"Makasih ya, Justin. Maaf banget aku jadi mengerepotin kamu," ucap Rebecca sebelum turun dari mobil.
"Yaelah, gitu aja lo pikirin, Becca. Santai aja kalo sama gue," balas Justin dengan tersenyum.
Rebecca merasa tidak enak selalu menyusahkan Justin. Dia merasa banyak berhutang budi pada lelaki di sampingnya ini.
"Aku masuk dulu ya, kamu hati-hati di jalan," pamit Rebecca.
"Oke, bos!" balas Justin sembari terkekeh.
Rebecca tersipu malu saat Justin menggodanya. Maklum, dia baru memiliki sahabat Justin saja selama hidupnya. Saat masih kecil dulu, tidak ada yang mau berteman dengannya. Alasannya karena dia dianggap jelek dan juga gendut.
Mobil pun berjalan meninggalkan halaman rumah Rebecca. Gadis itu berjalan tertatih menuju rumahnya, tetapi seseorang kembali mencekal pergelangan tangannya.
"Lo jadi cewek murahan banget sih! Sok kecantikan, tau gak," ucap Leon sambil mencekal tangannya.
"Lepaskan tangan busukmu itu, Leon! Kamu gak berhak berkomentar apapun tentang hidupku," ucap Rebecca dengan tegas.
Bukannya melepaskan, Leon malah menyeret Rebecca untuk pergi ke kediamannya yang berada di seberang rumah gadis itu.
"Aku ingin pulang, Leon. Lepaskan tanganmu!" berontak Rebecca, tapi kali ini tangan Leon sangat sulit untuk dilepaskan.
Rebecca merasa ketakutan dan terjepit dalam situasi yang tidak menyenangkan. Dia berusaha keras untuk melepaskan diri dari cengkraman Leon, tetapi usahanya tidak berhasil. Dia merasa semakin terjebak dan khawatir dengan apa yang mungkin akan terjadi selanjutnya.
Lelaki itu membawa Rebecca masuk kedalam kediamannya yang sepi, lalu memaksa Rebecca untuk mengikutinya menaiki tangga disaat kondisi kaki Rebecca yang masih sakit.
"Kumohon lepaskan aku Leon, kakiku sakit sekali." ucapnya terisak menangis.
Leon seperti menulikan pendengarannya, lelaki itu membawa Rebecca masuk kedalam kamar tidurnya dan menghempaskan tubuh gadis itu hingga tersungkur di lantai.
"Kumohon Leon jangan lakukan ini, aku tidak pernah berbuat salah padamu lalu kenapa kau membuatku menderita." isaknya dengan hati yang sangat rapuh.
Leon menatap datar wajah mengenaskan gadis didepannya, lelaki itu sangat membenci Rebecca karena gadis itu dia harus terjebak diantara permainan konyol yang dia lakukan bersama Nathan.
Leon mendekat menghampiri Rebecca, setelah itu dia mencengkram wajah gadis itu hingga mendongak padanya.
"Gue itu benci banget sama lo, karena lo gue harus menjalankan taruhan konyol ini." ucapnya dengan tajam.
"Kenapa kamu harus melibatkan aku dalam permainanmu Leon, aku bahkan tidak pernah mengganggu kehidupanmu." balas Rebecca terisak.
Melihat Rebecca menangis, Leon pun melepaskan cengkramannya. Lelaki itu pergi menjauh dan duduk di sofa yang ada dikamarnya.
Dia mengambil rokok di saku bajunya dan lalu menyalakannya, sambil duduk lelaki itu menghisap sebatang rokok miliknya dengan mata memandang lurus ke arah Rebecca yang masih tertunduk menangis.
"Cepat bangun! jangan kotori kamar gue dengan air mata lo itu." ucap Leon tajam.
Rebecca menghapus air matanya, dengan gerakan tertatih gadis itu mencoba untuk berdiri dengan perlahan.
Setelah Rebecca berdiri, lelaki itu mematikan rokok yang dia hisap barusan. Kemudian dia mendekati Rebecca dan berdiri tepat didepan gadis itu.
"Cepat rapikan kamar gue! gue keluar dari kamar mandi kamar ini sudah harus bersih!" perintah Leon.
"Tapi aku tidak bisa Leon," ucap rebecca pelan.
Leon terkekeh mendengar penolakan Rebecca, setelah itu dia mengambil ponselnya dan menunjukan galeri dimana disana ada terdapat foto dan video Rebecca.
"Gak masalah kalo lo nolak, tapi jangan salahkan gue kalo gambar ini akan tersebar." Leon menunjuk gambar di ponselnya.
Rebecca menggeleng lemah, dia tidak dapat menahan tangisnya saat Leon memperlihatkan sebuah foto di ponsel miliknya.
"Kamu jahat Leon!" ucapnya menangis.
"Terserah!" lelaki itu pergi meninggalkan Rebecca seorang diri dikamarnya.
Rebecca tidak menyangka bahwa Leon bisa mengambil beberapa gambar dan video yang memperlihatkan kekejaman Beni padanya waktu itu, gadis itu tidak ingin sampai kelakuan ayahnya yang kasar padanya tersebar dan akan membuat seluruh keluarganya menjadi malu dan semakin membenci dirinya.
Akhirnya, Rebecca pun mengalah. Gadis itu mencoba membersihkan kamar yang luas milik Leon dengan sangat berhati-hati. Dia berusaha untuk tidak membebani kakinya yang sudah terluka agar tidak semakin parah. Meskipun dalam keadaan yang sulit, Rebecca tetap berusaha menjalankan tugas yang diberikan dengan sebaik mungkin.
Leon keluar dari kamar mandi tapi kamarnya belum bersih, lelaki itu pergi keluar dan mengunci Rebecca dikamarnya.
Rebecca hanya dapat menghela napas pasrah, dia berusaha untuk sesegera mungkin menyelesaikan pekerjaannya agar dia bisa segera kembali pulang dan bisa beristirahat.
Satu jam telah berlalu, Rebecca bersandar di tembok untuk beristirahat setelah menghabiskan seluruh tenaganya membersihkan kamar yang sangat berantakan milik Leon.
"Sangat melelahkan, seperti kapal yang karam," ucapnya dengan napas yang terengah-engah.
Leon membuka pintu kamarnya dan melihat Rebecca yang terduduk bersandar.
"Cepat bangun! Sana, lo pulang! Enek gue lihat muka lo?!" usir Leon, menyuruh Rebecca segera pergi.
Dengan senang hati, Rebecca berdiri dan tanpa mengucapkan sepatah kata pun, ia segera pergi meninggalkan Leon yang telah mengusirnya.
"Terima kasih, Tuhan, karena Engkau telah menjinakkan lelaki itu," gumamnya pelan.
Rebecca akan kembali ke rumahnya dan beristirahat. Dia merasa sangat lelah setelah semua yang terjadi.
Leon merasa senang karena sekarang dia memiliki pesuruh untuk membersihkan kamarnya, selama orangtuanya tidak ada, dia bisa menjadikan Rebecca sebagai babunya yang tiba-tiba berhenti dengan alasan yang tidak masuk akal.
Leon, berjalan menuju jendela kamarnya dan melihat Rebecca yang tertatih-tatih memasuki kamarnya dan berbaring di tempat tidur yang menurutnya sangat tidak layak disebut sebagai tempat tidur.
"Bokap lo orang kaya, bahkan memiliki perusahaan yang besar di kawasan Asia tapi kenapa liat hidup lo mengenaskan banget." ucap leon memperhatikan kamar Rebecca yang terlihat dari balkon kamarnya.
Leon semakin penasaran dengan kehidupan Rebecca, dan dia merasa ingin mencari tahu lebih banyak tentangnya.
Di tempat berbeda, Beni, Anna, dan Nayla tampak hadir di acara keluarga yang diselenggarakan oleh keluarga besar Dominic. Mereka bertiga terlihat asik bercengkrama dengan para kerabat yang hadir. Suasana hangat dan penuh keceriaan terasa di sekeliling mereka, saat mereka saling berbagi cerita dan tawa. Acara keluarga seperti ini adalah kesempatan yang berharga untuk mempererat hubungan dan menghabiskan waktu bersama orang-orang terkasih.
"Hallo Nayla, kamu semakin cantik saja. Nenek sangat merindukanmu, sayang," dekap hangat Kartyn pada cucunya.
Nayla tersenyum dan membalas pelukan neneknya dengan penuh kasih sayang. Dia merasa bahagia bisa berkumpul dengan keluarga besar dan mendapatkan dukungan serta cinta dari neneknya.
"Nayla juga merindukan nenek," balas Nayla dengan penuh kehangatan.
"Katryn melepaskan pelukannya pada sang cucu, lalu wanita paruh baya itu menghampiri putranya dan juga sang menantu.
"Apa kabar kalian berdua, nak? Mama sangat merindukan kalian," ucap Katryn sambil memeluk Beni dan Anna bergantian.
"Semua baik, Ma. Mama dan Papa sendiri bagaimana? Apa kalian baik juga?" tanya Anna yang berdiri tepat di samping Beni.
"Tentu kami baik. Apa kau tidak melihat Papamu sudah berjoget di depan hampir sepuluh menit, dan sepertinya dia belum berminat untuk kembali," jawab Katryn dengan senyum.
"Dimana gadis itu? Padahal aku mau mempekerjakannya di dapur karena di dapur masih kekurangan orang," ucap Katryn menanyakan keberadaan Rebecca.
"Becca sedang sakit Ma, jadi aku tidak bisa membawanya kesini." sahut Beni dengan tatapan datarnya.
Semua keluarga Dominic tidak menyukai keberadaan gadis itu, jika Rebecca hadir disana mereka pasti akan menyuruh gadis itu untuk membantu para pelayan yang lain didapur dan tidak memperbolehkan gadis itu untuk ikut bergabung bersama dengan mereka.
"Sakit apa? menyusahkan sekali anak sial itu." tanya Katryn dengan nada ketus.
"Tulang kakinya retak Ma," sahut Anna.
"Besok-besok jika dia sakit lagi patahkan saja kakinya yang seperti kaki gajah itu, sangat menyusahkan saja!" ucap Katryn dengan begitu kesalnya.
Beni hanya dapat terdiam saja, walau dia juga membenci putrinya tapi mengapa rasanya sakit sekali mendengar Mamanya mengucapkan nada kebencian pada putrinya yang terlahir hasil dari kesalahannya pada masalalu bersama dengan Nina yang juga sama tidak menerima keberadaan gadis malang itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 75 Episodes
Comments