3. Keluarga

Tak lama Vino datang untuk melihat adiknya. Lalu di susul Handoko dan Lina beserta Halim. Selama ada banyak orang, Liam hanya menunggu di luar.

Kemudian ada juga Paman Farhan, kakaknya Handoko beserta istrinya Bibi Soraya datang menjenguk Violet. Sedangkan anak terakhir, Om Haris tidak bisa datang karena sedang menunaikan ibadah haji dengan istri dan anaknya juga, Iqbal.

Tapi Violet justru merasa sedih, semuanya berkumpul tapi papa dan mamanya tidak ada.

"Bagaimana papa dan mama, abang? " Tanya Violet lemah.

"Mereka sudah tenang di sisi Nya,jadi relakan ya Vio. " jawab Vino, memeluk adiknya itu untuk saling menguatkan.

Mereka berdua jadi menangis karena kehilangan ini. Melihat kedua anak ini menangis Lina yang hatinya lembut jadi ikut menangis. Dia mengelus pundak Vino agar bisa tenang.

Tak begitu lama Vino sadar kalau dirinya tidak boleh semakin larut dalam kesedihan. Karena ada adiknya yang masih membutuhkan dirinya.

Dia memilih keluar dari ruangan ini, menenangkan diri. Violet gantian dipeluk Lina, untuk membuat gadis ini tenang.

Vino duduk di samping Liam yang sejak tadi sendirian. Disusul oleh Halim duduk di sana juga.

"Yang kuat lo Vin, kasian Violet kalau lo lemah. " Ucap Halim menepuk pundak adik sepupunya itu.

"Iya bang, bener kata lo. " Vino setuju dengan saran Halim, mengusap air matanya.

Halim berdiri, "Gue tahu lo kuat Vino. Gue,Liam dan keluarga yang lainnya akan selalu ada untuk elo dan adik lo. Jadi jangan merasa sendirian, kalian masih punya keluarga. "

"Iya Bang, terimakasih. " Vino sekarang lebih senang, banyak sekali keluarga yang mendukung dia.

Kemudian Halim pamit undur diri untuk bekerja lagi. Vino sekarang hanya bersama Liam.

"Thanks ya bro, lo selama seminggu ini udah jagain Vio. Gue kalau nggak ada elo dan keluarga lainnya entahlah. " Vino berterimakasih sama Liam.

"Kita saudara bang, jadi ya harus saling menolong dan menyayangi. " Liam memang memanggil Vino dengan sebutan abang, karena umur Vino jauh lebih tua. Walaupun seharusnya yang dipanggil abang itu Liam.

Vino menganggukkan kepalanya, bersyukur karena banyak keluarga yang menyayangi dirinya dan Violet.

...🌿...

Tiga Minggu Kemudian

Violet sudah pulih seperti sediakala setelah beristirahat selama beberapa hari di rumah sakit setelah sadar waktu itu. Tadi malam sudah selesai acara empat puluh hari meninggalnya Ferdinan dan Mira. Walaupun sangat berat untuk Violet dan Vino tapi mereka harus mengikhlaskan kepergian orang tua mereka.

Hari ini jadwalnya pembacaan surat wasiat yang telah dibuat oleh Ferdinan. Memang begitulah orang yang berada kalau setiap tahun memperbarui surat wasiat untuk berjaga-jaga. Karena memang umur tidaklah bisa diprediksi.

Dengan didampingi Handoko beserta istrinya dan Farhan, sebagai wali Vino dan Violet sekarang. Pengacara membacakan semua harta yang ditinggalkan Ferdinan.

"Baik, kalian sudah siap mendengar apa yang saya bacakan? " Pengacara itu memulai pembicaraan.

"Silahkan Pak, kami sudah siap. " Jawab Vino pasti.

"Harta Ferdinan Arya Dwipangga meliputi, Rumah dua lantai bernilai delapan milyar rupiah, Ruko kantor senilai lima milyar rupiah. Dua mobil lima ratus juta rupiah. Dan harta bergerak dan tidak bergerak lainnya dengan total keseluruhan lima belas milyar rupiah. Semua ini belum dipotong dengan hutang almarhum bapak Ferdinan."

"Silahkan bacakan hutang papa juga Pak. Saya sudah siap. " tanggapan Vino. Yang memang sudah mengetahui kalau papanya memang memiliki hutang yang cukup besar. Karena beberapa kali, Ferdinan mengalami kerugian dan memutuskan untuk pulang saja ke kampung halamannya.

"Hutang yang dimiliki oleh Bapak Ferdinan, senilai empat belas milyar rupiah. Sedangkan hartanya masih dipotong dengan mobil yang mengalami kecelakaan. Jadi kalau harta keseluruhan dikurangi hutang dan mobil yang tidak ternilai menjadi Satu milyar rupiah dan satu mobil saja. " ucap Pengacara dengan memperlihatkan bukti hutang Ferdinan.

Semuanya terheran karena dengan nilai segitu, artinya Ferdinan tidak meninggalkan harta yang banyak untuk anak-anaknya. Melainkan meninggalkan hutang yang membuat anak-anaknya kehilangan rumah dan fasilitas mewah lainnya.

Vino sudah menduga ini semua, makanya dia sudah tidak terkejut lagi kalau dia sekarang miskin. Dengan uang tersisa satu milyar adalah hanya cukup untuk uang makan sementara dan membeli rumah kecil untuk berteduh saja.

Berbeda dengan Vino, Violet terkejut dengan apa yang dia dengar. Walaupun usianya masih lima belas tahun, dia sudah mengerti dengan kesimpulan akhirnya.

Sedangkan Handoko yang terkejut, dia berulang kali memeriksa surat-surat tanda bukti hutang dan mengecek keasliannya. Dia tidak menyangka kalau adiknya itu begitu kesulitan dalam masalah keuangan. Dia pikir selama ini usahanya berjalan lancar dan proyeknya juga selalu berhasil. Nyatanya dia mempunyai hutang yang tidak sesuai dengan hartanya.

"Kenapa dia hidup menyedihkan begini. " Tanggapan Farhan malah menyinggung Vino dam Violet yang mendengar papanya di cemooh.

Farhan memang tidak begitu menyukai Ferdinan sejak dulu, yang merupakan adik tirinya yang berbeda ibu. Berbeda dengan Handoko tidak pernah membenci adiknya itu.

"Bang, jangan seperti itu kasihan anak-anak. " Tegur Handoko.

Farhan, lalu memilih meninggalkan rumah itu.

"Tidak masalah Paman, saya dan Violet bisa memakai uang sisanya untuk membeli rumah kecil. Kalau untuk makan, saya kan bisa bekerja. Sekarang saya sudah lulus, jadi bisa mencari pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan kami berdua. " Vino menjelaskan bagaimana keputusannya.

"Baik, Paman memang tahu kamu sudah dewasa. Tapi Paman akan menampung kalian dulu sebelum akhirnya kalian mendapatkan rumah baru. Dan Paman akan membantu mu untuk mendapatkan pekerjaan. Kamu bisa bekerja di perusahaan Paman. Pasti ada posisi yang cocok untuk kamu bekerja di sana. " Handoko menanggapi keputusan Vino, dan menawarkan bantuannya.

Vino mencoba berpikir, dia menoleh pada Violet yang hanya diam. Semuanya ia pasrahkan pada kakaknya itu. Dia belum cukup umur untuk membuat suatu keputusan.

"Bagaimana Vino, bagaimana pun kalian sudah seperti anak Paman. Paman sekarang wali kalian, apalagi Violet yang masih remaja yang masih butuh arahan orang tua. Paman dan Bibi akan menggantikan peran tersebut untuk kalian terutama Violet. Kami sangat menyayangi kalian berdua. Jadi jangan tolak permintaan Paman untuk kebaikan kalian berdua."Paman Handoko mencoba membujuk kedua keponakannya itu.

"Menurut mu bagaimana Vio? mau tinggal sama Paman dulu? " tanya Vino ingin mengetahui bagaimana tanggapan adiknya ini.

"Mau ya sayang...nanti Paman dan Bibi akan menyayangi mu seperti orang tua kalian. " Handoko membujuk gadis itu.

"Kalau Vio sih terserah abang Vino aja, kemanapun aku akan ikut. " Jawab Violet yang terdengar pasrah saja.

Setelah berpikir panjang Vino akhirnya setuju dengan ide Pamannya itu. "Baik Paman kami akan ikut ke rumah Paman, tapi Paman lebih baik bilang dulu dengan keluarga yang lain. Kami tidak mau menjadi beban semuanya. Dan setelah kami mendapatkan rumah baru, kami akan pindah. "

Handoko sangat senang, dia lalu memeluk kedua keponakannya itu. "Iya sayang, terserah kalian. Kalau mau tinggal selamanya di rumah Paman juga tidak masalah. Karena kalian sekarang anak Paman. Kalian tanggung jawab Paman. Paman wali kalian sekarang. "

Vino dan Violet merasa senang dan bersyukur masih ada Pamannya yang sangat menyayangi dan peduli sama mereka.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!