Hari ini, Leon dan keluarganya pindah ke rumah baru karena kediaman lama mereka akan segera direnovasi. Lelaki itu dengan santainya pergi ke kamar barunya dan tidak tertarik untuk membantu yang lainnya memindahkan barang-barang.
Leon, menutup pintu kamar dan berbaring di tempat tidur. Memang jarak tempuh dari kediaman lama tidak jauh dari kediaman barunya, tetapi ada sedikit hal yang membuatnya keberatan untuk pindah ke rumah baru. Karena Leon baru saja tahu jika tetangga di depan kediaman barunya adalah rumah Rebecca, gadis gemuk yang telah menjadi kekasihnya.
Tok! Tok! Tok!
"Leon, cepat turun, kita makan siang," ucap Sisilia di balik pintu kamar anaknya.
"Nanti aja, Ma. Leon belum lapar!" jawab Leon.
"Ya sudah, Mama dan Papa makan duluan ya?"
"Iya, Ma," jawab Leon.
Sisilia pun pergi, meninggalkan Leon yang masih berada di kamarnya
Leon berjalan menuju pintu balkon, dia membukanya dan berjalan keluar balkon
Leon menyalakan rokoknya dan menghisapnya, sambil memandang kawasan sekitar tempat tinggal barunya.
Saat asyik memandang sekitar, Leon terkejut dengan jeritan memilukan dari suara yang sangat dia kenali.
Leon mencoba mencari asal sumber suara, dan ternyata suara jeritan itu berasal dari Rebecca, yang terlihat menangis karena sedang dipukuli oleh ayahnya.
"Buset, besar banget suaranya si badak menangis," celetuk Leon sambil terkekeh.
Leon masih memperhatikan bagaimana Beni memukul putrinya. Dia tidak berminat menjadi pahlawan kesiangan dengan membela Rebecca, walaupun gadis itu adalah kekasihnya.
Keesokan harinya, dari balik jendela, Leon melihat Rebecca pergi ke sekolah sangat pagi. Bahkan, lelaki itu baru saja bangun tidur dan belum mandi, tapi Rebecca sudah pergi dengan berjalan kaki.
"Siswi paling rajin, tapi selalu masuk di kelas buangan," cibir Leon, menatap kepergian Rebecca.
Setelah Rebecca pergi, Leon pun bergegas ke kamar mandi dan bersiap-siap untuk menuju sekolahnya yang jaraknya agak jauh dari rumahnya.
Dengan kaki terpincang, Rebecca berjalan menuju sekolahnya. Gadis itu tampak lelah berjalan kaki dengan kondisi kaki yang sakit seperti ini.
"Tuhan, sakit sekali kaki ku," ucapnya meringis kesakitan, duduk di atas trotoar.
Dia menurunkan kaos kakinya yang panjang, dan melihat kondisi kulit kakinya yang lebam.
Gadis itu menitikkan air mata, mengingat Beni memukulnya kemarin hanya karena kesalahan kecil, yaitu tidak sengaja menumpahkan air dan membuat gelas kesayangan Ibu Anne pecah di meja makan.
"Ternyata gelas milik Ibu Anne lebih berarti daripada aku," ucapnya dengan nada sedih.
Rebecca kembali bangkit dari duduknya, dia berjalan lagi agar sampai di sekolah tepat waktu. Dia tidak ingin sampai terlambat lagi masuk ke sekolah.
Di tengah perjalanan, seseorang menghentikan motornya di samping Rebecca.
Gadis itu melirik dan menemukan Leon tengah duduk di atas motornya dan menatap rendah gadis gemuk itu.
"Lambat banget jalan lo. Berat banget ya bawa badan?" ucapnya dengan nada mengejek.
Rebecca hanya dapat tersenyum singkat, lalu melanjutkan jalannya menuju sekolah.
Dia tidak ingin berdebat dan meladeni Leon, yang menatapnya dengan tatapan hina.
"Sialan, lo gendut! Awas saja nanti!" maki Leon dengan kesal.
Leon menyalakan mesin motornya dan mengejar Rebecca yang sudah berjalan jauh.
Saat tiba di dekat Rebecca, Leon menendang tubuh gadis itu hingga jatuh tersungkur diatas tanah.
Leon berhenti dan tertawa melihat Rebecca yang meringis kesakitan.
"Itu balasannya karena lo sok kecantikan!" ucap Leon, menatap Rebecca dengan hina.
Kemudian, Leon kembali menjalankan motornya dan pergi tanpa memperdulikan Rebecca yang masih meringis dengan luka di keningnya karena terkena benturan batu.
"Lo kenapa?" tanya seseorang yang menghampiri Rebecca.
Rebecca menatap sebentar sebelum semuanya menjadi gelap, dan dia pingsan di depan lelaki yang menghampirinya.
"Gila, gadis ini pingsan lagi," ucapnya dengan bingung.
Dengan cepat, dia membawa Rebecca yang bertubuh besar ke dalam mobilnya.
Sepertinya dia akan menunda untuk datang ke sekolah barunya.
Dia akan mengantar gadis yang dia temui ini ke rumah sakit, untuk mendapatkan penanganan yang serius.
Dengan tergesa, Justin meminta beberapa Perawat membantunya saat tiba di UGD.
"Tolong bantu saya, teman saya kecelakaan!" ucap Justin meminta bantuan.
Seorang wanita pun, menghampiri lelaki yang sangat dia kenali.
"Ini siapa, Justin? Kenapa dia bersamamu Nak?" tanya Melani, seorang Dokter dan sekaligus ibu dari Justin.
"Aku tidak tahu dia siapa, Ma, tapi sepertinya dia akan satu sekolah denganku. Terlihat dari baju seragam kita yang sama." jawab Justin.
Rebecca pun dibawa ke ruang UGD oleh beberapa Perawat, Justin dan Melani pun mengikuti mereka dari belakang. Kemudian, salah satu rekan Melani yang juga seorang Dokter di UGD mencoba memeriksa Rebecca.
"Kamu menemukan gadis malang itu di mana, Nak?" tanya Melani pada putranya.
"Saat aku ingin ke sekolah, aku menemukan dia tersungkur dengan luka di dahinya, Ma. Aku tidak tahu apa penyebabnya dia menjadi seperti ini," jelas Justin menceritakan kronologinya.
"Melani, apakah putramu mengetahui keluarganya? Gadis ini harus ditangani dengan serius, di tubuhnya banyak sekali luka lebam yang sepertinya baru saja dia dapatkan dan ada beberapa yang sudah mengering. Dan dibagian kaki kirinya sedikit mengalami retak Melani," ucap dokter itu, menjelaskan kondisi Rebecca pada Melani dan Justin.
Justin menggeleng lemah, dia tidak tahu siapa keluarga gadis yang dia temui barusan.
"Luka?" tanya Melani, memastikan.
"Benar, Melani. Luka lebam yang sepertinya baru saja dia dapatkan. Sepertinya gadis itu sering mendapatkan kekerasan fisik dari seseorang, dan orang tuanya harus tahu ini," jawab rekan Melani.
Melani pun segera menghubungi sekolah tempat Justin akan bersekolah, dia akan memberitahu pihak sekolah agar bisa dilanjutkan ke pihak keluarga Rebecca.
Sambil menunggu keluarga Rebecca datang, Justin yang menjaga menjaganya.
"Rebecca Alisa, sepertinya lo bakal jadi teman pertama gue disekolah." ucap Justin menatap Rebecca dengan intens.
Lelaki itu memperhatikan Rebecca yang tampak tertidur pulas, dia melihat Rebecca seperti sangat kelelahan.
"Entah siapapun yang melakukan hal ini ke lo, gue bakal mengutuknya." gumamnya pelan.
Justin sangat kesal melihat fakta yang ada, bahwa gadis di depannya memiliki banyak sekali luka di tubuhnya, bahkan kedua orangtua Rebecca pun belum kunjung datang juga padahal gadis ini sudah berada di UGD lebih dari enam jam.
"Justin, apa orangtua gadis ini sudah datang?" tanya Melani yang menjenguk Rebecca.
Justin menggeleng lemah,"Belum Ma,"
Melani menghembuskan napas panjang, wanita itu mendekati Rebecca dan membelai lembut surai panjang gadis gemuk itu.
"Apa orangtuamu nak yang membuatmu seperti ini?" tanya Melani bergumam pelan.
Wanita itu mulai merasakan kejanggalan, kepada orangtua Rebecca. Jika orangtua normal
Mengetahui anaknya sakit pasti akan terburu-buru untuk menghampiri anaknya, tapi mengapa orangtua Rebecca berbeda tidak seperti orangtua lainnya yang malah terkesan santai saja mendengar putrinya masuk ke rumah sakit.
"Kalo orangtuanya gak datang bagaimana Ma?" tanya Justin cemas.
"Teruslah berdoa Justin, semoga Mama dan Papanya segera datang." jawab Melani yang masih berharap kehadiran orangtua Rebecca.
Apa yang diucapkan oleh sang Mama ada benarnya, dan dia pun terus berdoa agar kedua orangtua Rebecca segera datang dan melihat kondisi gadis yang terbaring lemah itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 75 Episodes
Comments