Bab. 17

Diam - diam, Rina menyeka air matanya yang jatuh di sudut mata. Sesak  dan sakit terasa menusuk di dadanya.

"Rina, ....Siapkan bajuku. Aku ingin tidur di rumah Rindu malam ini. Tidur di rumah ini sangat tidak menyenangkan apalagi melihat tampang dekil dan kucelmu itu..!! ucap Tyo ketus.

"Ambil saja sendiri..! kamu punya tangan dan kaki yang bisa digunakan, kan.! " sahut Karina tak kalah ketus.

Rina tak sudi menyiapkan segala keperluan lelaki itu lagi. Mulai sekarang lelaki itu harus bisa menerima sikapku yang tak ingin lagi menerima kehadiran lelaki itu. 

" Rina! "

"Apa? Mas tak perlu membentak Rina. Lagipula, mengapa Mas tidak minta tolong saja pada wanita itu. Aku yakin, selain jago melayanimu di ranjang, pasti dia juga jago jadi pembantumu..!" kata Rina sambil hendak berlalu pergi. Namun Tyo mencegatnya. Tyo menyentak tangan Rina dan menariknya.

"Kamu sudah mulai kurang ajar, sekarang!! " Sebelah tangan Bramantyo melayang ingin menampar Karina.

Dengan berani, Rina malah mendongakkan wajahnya.

" Apa? Mas mau memukulku, nih...pukul, mas! pukul.!" Rina menyodorkan pipi kanan dan kirinya ke arah Tyo.

“Semakin hari, kamu semakin pintar membantah suami, hah! Lama - lama mas ceraiin juga kamu,!"

"Boleh, ceraikan  saja sekarang...! Aku dengan senang hati menerima talak darimu, Mas..!" tantang Rina dengan senyum mengejek.

Mata Tyo melotot mendengar ucapan Rina. Memang, selama menikah baru kali ini Rina berani membantah dan menantang dirinya.

Karena kesal akhirnya Tyo menjambak rambut Rina. "Sejak kapan kamu jadi berani menantangku, Rina. Apa sekarang kamu sudah merasa hebat karena sudah bisa cari makan sendiri, hahh!!" bentaknya.

Sebenarnya Rina merasakan sakit ketika Tyo menjambak rambutnya. Akan tetapi dia menahannya dan berusaha untuk tidak memperlihatkan rasa sakit dan kelemahannya di hadapan Tyo.

Dia tak ingin lagi ditindas oleh Tyo seperti yang selama ini Tyo lakukan.

"Sejak Mas tak lagi menghargai aku sebagai istri, sejak itu aku juga berhenti untuk mematuhi segala perintahmu, .." jawab Rina dingin.

Tyo tampak geram. Wajahnya memerah karena marah. Matanya menatap Rina seakan ingin menghabisi diri wanita itu.

Dengan sekali sentak, tangan Tyo yang sedang menjambak rambut Rina, mendorong tubuh wanita malang itu hingga jatuh terjerembab ke lantai.

"Cihh, andai saja bukan karena papaku, sejak dulu aku sudah menceraikan kamu. Tak ada untungnya sama sekali punya istri seperti kamu. Aku muak melihat tingkah lakumu yang selalu bikin kesal. Ingat, jangan salahkan aku kalau aku tak pulang ke rumah ini lagi Aku sebel melihat tampang kumal kamu yang memuakkan itu...!!"

Selesai berkata seperti itu, Tyo berlalu dari hadapan Rina menuju ke kamar. Tak beberapa lama kemudian, dia sudah keluar lagi sambil membawa sebuah tas besar yang isinya kemungkinan besar adalah pakaian.

Tanpa berkata - kata lagi, Bramantyo pergi begitu saja meninggalkan Rina dan anak - anaknya.

Rehan yang sejak tadi diam - diam mengintip pertengkaran kedua orang tuanya langsung mendekati Rina yang masih tersungkur di lantai dan memeluk diri mamanya sambil menangis..

Sedangkan Arsy langsung berlari mengejar papanya.

"Pah, .... papa mau kemana..?" tanya gadis kecil itu. Dia menarik celana Tyo dan berusaha menahan papanya.

"Papa mau pergi, Arsy jangan halangi papa Di rumah ini papa sudah tak lagi dihargai dan dibutuhkan..!"

"Papa jangan pergi..., nanti Arsy nggak punya papa..."

Arsy menangis dan memeluk kaki papanya erat - erat. Menahan papanya agar tidak pergi.

"Asry, .... jangan halangi papa. Papa mau pergi sekarang..!" bentak Tyo.

sambil berusaha untuk melepaskan pelukan Arsy di kakinya.

"Rina, urus anak kamu ini,..... bikin repot saja....!!" bentak Tyo lagi seraya mendorong Arsy yang masih bergayut di kakinya sambil menangis.

Dengan tergopoh - gopoh Rina segera berdiri dan mendatangi Arsy.

"Sayang.... papa mau pergi kerja." kata Rina seraya menarik tubuh Arsy yang hendak mengejar papanya. Tyo sudah pergi meninggalkan  rumah.

"Tapi, mah. Papa bilang dia mau pergi..!" Arsy masih saja meronta dan ngotot ingin mengejar papanya.

"Iya, papa mau pergi kerja, sayang..!"

Rina kembali memeluk dan membujuk putrinya itu agar tidak lagi mengejar Tyo.

"Arsy,,.... berhentilah menangis. Biarkan saja papa pergi...!" bentak Rehan.

Mendengar bentakan Rehan, Arsy berhenti meronta dan langsung memelukku. Dia masih menangis namun tak lagi berusaha untuk mengejar papanya.

"Arsy,....sudah, ....berhenti nangisnya!" bentak Rehan sekali lagi.

Arsy langsung diam, dan tak lagi menangis. Tapi masih bisa kudengar isaknya di balik bajuku.

***

Hari ini Rina sudah mulai berjualan nasi bungkus hasil buatannya sendiri. Rina menggunakan sebagian uang yang dipinjamkan Devan untuk modal berjualan nasi bungkus.

Pagi-pagi sekali dia sudah bangun dan segera menyiapkan dagangannya.

Namun sebelumnya, terlebih dahulu aku menyiapkan sarapan untuk anak - anaknya.

Hari ini, kebetulan semua anak - anakku belajar online. Hingga aku tak perlu repot harus mengantar mereka ke sekolah.

Rina langsung saja pergi berjualan ke tempat dia biasanya menjajakan dagangannya. Anak-anak Rina tinggal saja di rumah dan dia titipkan pada tetangganya.

"Mbak, nasi bungkus satu! " salah seorang pelanggan yang sudah dari tadi menungguku langsung menghampiri begitu melihat aku tiba ditempat itu.

" Ini, mbak!" Rina menyerahkan sebungkus nasi pada wanita itu.

"Harganya masih sama seperti kemarin, kan? " tanya wanita itu.

" Iya, Mbak! " Dia lalu menyodorkan pecahan dua puluh ribuan kepadaku. Segera aku memberikan uang kembalian pada wanita itu.

" Nasi bungkus tiga, mbak! " ..

"Nasi bungkus dua, mbak? "...... Begitulah seterusnya hingga akhirnya nasi bungkus dagangan Rina habis terjual tak bersisa.

"Rina...! Nasi bungkusnya masih ada? " sebuah suara mengagetkan Rina yang sedang asyik menghitung untung dari hasil penjualan nasi bungkus.

"Devan!.. Astaga, kamu ngagetin aku! " Rina segera mendatangi lelaki itu dan memberikan sebungkus nasi yang memang sengaja dia sisihkan satu untuknya.

"Nih, ambillah.. Aku sengaja menyisihkan sebungkus untukmu! " kat Rina..

Wajah Devan tampak berbinar saat Rina menyerahkan bungkusan nasi itu padanya.

"Makasih, Rina! Kamu memang baik hati dan perhatian banget! " kata Devan senang sambil membuka bungkusan nasi dan mulai menyantapnya.

" Apaan, sih. Lebay, itu kan cuma sebungkus nasi, dev!"

Rina mengambil tempat duduk di sebelah Devan yang kini sedang makan nasi bungkus buatannya dengan lahapnya.

"Enak, enak banget, Rina. Beda sama yang kemarin. Nasi bungkus buatanmu jauh lebih enak. Sayangnya cuma sebungkus, seandainya masih ada, bisa - bisa aku nambah lagi! " kata Devan.

"Ahh... itu cuma bisa - bisanya kamu saja!" kata Rina sambil tersipu malu.

Pujian Devan sebenarnya membuat Rina melayang. Seumur hidup, baru kali ini dia dipuji oleh laki-laki lain. suaminya saja tak pernah melakukannya.

Setelah selesai makan, Rina menyodorkan air mineral pada Devan. Devan mengambil air mineral dari tangan Rina dan meminumnya.

*Makasih ya, Rina. Nasi bungkus buatanmu enak banget!"

Devan lantas membuka dompet dan menyodorkan selembar pecahan seratus ribuan pada Rina.

"Buat apa, ini? tanya Rina.

"Tentu saja untuk membayar harga nasi bungkus yang kumakan." Jawab Devan.

Rina menggeleng, cepat - cepat dia menolaknya. .

"Tidak, nasi bungkus itu sengaja aku berikan padamu sebagai bentuk terima kasihku padamu."

"Mana bisa begitu, Rina. Itu adalah kerja kerasmu. Aku lakukan itu untuk menghargai semua usahamu! " kata Devan yang menolak keras uang yang ku kembalikan padanya.

" Tapi, Dev. Aku memberikan nasi itu ikhlas buat kamu." balas Rina yang merasa tak enak.

"Iya, aku tahu. Maka dari itu aku juga ikhlas memberikan uang itu untukmu! " Devan ngotot agar aku tetap mengambil uang pemberiannya.

"Aku mohon, Rina! Ambilah atau aku tak akan pernah lagi kemari! " ancamnya.

Dasar tukang paksa! , umpat Karina dalam hati. Akhirnya dia terpaksa mengalah dan menerima uang yang diberikan Devan padanya.

"Maaf, menggangu...! " seseorang datang dan memutuskan pembicaraan itu.

"Iya, ada apa, ya mas?" Rina menatap lelaki yang juga kini sedang berdiri menatapnya.

" Eh... anu, bu. Bisakah kita bicara sebentar! " tanya orang itu.

"'Iya, bisa. Ada yang bisa saya bantu, mas? "

"Bos saya akan mengadakan syukuran untuk proyek barunya. Dan untuk itulah, dia ingin mentraktir semua pekerja di proyek yang barunya. Bisakah besok saya memesan nasi bungkus pada ibu.?" kata lelaki itu.

Rina menoleh ke arah Devan. Lelaki itu mengangguk mengisyaratkan agar dia mau menerima tawaran itu.

"Baiklah, berapa bungkus nasi yang ingin dipesan oleh bos kamu? " tanya Rina kemudian.

" Seratus bungkus! "

" hah???! "

Terpopuler

Comments

angel

angel

maaf nih utk smua pembaca .. apa harus seorang istri cerai kudu ditalak mah suami baru bisa cerai? kog kasian sekali posisi seorang istri di dlm agama yg di anut/Casual/

2025-02-20

0

Anis Marifah78

Anis Marifah78

sudah mulai pintar si Rina tinggal gugat cerai aja nih.....

2024-06-17

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!