"Lepaskan tanganku Leon, berhenti menggangguku!" hempas Rebecca dari cengkraman tangan Leon.
"Lepas lo bilang, ngapain lo berdiri disitu? Mau mati lo?" bentak Leon dengan kesal.
"Lebih baik aku mati, daripada aku harus hidup seperti ini?! Tujuh belas tahun aku hidup tidak di inginkan Leon, aku hidup tapi aku tak pernah dianggap ada! Lalu untuk apa aku disini, untuk menambah lagi luka ku?" ucap Rebecca menangis terisak.
Leon memalingkan wajahnya kearah samping, entah mengapa melihat gadis didepannya menangis membuat dadanya terasa nyeri.
"Lo gak boleh mati, lo masih punya gue! Dan gak ada yang boleh ambil lo dari gue!" ucap Leon spontan.
Rebecca menggeleng keras. Dia bukan milik siapa pun. Dia hanya benalu yang ada di sekitar orang banyak. Dia tidak layak ada di dunia ini.
"Kamu juga menyakitiku, tapi di waktu yang berbeda kamu seolah perduli padaku," isaknya.
Leon sebenarnya juga bingung dengan dirinya sendiri. Di satu sisi, dia membenci Rebecca, tapi di sisi lain ada sesuatu yang membuatnya merasakan hal berbeda saat dia menatap gadis itu.
Rebecca ingin pergi, namun Leon kembali menahannya. Lelaki itu membawa Rebecca menjauh dan mencari tempat yang aman.
Dengan menggunakan mobilnya, Leon membawa Rebecca ke apartemennya. Tempat itu sudah lama tidak ditempati, jadi sepertinya bisa menjadi tempat peristirahatan Rebecca untuk sementara waktu.
"Ini apartemen siapa, Leon?" tanya Rebecca.
"Ini apartemen gue!" jawab Leon.
Leon membawa Rebecca naik ke atas apartemen dan membukakan pintu untuk mereka.
"Masuk."
Rebecca menolaknya, tapi Leon kembali memaksanya.
"Gue suruh masuk, kenapa lo masih diam di luar?" sentak Leon dengan wajah yang kembali kesal.
Tidak ingin memulai keributan lagi, Rebecca pun dengan terpaksa menuruti perkataan Leon. Gadis itu masuk kedalam Apartemen dan menghampiri Leon yang sudah duduk dan memperhatikannya masuk.
"Lo sekarang tinggal disini!" kata Leon dengan nada tak terbantahkan.
"Aku tidak mau, ini bukan kediamanku!" tolak Rebecca.
Leon berdiri dan mendekati gadis tersebut,"Lo mau Beni, ngehajar lo? Yang pasti sekarang ini dia lagi nungguin lo di rumah sambil memegang rotan ditangannya," ucap Leon tepat dihadapan Rebecca.
Gadis itu menunduk lesu, dia pun berpikir begitu pasti Ayahnya sedang menunggu dia diruang tamu sambil memegang rotan, yang sebagai senjata utamanya dalam menyiksa putrinya sendiri.
"Lo gak mau kan?"
"Tidak Leon, aku takut." jawab Rebecca hampir terisak.
"Makanya gue nyuruh lo tinggal disini, supaya lo jauh-jauh dari si Beni Psikopat itu." ujar Leon sembari mengelus surai rambut Rebecca yang masih terpotong asal.
"Lo mau kan?" tanya Leon memastikan.
Dengan sedikit ragu, akhirnya Rebecca memutuskan untuk menyetujui bantuan yang diberikan oleh Leon padanya.
"Didunia ini gak ada yang gratis Rebecca, semua harus ada timbal baliknya sayang." ucap Leon menampilkan senyum lebarnya.
"Apa Leon?" tanya gadis itu dengan ragu.
"Lo harus jadi pembantu dirumah gue ini, dan yang pastinya semua perintah gue harus lo turuti. Gimana lo setuju kan?" tanya Leon dengan senyum yang menurut Rebecca begitu menakutkan.
Rebecca mengangkat alisnya tidak percaya, dia sedikit keberatan pada ucapan Leon bahwa dia harus menuruti semuanya yang diperintahkan oleh Loen padanya.
"Aku mau menjadi pembantu Leon, tapi tidak dengan semua perintah. Aku takut kau meminta macam-macam dariku." tolak Rebecca.
Lelaki itu mengangkat dagu gadis didepannya, kemudian dia berkata,"Sayangnya lo gak bisa menolak, sayang."
Leon berpikir bahwa dirinya sudah gila, hanya dengan permainan taruhan itu dia bisa mengikat Rebecca gadis yang sama sekali bukan tipenya masuk kedalam kehidupan cintanya yang begitu rumit.
Kemudian Leon mendekap tubuh gemuk Rebecca dan mengecup singkat puncak kepala gadis didalam dekapannya, dia tak akan membiarkan siapapun mendekati miliknya siapapun itu termasuk Justin.
"Ingat baik-baik, lo milik gue! dan jangan sampai bikin gue marah!!" ucap Leon mencengkram dagu Rebecca.
Setelah ini Leon lah yang akan menyusun hidup Rebecca, dia yang akan mengendalikan gadis didepannya ini sesuka hatinya.
Dua hari telah berlalu, Rebecca pun bergegas bangun dari tidurnya. Gadis itu siap-siap pergi kedapur membuat sarapan untuk Leon dan juga dirinya.
Cup!
Leon tiba-tiba mengejutkan Rebecca yang tengah memasak, dia mengecup pipi chuby gadis tersebut lalu kemudian mengambil susu yang berada dikulkas.
Lelaki itu meminumnya di samping Rebecca yang tengah memasak,"Gue liat tadi malam rumah lo rame banget, kata nyokap gue itu perayaan ulangtahun adek lo." ucap Leon.
Rebecca tersenyum kecut, dia kira ayahnya akan khawatir padanya tapi nyatanya mereka malah berpesta, dia yakin sekali selain merayakan ulangtahun Nayla pasti orangtuanya juga sedang merayakan kepergian dirinya.
"Itu ayamnya gosong!" pekik Leon saat melihat ayam yang Rebecca goreng gosong.
Rebecca langsung tersadar, dia dengan cekatan mengangkat ayam goreng gosong itu dan meringis menatap Leon yang sedang melihatnya dengan kesal.
"Goreng lagi yang baru, gue gak suka makanan gosong!" ucap Leon dengan tegas.
"Tapi sayang tau, ini masih layak dimakan." balasnya.
"Terserah mau lo apain, tapi gue gak mau makan yang gosong!"
Setelah berbicara seperti itu, Leon pergi kembali kekamar dan bersiap untuk ke sekolah. Sedangkan Rebecca, terlihat sedang menggoreng kembali ayam yang baru karena Leon tidak ingin memakannya.
"Jika Leon tidak memakannya, berarti ini adalah jatahku." gumam Rebecca tersenyum senang.
Rebecca menyiapkan sarapan Leon diatas meja makan, tidak lama kemudian Leon keluar dari kamarnya sudah lengkap dengan pakaian seragam sekolah miliknya.
Leon pun bergegas menghampiri Rebecca yang sudah duduk manis sana, tanpa banyak berbicara disaat Leon duduk, Rebecca pun mengambil piring berisi ayam goreng dan juga nasi goreng buatannya dan langsung saja menyuapi lelaki itu layaknya bocah SD yang di suapi oleh Ibunya saat hendak kesekolah.
Dengan telaten Rebecca menyuapi Leon yang makan sangat lahap, gadis itu selalu merasa iri saat Leon masih mengenakan pakaian sekolahnya sedangkan dia tidak lagi. Rebecca tidak tau nasibnya kedepan akan seperti apa, mengingat kehidupannya yang seperti ini. Terlepas dari Beni malah dicengkram oleh Leon yang sama-sama memiliki jika psikopat.
Akhirnya makanan dipiring habis, jika Leon sudah makan barulah Rebecca bisa makan. Gadis itu menyuapi nasi yang ada dipiringnya kedalam mulut, dia selalu merasa bersyukur karena Leon masih memberinya makanan yang layak tidak seperti ayahnya yang hanya memberinya nasi dan penyedap rasa saja.
"Ngapa lo nangis?" tanya Leon.
Rebecca tidak menyadari bahwa dia sampai menangis, gadis itu lalu buru-buru menghapus air matanya.
"Tidak apa," jawab Rebecca singkat.
Leon mengambil amplop yang ada didalam tas miliknya, lalu memberikan amplop tersebut pada Rebecca.
"Besok lo bisa sekolah, tapi bukan di tempat yang dulu. Papa gue udah masukin lo di sekolah yang berbeda." ucap Leon yang memberikan amplop berlogo sekolah baru Rebecca.
Rebecca menaikan alis sebelahnya,"Papa, kamu tau aku tinggal disini?" tanyanya sedikit cemas.
Leon mengangguk membenarkan, dia memang memberi tau Armand dan Sisilia mengenai Rebecca dan mereka pun tanpa pikir panjang menolong Rebecca karena merasa kasihan, terlebih lagi Sisilia, wanita itu sampai kepikiran tentang Rebecca yang kakinya mengalami retak tulang.
"Apa dia tidak akan membocorkan pada ayah tentang keberadaaku?" tanya Rebecca.
"Bokap gue gak ada waktu ngurusin gituan," jawab Leon memutar mata malas.
Rebecca terdengar menghela napas panjang, dia bersyukur Papa Leon tidak kepikiran mengadukannya ke sang ayah.
"Sampaikan rasa terimakasihku pada kedua orangtuamu Leon, aku sangat berhutang budi dengan kalian semua." ucap Rebecca terharu.
Dia berharap disekolah barunya, dia akan memiliki banyak teman yang tidak dia dapatkan disekolah lamanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 75 Episodes
Comments