Bab. 02

Hari ini seperti biasa, pagi - pagi sekali Rina sudah bangun dan langsung berkutat dengan pekerjaan dapur.

Dia menyiapkan sarapan ala kadarnya untuk suami dan anaknya.

Beruntung karena semenjak wabah corona yang melanda negeri ini, kegiatan sekolah anak - anak sebagian besar hanya melalui online. Kalau pun ada kegiatan belajar dan mengajar, jumlah waktunya di batasi.

Hari ini, kebetulan anak sekolah disuruh belajar online. Jadi dia tak perlu repot - repot untuk mengantar putranya Rehan ke sekolah.

Tyo sudah sejak tadi berangkat ke tempat kerja. Tinggal dia hanya berdua saja dengan putri bungsunya Arsy yang baru berusia lima tahun. Sedangkan Rehan bermain di luar.

Rina sedang membereskan kamar tidur yang hanya berukuran dua kali tiga meter. Di kamar inilah, mereka harus tidur berdesak-desakan.

Kadang-kadang anak - anaknya lebih memilih untuk tidur di ruang tamu yang juga sekaligus berfungsi sebagai ruang makan dan juga dapur daripada tidur di kamar ini.

Maklum rumah yang mereka tempati hanyalah rumah petakan yang terdiri dari satu ruang tamu merangkap dapur dan satu kamar tidur.

Sudah delapan tahun berumah tangga dengan Bramantyo, belum ada terbersit sedikit pun keinginannya untuk membuatkan sebuah rumah untuk Rina dan juga anak-anaknya.

Jika di tanya soal itu, jawabannya selalu sama, belum ada dana untuk membeli tanah dan membangun rumah, ucapnya.

Padahal, menurut teman - teman Tyo yang sama - sama bekerja dengan suamiku itu, setiap bulannya, Tyo bisa terima sampai sepuluh hingga dua belas juta rupiah. Itu juga belum terhitung bonus dan lemburan.

Rina hanya bisa mengelus dada menghadapi perlakuan suaminya itu.

Tangannya menyentuh sesuatu. Sebuah benda berbentuk segi empat dan pipih tergeletak di bawah bantal tidur yang di pakai oleh Tyo semalam.

" Oh, ini hape Mas Tyo. Sepertinya mas Tyo lupa membawa hapenya karena tadi buru-buru berangkat kerja." ucapnya dalam hati.

Rina meletakkan sembarangan handphone suaminya itu. Dia tak terlalu memperdulikan handphone suaminya yang tertinggal karena berpikir paling juga sebentar lagi dia akan kembali untuk mengambil handphonenya yang tertinggal tadi.

"Mah, handphone papah ketinggalan." kata Arsy sambil menunjuk ke handphone yang kini sudah berpindah di atas kasur.

"Iya, sayang. Biarkan saja. Paling juga sebentar lagi papah Arsy pulang untuk mengambil hapenya yang ketinggalan." ucapnya pada putrinya itu.

Sebuah panggilan whatsapp mendadak masuk melalui handphone suaminya.

Rina kaget sekaligus juga bingung harus bagaimana.. Apa dia harus mengangkatnya.

Tertulis sebuah nama ' Rindu'' di sana. Siapa Rindu..? Apa dia teman suaminya. Tapi masa teman kerja Tyo ada yang cewek. Karena setahunya Tyo kerja di proyek. Yang jelas jarang sekali ada pekerja proyek untuk cewek. Jadi sudah dapat di pastikan Rindu itu bukan teman kerja suaminya.

Dengan tangan gemetar, dia menekan tombol berwarna hijau di layar handphone suaminya.

Sebuah suara wanita yang tak dikenal terdengar marah - marah saat Rina mengangkat telepon.

"Mas, kamunya kapan mau ke rumah aku. Dari kemarin bilangnya mau ngelamar aku. Tapi sampai sekarang kamu belum datang - datang juga. Aku capek mas.... orangtuaku nanyain masalah ini terus....!"

Rina terdiam tak tahu harus bagaimana. Dia juga bingung harus menjawab apa. Rina tak berani menjawab perkataan wanita itu di telepon karena takut ketahuan.

" Mas, kamu kok diam saja? jawab dong mas, .... mas.! " karena kesal tak di jawab juga olehku, wanita yang bernama Rindu itu akhirnya menutup telepon dengan kesal.

Rina menarik nafas, lega. Tidak ... bukan lega. Lebih tepatnya terkejut dan juga kecewa. Tapi dia masih belum sepenuhnya percaya. Ini kenyataan atau cuma mimpi.

Lelaki itu ternyata sudah mengkhianati dirinya. Ada sebongkah perih yang menohok hatinya. Itulah yang dinamakan kecewa. Ya.. Rina kecewa karena merasa sudah di khianati, di bohongin mentah - mentah suaminya.

Tadinya Rina berpikir masih beruntung walaupun perlakuan Bramantyo padanya demikian buruk, tapi Bramantyo masih lagi setia dan tidak selingkuh.

Tapi nyatanya, lelaki itu juga tega berkhianat. Dia selingkuh dengan wanita lain. Rina menangis diam- diam sambil tangannya sibuk merapikan seprai tempat tidur.

Sayup-sayup terdengar suara motor Bramantyo berhenti di depan rumah. Tepat seperti dugaannya, Tyo pasti kembali lagi untuk mengambil handponenya yang tadi ketinggalan di bawah bantal.

Cepat - cepat Rina menyeka air mata dan meletakkan handphone suaminya di atas lemari. Lalu buru - buru mengambil sapu dan pura-pura terlihat seperti sedang sibuk menyapu dan membersihkan rumah.

"Rin, Rina. Kmu tadi liat handphone aku, nggak? "

"Oh ya, itu. Hape mas ada di atas lemari. Tadi ada panggilan masuk, tapi aku tak tahu dari siapa. Soalnya saat mau ku angkat sudah keburu di matiin." jawabku.

Diam-diam Rina menyapu sisa air mata di pipi. Lalu beranjak pergi ke dapur.

Sejenak wajah Tyo berubah. Rina dapat melihat melalui ekor matanya ada kecemasan yang tertangkap di wajah Tyo. Entah apa yang ada di dalam pikirannya.

"Panggilan dari siapa, Rin? " tanya Tyo dengan wajah cemas. Mungkin dia curiga jika Rina sudah mengangkat telepon dari wanita yang bernama Rindu itu.

"Ehh, kurang tau, mas. Habisnya tadi Rina buru - buru lagi masak nasi. Jadi nggak terlalu memperhatikan siapa yang melakukan panggilan." Bohong Rina.

Entah dapat ilham dari mana, ketika itu Rina dengan lancarnya berkata bahwa dia tidak tahu siapa yang telah menelpon Tyo.

Sekali lagi, Tyo membuka panggilan telepon. Ada sebuah panggilan masuk dari nomor yang sangat dikenalnya melalui whatsapp. Keningnya mendadak berkerut.

"Tapi panggilan ini agak lama. berarti kamu sudah menerima telpon dari wanita, eh.... orang ini. Itu artinya kalian sudah saling ngobrol, dong.! " Kata Tyo lagi.

Apa tadi... dia kelepasan menyebutkan wanita lalu berubah menjadi kata 'orang', pikir Rina.

"Oh, jadi yang nelpon tadi itu seorang wanita, ya? "tanya Rina iseng memancing reaksi suaminya.

" Eh, bukan. Ini Reno. Iya ini telepon Reno, teman aku. Biasa ada bisnis kecil - kecilan." kilah Tyo, wajahnya memerah mungkin takut ketahuan bohong atau salah tingkah.

"Ooh, pantesan waktu di angkat, dia nggak menjawab, ....diam aja. Mungkin dia kira salah sambung kali, Mas!" kata Rina sambil kembali meneruskan pekerjaan di dapur.

Rina tersenyum tipis, hatinya sakit.. tega kamu mas. Selama ini kamu sudah bohongin aku, keluh Rina dalam hati.

" Ya, udah. Mas kembali dulu ke kantor. Oh, ya... ini uang belanja kamu. Mas tadi juga kelupaan ngasih ke kamu." Lelaki itu kemudian menyodorkan selembar pecahan dua puluh dan lima ribuan.

Seperti biasa, Rina tak menolak pemberian nafkah dari suaminya itu. Dia tak mau dibilang istri yang tidak pandai bersyukur, karena masih untung di beri jatah uang belanja.

Walaupun kecil tapi yang pasti, bisa di gunakan untuk menopang isi perutnya dan anak-anak.

Selepas kepergian Tyo, Rina menutup pintu dan menangis sepuasnya di bawah bantal. Kata-kata wanita itu masih terngiang jelas di telinganya.

Ada hubungan apa suaminya dengan wanita itu. Mengapa wanita itu sampai bisa berkata seperti itu 

Benarkah semua perkataan wanita yang bernama Rindu itu bahwa suaminya sudah berjanji ingin menikahi wanita itu. 

Rina benar-benar bingung dan juga sedih. Jika benar perkataan wanita itu. Itu berarti selama ini suaminya itu telah berselingkuh dan mengkhianati dirinya.

Rina mengurut dada yang terasa perih menyadari kalau selama ini dia telah dibutakan oleh cinta dan pengabdian yang bodoh. Suaminya telah berkhianat dan menzhalimi dirinya. Dan baru sekarang dia mengetahuinya. Sungguh Rina sangat terpukul dengan kenyataan itu. 

Hatinya seperti m di remas-remas. Terasa sakit walaupun tak berdarah. Puas menangis seorang diri di kamar sampai dia lelah sendiri. Cukup lama Rina menangis sampai dia mendengar tangisan Arsy. Sepertinya putri kecilnya itu baru saja berantem dengan teman sepermainannya.

Buru - buru Rina bangkit dari kasur dan melangkah ke kamar mandi untuk menyeka wajahnya yang terlihat sembab dengan air. 

Sekilas Rina sempat melirik pantulan wajahnya di cermin. Wajah itu terlihat kuyu dan kusam. Ditambah sembab karena habis menangis, benar-benar tidak sesuai dengan peribahasa istri adalah perhiasan suami.

Perhiasan apa yang bentuknya kusam, kucel, sembab, dan tak terawat seperti ini, keluhku dalam hati. Lalu diapun mendatangi Arsy yang masih saja menangis. 

“Adek, kenapa nangis…? ” Tanya Rina pada putri kecilnya itu. 

“Anies, Mah. Anies nggak mau teman sama Arsy " Jawab Arsy 

“Kenapa Anies nggak mau temanan sama Arsy..?” Tanya Rina lagi.

“Karena kata Anies Arsy itu orang miskin dan bajunya jelek ”Jawab Arsy dengan lugunya. 

Masya Allah, mereka jahat sekali. Arsy yang malang harus juga merasakan hinaan karena keadaan kami yang miskin, rintih Rina dalam hati.

Rina memeluk Arsy dan membujuknya agar berhenti menangis. Setelah itu dia mengajaknya pergi ke pasar. Seperti biasa siapa tahu saja dia bisa dapat rezeki dengan mengais sisa sayuran untuk dijadikan olahan sayur matang. 

Terpopuler

Comments

Endang Supriati

Endang Supriati

istri bodoh,goblog tolol,oon saru tukang bohong. kenapa tdk tanya langsung!!! siapa Rindu, apa msksudnya mas mau melamar!

2024-05-05

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!