"Mas tegaskan, kamu tak bisa melarang Mas untuk menikah lagi. Mas sudah membuat keputusan,dan kamu harus terima, suka atau tidak suka, kamu harus terima, Ngerti kamu..!" Bantak Tyo sambil berlalu pergi meninggalkan Rina yang hanya bisa terduduk sambil menangis tak berdaya dan juga kecewa.
Sepeninggal Tyo Rina masuk ke dalam kamar dan menutup pintu.
Dia bersandar di sana dan menangis sepuas-puasnya. Hatinya benar-benar hancur. Sakit sekali rasanya di khianati. Rasanya Ingin mati saja jika tak ingat akan nasib anak-anaknya.
"Ya Allah, ...tega sekali suamiku mencampakkan aku dan anak-anak kami. Apakah begini balasan untuk kesetiaan dan pengabdian yang aku berikan selama delapan tahun pernikahan kami.
Rina menyesali mengapa harus seperti ini akhir dari pernikahannya.
Mengapa tidak dari dulu saja Tyo mengakhiri semuanya jika memang lelaki itu tidak pernah mencintai dirinya.
Dirinya adalah wanita yang tak inginkan oleh lelaki itu tapi mengapa masih terus bertahan di sisinya sampai terlanjur memiliki buah hati.
Dan kini, Rina baru mengetahui jika ternyata pernikahan ini adalah beban bagi Tyo.
...----...
Matahari baru saja terbit saat anak - anak terbangun oleh gedoran di pintu kamar dan bentakan Tyo yang membangunkan diri Rina.
"Rina..! bangun hei, pemalas. Apa kamu mau berkurung terus di kamar sampai membusuk? " bentak Tyo sambil terus menggedor-gedor pintu kamar.
Memang, semenjak dari semalam, Rina mengurung diri di kamar. Rasa kecewa dan sakit hati membuat semalaman Rina tak bisa memejamkan matanya. Dalam diam dia menangis sepanjang malam. Dia sangat terluka dan kecewa dengan sikap dan keputusan Tyo yang ingin tetap menikahi Rindu meskipun tanpa seizinnya.
"Rina...! buka pintunya atau aku dobrak sekarang juga! " bentak Tyo kembali menggedor - gedor pintu dengan keras sambil meneriakkan nama Rina disertai ancaman.
Dengan malas dan wajah sembab karena semalaman habis menangis Rina membuka pintu kamar kami.
"Dasar perempuan tak berguna. Nangis saja bisamu. Suami dan anak tak diurus. Kalau begini, bagus aku tidak usah pulang. Kesal juga lama-lama sama kamu. Kalau tak ingat papaku, sudah aku ceraikan juga kamu. Tak ada juga gunanya punya istri kamu, selain nyusahin dan bikin sebel tiap hari! " omel Tyo sambil masuk ke kamar dan mengambil handuk yang tergantung di dinding.
Rina hanya diam sambil bergegas ke kamar mandi untuk mencuci muka dan gosok gigi. Saat berpapasan di pintu kamar mandi dengan Tyo yang juga ingin masuk ke kamar mandi, Rina membuang muka dan berlalu dengan ekspresi dingin dan acuh.
Segera dia menyiapkan sarapan ala kadarnya. Nasi sisa tadi malam segera ku ubah menjadi nasi goreng yang lezat untuk santapan sarapan pagi kami.
Tak lama, nasi goreng itu sudah tersaji di meja makan. Anak-anak segera mandi begitu melihat papa mereka sudah selesai mandi.
Setelah berpakaian Tyo dan anak-anak segera sarapan. Rina hanya diam bergeming melihat mereka makan dengan lahap nasi goreng hasil buatannya.
"Mah... mama nggak sarapan?" tanya Rehan melihat dia yang diam saja menatap ke arah mereka bertiga.
"Rehan, ... makan saja. Tak usah hiraukan mama kalian. Dia sudah gila dan tak waras! " kata Tyo pada Rehan.
Rehan menatap cemas pada ibunya. Walaupun masih kecil, bocah itu tahu yang terjadi. Dia sedih melihat ibunya tapi tak tahu harus berbuat apa.
Rina lantas tersenyum pada buah hatinya itu untuk menenangkan hatinya.
"Kakak, cepat makannya. Hari ini kakak masuk sekolah. Nanti mama antar, ya!" kataku. Putraku itu tampak lega saat mendengar ucapanku.
"Mah.. adek ikut, ya! " Arsy putri kecilnya kecil ikut bicara. Rina mengangguk mengiyakan permintaannya.
Setelah selesai sarapan, dengan tak banyak bicara Rina membereskan meja makan dan segera mandi. Tak butuh waktu lama, Dia sudah siap untuk mengantar Rehan ke sekolah.
Tyo juga bersiap - siap untuk berangkat bekerja. Saat berlalu di hadapannya Rina hanya diam dan juga tak menyapa apalagi berbicara pada Tyo. Tak ada lagi acara cium tangan seperti yang biasanya dia dan anak-anak lakukan. hanya anak-anak saja yang mencium tangan papanya.
Rina berjalan kaki mengantar Rehan ke sekolah sambil menggendong Arsy. Letak sekolah Rehan lumayan jauh dari rumah kontrakan mereka.
Setelah mengantar Rehan, Rina mengajak putrinya ke rumah Mbak Lasmi untuk mengambil beberapa nasi bungkus dan kue - kue jajanan tradisional.
Kue dan nasi bungkus itu akan dia jajakan kepada para pekerja yang akan berangkat bekerja.
Kemarin dia sudah janji untuk menjual kue dan nàsi bungkus buatan Mbak Lasmi.
Dia memang sering menjajakan nasi bungkus dan kue - kue milik mbak Lasmi sekedar untuk mencari tambahan uang belanja. Lumayan juga kadang hasilnya.
Dari untung penjualan nasi bungkus dan kue - kue dia bisa menabung dan menyisihkan uang untuk membeli buku pelajaran Rehan.
"Rina... kamu disini? " sebuah suara mengagetkan dirinya yang sedang asyik melayani pembeli yang ingin membeli daganganku.
Rina menoleh ke arah suara panggilan itu. Tak jauh dari tempat dia berjualan, berdiri Devan dengan senyum menawannya.
Sontak saja Rina jadi gugup dan salah tingkah. Apalagi saat laki-laki itu sudah berdiri di hadapannya.
"Kamu jualan nasi bungkus dan kue di sini? " tanya Devan.
Rina pun mengangguk mengiyakan sambil kembali melayani pembeli yang datang.
"Apa nasi bungkusnya masih ada?" tanya Devan lagi.
Rina melongo tak percaya. Apa dia tak salah dengar. Devan mau membeli nasi bungkus dagangannya?
" A.. ada. Masih ada." jawab Rina sambil tersenyum canggung.
Devan kembali melempar senyum.
"Aku mau nasi satu bungkus dan kue yang bentuknya warna - warni itu." katanya seraya tangannya menunjuk pada kue lapis pelangi yang terdapat di keranjang kue.
Rina bergegas mengambil sebungkus nasi dan juga kue lapis pelangi yang sudah di kemas dalam plastik mika transparan dan memberikannya pada Devan.
Devan menyerahkan uang pecahan seratus ribuan pada Rina.
"Ambil saja kembaliannya!" kata Devan.
Rina merasa tak enak hati menerima pemberian Devan.
"Terima kasih, Dev. Tapi aku merasa nggak enak. Bagaimana kalo kamu mengambil lagi nasi dan kuenya?" tawarnya pada Devan.
"Biasa saja, Rina. Tak usah sungkan - sungkan padaku. Besok saja aku ambil nasi bungkus dan kuenya! " kata Devan sambil berlalu pergi ke mobilnya.
Laki-laki itu kemudian berlalu sambil melambaikan tangannya kepada Rina. Rina terhanyut sejenak sebelum akhirnya tersadar oleh suara pembeli yang ingin membeli nasi.
"Mbak, nasi bungkusnya satu! " kata seorang pembeli.
Pukul 09.00 pagi, dagangan Rina sudah habis diborong pembeli. Setelah mengembalikan keranjang nasi dan kue pada Mbak Lasmi dan membayar setoran, Rina mengajak Arsy menjemput Rehan di sekolahnya.
Rinamelangkahkan kakinya dengan ringan sambil menggandeng Arsy. Untung hari ini lumayan juga, pikirnya
Tiba-tiba Arsy menunjuk ke sebuah toples permen yang terpajang di sebuah etalase.
"Mah... Arsy ingin beli yang itu!" kata putriku sambil menunjuk permen lolipop yang terpajang di atas etalase sebuah toko kelontong.
"Arsy mau itu.? Tapi janji, ya. Hanya boleh satu saja!" kata Rina
Dia mengangguk senang. Rina membawa putrinya masuk ke dalam toko kelontong tersebut dan membeli dua buah permen untuk Arsy dan Rehan.
"Satu untuk adek, dan satu lagi untuk kakak Rehan." kata Rina seraya memberikan permen itu pada Arsy.
Arsy tertawa gembira karena mendapatkan apa yang dia inginkan.
Aku terharu melihat binar bahagia di mata putriku. Jujur saja, ini adalah pertama kalinya aku bisa membelikan Arsy dan Rehan permen yang harganya lumayan mahal bagi kantong kami. Biasanya paling juga permen murah yang harganya seribu dapat lima.
"Sekarang, kita jemput kak Rehan, yuk!" ajakny Rina. Arsy pun mengangguk.
"Ayo, mah. Kita jemput kakak. Nanti dia nungguin kita.!"
-
-
POV Rina....
Setibanya di rumah, aku mulai bekerja membereskan rumah sementara anak - anak kubiarkan saja bermain dalam rumah.
Saat membereskan kamar, aku menemukan jatah uang belanjaku tergeletak di atas meja hias di kamar kami.
Jumlahnya sama seperti hari kemarin, dua puluh lima ribu rupiah, tak kurang atau lebih.
Aku berlalu dari kamar itu dan membiarkan saja uang itu tergeletak ditempatnya semula tanpa menyentuhnya.
Tak sudi lagi aku mengambil apa pun wujud pemberian dari Mas Tyo. Aku bertekad dalam hati, mulai saat ini aku akan bekerja keras untuk membuktikan pada mas Tyo bahwa aku bukan seorang istri yang bisanya hanya jadi beban suami. Aku juga bisa bekerja untuk memenuhi kebutuhanku sendiri.
Aku ingin memenuhi segala kebutuhanku dan anak-anak tanpa harus meminta pada Mas Tyo suamiku.
Aku tak ingin lagi dikatakan bahwa aku dan anak-anak adalah beban bagi suamiku.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 81 Episodes
Comments
martina melati
seberapa kuat tenaga tyo?
2024-06-17
0
martina melati
kalo rina dkasih sehari 25rb (itu pun gk rutin) apalg rindu y? 20rb? ato double 50rb y thor
2024-06-17
0
S
Hei setelah suami hendak menikah.rencana mu apaoh pasti mau jadi saksi suaminya menikah dan mau di jadikan samsak .tampar terus biar otaknya encerrrr
2024-04-13
0