orang lain, namun saat dia masuk ke stadion dia melihat Acha yang duduk di tepi lapangan
"Haah ..eh..ya sengaja ketemu kamu lah! Lagi pula janjian sama siapa?" Meskipun berusaha bersikap sewajar mungkin, namun Acha bisa melihat kegugupan Haidar. Acha kemudian tersenyum, dia menarik tangan Haidar dan melingkarkan tangannya di tangan Haidar.
"Ayo kita ke sana...!" Acha berjalan dengan wajah riang, walau hatinya mangkel setengah mati. Mungkin sudah saatnya dia menyudahi hubungan yang memang harus disudahkan. Dan pada hari ini dengan sukarela dia akan menyerahkan Haidar pada sahabatnya.
"Isma, kamu sendirian?" Acha menyapa Isma yang sedang menelpon, dan di saat yang sama nada dering di ponsel Haidar pun berbunyi. Isma mendongakkan kepalanya, dia langsung mematikan ponselnya, dan nada dering di ponsel Haidar pun berhenti. Acha tersenyum smirk.
"Sepertinya Engkau pun meridhoi keputusanku ini, ya Allah! Bismillahirrahmanirrahim...!" Gumam hati Acha.
Baik Haidar maupun Isma, keduanya terlihat gugup dan salah tingkah. Acha malah melebarkan senyumnya, menatap Isma kemudian bergantian menatap Haidar.
"Oooh...ya ampuun! Kalian berdua kenapa sih? kenapa gugup begini, seperti dua orang yang ke gap selingkuh sama salah satu pasangannya! Apa jangan-jangan begitu yah?" Acha mendekatkan wajahnya pada Isma.
" Kamu selingkuh sama Haidar, Ima?" Wajah Isma memucat seketika.
"E-enggak kok...masa aku selingkuh sama pacar sahabat aku sendiri sih!" Suara Isma sedikit bergetar, pun ia tak berani memandang wajah Acha.
"Santai aja, Ma! Kalau emang gak selingkuh mah. Kamu mungkin yang selingkuh,Dar?" Kali ini Acha menatap Haidar dengan lekat, menatap mata yang dia yakin akan meluncurkan kebohongan untuk menyangkal.
"Apa sih, Cha! Gak usah mikir yang aneh-aneh deh!" Haidar menyugar rambutnya. Kelakuan dua orang di hadapannya benar-benar membuatnya muak. Acha menarik nafas panjang.
" Sudahlah...kalian jangan mempersulit diri kalian dengan kemunafikan, gak capek emang menyembunyikan hubungan kalian? Gak usah bersembunyi lagi, gue udah tahu! Kemarin gue lihat kalian berdua keluar dari sebuah hotel, mesra lagi! Kenapa sekarang jauh-jauhan begini?" Acha bersidekap, sambil menyaksikan wajah penuh keterkejutan dari dua orang munafik di depannya. Dia lalu menghadapkan wajahnya pada Haidar.
"Ish...Dar der dor...mulai hari ini, lu gue end!" Ujar Acha santai. Kini dia membalikkan badannya menghadap Isma.
"Dan untukmu Ima, kamu sahabat terbaikku, jadi untukmu kurelakan dia untuk menjadi milikmu seutuhnya! Buruan tobat deh kalian berdua, urus berkas kemudian daftar ke KUA, nanti keburu tekdung, kan kasihan anak kalian nantinya! Udah yah kita selesai, dan kalian berdua silahkan mulai!" Acha berjalan ke depan menuju tukang bubur ayam yang ada di depannya.
"Cha...tunggu!" Haidar memanggil Acha. Namun Acha mengabaikan dia langsung duduk di penjual bubur, di depan seorang lelaki bertopi yang sedang tersenyum.
Melepaskan yang memang tak seharusnya digenggam, akan lebih memudahkan hati untuk rela, meski awalnya terpaksa dan tetap terluka.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 128 Episodes
Comments
Erni Fitriana
echa😘😘😘😘😘😘😘
2024-09-14
0
FUZEIN
Yess...perjalanan masih panjang...walau sakit tapi kalau niat nak move on...pasti akan hilang beriringnya waktu...dan jangan kuoa....percantikkanlah diri..buat apa nak musnahkan diri sendiri..sedangkan dia bahagia..kita...huhu..move on k
2024-07-14
0
FUZEIN
Kan....
2024-07-14
0