Bab. 14

"Rina, aku mau bicara sama kamu..!" ucap Tyo kepada Rina.

Rina menghela napas panjang. Enggan dia berbicara dengan Tyo.Hatinya masih lagi sakit. "Apa lagi yang mau Mas Tyo bicarakan. Aku sudah mematuhi pesan Mas Tyo untuk tidak hadir di pesta pernikahan Mas dan Rindu. Sekarang apa lagi..?"

"Katakan pada papaku  jika kamu sudah memberikan izin untuk menikah lagi dengan Rindu. Karena jika tidak, papa akan marah padaku dan penyakit jantung papaku akan kembali kambuh.." kata Tyo tanpa basa - basi dan tanpa punya malu.

"Kamu memang licik, Mas.. Kamu menggunakan penyakit jantung papamu untuk membuat aku diam dan menerima pengkhianatan kamu. Kamu benar - benar kejam dan tak punya perasaan. Kamu jahat, Mas..!"

"Sudahlah, ini semua demi kebaikan kita semua." ucap Tyo.

"Kebaikan yang mana, Mas. Kebaikan untuk Mas Tyo dan Rindu, bukan untuk aku..!" ucapku dengan kesal.

"Apa kamu mau Kinan dan mama bersedih melihat papa meninggal dunia karena serangan jantung.. ?" ucap Mas Tyo dingin.

Astaghfirullah,...... 

Andai aku boleh membunuh orang, aku ingin sekali membunuh lelaki itu sekarang...!!

 

Rina hanya bisa mengurut dada mendapati perlakuan Tyo yang sangat keterlaluan. Tega sekali suaminya itu memintanya untuk berbohong dan mengatakan bahwa dia sudah memberi izin kepada suaminya itu untuk menikah lagi dengan Rindu.

Tyo akhirnya pulang ke rumah Rindu tanpa sempat bertemu dengan papanya.

Tinggal Rina yang termenung seorang diri di depan pintu ruangan tempat mertuanya di rawat. Mama mertua dan Kinan sudah masuk lebih dahulu ke dalam ruangan.

"Kak, papa mau bertemu dengan Kak Rina. Papa menanyakan Kak Rina.. " Kinan berjalan keluar untuk mencari Rina karena papanya menanyakan kakak iparnya itu.

"Iya, Dek. Sebentar, kepala kakak agak sedikit pusing.. " jawab Rina.

"Apakah kakak baik - baik saja..?" selidik Kinan. "Sejak tadi, Kinan perhatian, wajah kakak pucat sekali. Apakah Kak Rina sakit.. ?" tanya Kinan lagi.

Rina mengangguk dan kemudian berjalan dengan lesu menghampiri Kinan.

"Ayo, kita masuk. Kasian jika papa menunggu kita..!" ajak Rina kemudian.

"Kakak saja, kita tidak bisa masuk bersama, karena yang besuk di batasi hanya satu orang."

"Baiklah, kalau begitu kakak masuk dulu.. "

Rina pun segera masuk ke dalam ruangan tempat papa mertuanya di rawat.

Melihat lelaki itu terbaring lemah diatas tempat tidur dengan peralatan medis yang terpasang di seluruh tubuhnya. Rina jadi tak tega. Niat hati ingin mengadu namun melihat keadaan mertuanya itu begitu memprihatinkan, Rina jadi mengurungkan niatnya.

Di sebelah ranjang pasien, duduk mama mertuanya dengan wajah kuyu dan lesu. Saat melihat Rina, dia mengangkat wajah dan kemudian menatap. Rina tajam. Seolah - olah memberi peringatan melalui pandangan matanya agar Rina tidak salah bicara tentang masalah yang menyangkut pernikahan Tyo dengan Rindu.

Rina tahu, mertuanya itu takut jika Rina mengatakan yang sesungguhnya bahwa mertuanya itu sebenarnya sudah mengetahui perihal rencana pernikahan anaknya dengan Rindu. Juga tentang Rina yang sebenarnya tidak merestui pernikahan Tyo  dengan kekasih masa lalunya itu.

Rina berdehem kecil ketika mendekati papa mertuanya.

"Rina,.... kaukah itu, Nak..?" tanya papa Mertuanya.

"Iya,...Pah. Rina di sini.. " Jawab Rina lirih.

"Rina, kemarilah..! Papa mau bicara.."

Wajah mertua perempuan langsung tegang. Dia melirik Rina yang saat itu juga sedang menoleh ke arah dirinya. Dengan isyarat mata, mertuanya itu seperti mengancam.Rina agar tak sembarangan bicara.

Rina berdiri di sisi ranjang pasien.

"Rina, ... katakan pada papa, .....apa yang telah terjadi. Mengapa kamu membiarkan ...suami kamu menikah lagi dengan wanita itu.." ucap papa mertuanya dengan terbata - bata.

Huh, .. siapa yang membiarkan suaminya menikah lagi. Sampai matipun Rina tak pernah memberi izin kepada Mas Tyo untuk menikah lagi, ucap Rina dalam hati.

"Papa,... tidak usah banyak bicara dulu. ingat kesehatan jantung papa. Rina di sini,  akan jagain papa." kata Rina sambil mencoba untuk tersenyum dan mengalihkan pembicaraan.

"Tapi papa ingin bertanya padamu tentang Tyo. Katakan saja pada papa..!"

"Pa,... Rina mohon, tak usah membahas masalah itu sekarang. Papa sedang sakit. Sebaiknya papa beristirahat saja.." potong Rina cepat.

Sebenarnya saat itu Rina tidak enak bicara dengan papa mertuanya tentang pernikahan Tyo dengan Rindu.

Karena di samping kesehatan jantungnya yang bermasalah, juga karena di sana ada mertua perempuan yang pastinya akan mendengar apa yang nanti akan dia sampaikan pada papa mertuanya.

Rina tak ingin mama mertuanya itu melaporkan pada Tyo tentang apa yang didengarnya.

Tiba-tiba, Rina melihat handphone mama mertuanya yang berbunyi.

"Mah, handphone mama berbunyi, sepertinya ada yang menelpon.. " ucap Rina.

Mertuanya itu melirik sekilas telponnya, itu adalah panggilan dari Tyo.

Melihat nama Tyo di sana, mama mertuaku bergegas mengangkat handphone yang tergeletak di atas nakas.

"Halo, Tyo, ada apa kamu menelpon mama...." panggilnya dengan suara yang nyaris berbisik.

"Maaf, Bu, bicaranya di luar saja. Kalau di dalam, takutnya mengganggu konsentrasi pasien." tegur perawat yang berjaga-jaga di kamar itu.

Dengan terpaksa Ibu Mariani berjalan keluar ruangan untuk menerima panggilan Tyo.

Sepeninggal mama mertuanya, Rina tersenyum penuh kemenangan. Segera dia menghampiri papa mertuanya.

"Pah, papa tak usah mencemaskan Rina. Memang saat ini Rina belum bisa berbuat apa - apa menghadapi masalah ini. Tapi Rina janji, Rina akan membalas sakit hati Rina kepada Mas Tyo dan juga wanita itu. Rina tak pernah memberi izin pada Mas Tyo untuk menikahi.Rindu. Yang Rina butuhkan adalah dukungan dari papa. Apakah papa tak keberatan jika Rina membalas sakit hati Rina kepada Mas Tyo..?"

Papa mertua menatapku kemudian menganggukkan kepalanya. Sebelah tangannya terangkat ke atas seraya mengacungkan jempol. Tanda dia setuju dengan rencanaku.

Riba tersenyum lega dan kembali duduk agak jauh dari tempat tidur papa mertuanya. Sedangkan papa mertua kembali memejamkan mata.

Beberapa saat kemudian, Ibu Mariani kembali ke dalam ruangan. Melihat Rina yang duduk di kursi dan suaminya yang sedang tertidur, Ibu Mariani menarik napas lega.

"Rina, ... apa yang dikatakan oleh papa kamu tadi.?" tanya ibu Mariani setengah berbisik. Rupanya dia ingin memastikan jika memang benar-benar suaminya dan menantunya tidak bicara membicarakan sesuatu di belakangnya.

Rina menggelengkan kepala. "Tidak ada, mah. Sejak tadi papa sudah tidur.." jawab Rina berbohong.

Mama mertuanya menatap tajam untuk menyelidiki apakah Rina berbohong atau tidak. Tapi Rina pasang wajah polos dan tanpa berdosa. "Memangnya kenapa, mah. Apa mamah takut kalau Rina bilang sama papah kalau mamah.."

"Sudah, stop... jangan diteruskan...!" bentak ibu Mariani dengan mata melotot.

"Iya, Mah...." ucap Rina patuh.

Huh, bilang saja kalau mama takut, kan, .??

Diam - diam, Rina tersenyum penuh kemenangan. "Aku akan memberi kalian pelajaran satu persatu. Di mulai dari putramu yang penghianat itu, " ucap Rina dalam hati.

Dengan alasan sakit dan anak - anak tak ada yang jagain, Rina pamit kepada ibu Mariani dan juga Kinan.

Sebenarnya dia ingin menjaga papa mertuanya. Tapi papa mertuanya itu memintanya untuk pulang ke rumah. Kata papa mertuanya lebih baik Rina pulang saja karena di rumah sakit ini ada mertua perempuannya dan juga Kinan. Papa mertuanya itu mengkhawatirkan kedua cucunya di rumah tak ada yang menjaga dan mengawasi jika seandainya Rina yang berjaga di rumah sakit.

Rina pun akhirnya menuruti perintah papa dan memilih pulang daripada tinggal di rumah sakit. Toh di sana juga ada Kinan dan mama mertua.

Sebenarnya mama mertuanya keberatan saat Rina pamit pulang. Rina tersenyum penuh arti saat melihat wajah cemberut mama mertua.

Dia sebenarnya sudah dapat menduga maksud mertuanya itu keberatan merasa keberatan kalau dia pulang.

Maksud mertuanya itu dia ingin agar Rina yang jagain papa mertuanya karena dia bermaksud ingin menghadiri resepsi pernikahan Tyo yang akan di adakan malam ini di rumah Rindu.

Mereka sungguh keterlaluan sekali. Sudah tahu jika papa mertua sakit masih tetap saja melanjutkan acara pernikahan tersebut. Tyo dan keluarga Rindu benar - benar sangat tidak berperasaan. Membuat Rina merasa marah dan geram.

***

Dua hari Rina berdiam diri di dalam rumah tanpa melakukan apa - apa. Dia hanya menghabiskan waktu dengan berbaring dan beristirahat di tempat tidur.

Sedang Tyo, lelaki itu tak pulang ke rumah atau pun menengok papanya di rumah sakit. Dia terlalu sibuk dengan istri mudanya. Tak ingat lagi dengan anak istri dan juga papanya yang sedang terbaring sakit.

Keesokan harinya, Rina menguatkan diri untuk pergi berjualan kue dan nasi bungkus. Dia tidak menguli di pasar karena kondisinya yang masih lemah.

Seperti biasa, dagangan yang Rina jajakan di pinggir jalan menuju pabrik itu banyak di datangi pembeli.

"Akhirnya kamu kembali berjualan juga..." sapa Devan. Wajah lelaki itu sumringah sembari melangkah mendekati Rina.

"Hei, princess..Om rindu kamu. Apa kamu tidak merindukan om Devan..?" tanya Devan pada Arsy yang duduk di belakang Rina. Lelaki itu lantas menggendong Arsy.

Arsy tampak gembira bertemu kembali dengan Devan Karena selama ini dia sering diberi uang jajan atau makanan kesukaannya oleh lelaki itu.

"Rina, kemana saja kamu selama  empat hari ini. Apa kamu sakit...?" tanya Devan setelah menurunkan Arsy dari gendongannya.

"Iya, aku sakit. Jadi nggak bisa berjualan." jawab Rina.

"Apakah sekarang kamu masih sakit. Wajahmu kelihatan begitu pucat." tanya Devan lagi.

"Tidak, aku sudah lumayan sehat. Hanya masih lemas saja.. " jawab Rina.

"Astaga, ... Rina. Kalau masih lemas kenapa kamu nekat berjualan. Apa suami kamu tak melarang....?"

Rina menggeleng ketika Devan menanyakan itu. Jangankan buat melarang aku, Mas Tyo saja tidak ingat lagi untuk pulang, ucapnya dalam hati.

Rina menggigit bibir bagian bawahnya dan mencoba menahan ngilu yang tiba-tiba mengiris hatinya.

"Suami macam apa yang membiarkan istrinya yang sakit masih terus berjualan. Apa dia tidak punya otak..?" ucap Devan geram.

"Sudahlah, Dev. Aku tak apa - apa. Aku sudah biasa seperti ini."

"Sudah biasa seperti ini. Maksud kamu apa..?" tanya Devan dengan alis berkerut.

Rina terperangah menyadari ucapannya. Astaga,... rupanya tadi dia keceplosan bicara membuka aib dirinya sendiri. Rina pun jadi salah tingkah.

"Rina, ... katakan apa yang terjadi..?"

desak Devan.

Rina menghela napas panjang. Kepalang basah, dia tak bisa lagi mengelak. Akhirnya Rina pun bertanya, "Devan, ... apakah tawaran kamu masih berlaku...?"

"Tawaran yang mana..?" tanya Devan makin bingung. Bukannya bercerita, Rina malah bertanya tentang tawaran. Tawaran apa...? pikirnya.

"Tawaranmu untuk membantuku. Sejujurnya sekarang aku membutuhkan bantuanmu.. " ucap Rina.

Ohhh,

Terpopuler

Comments

S

S

Harusnya bilang pada Devan aku meriang karena di madu lucu kan

2024-04-13

0

delphinia didong

delphinia didong

kenapa kl papa Tyo tau kondisi mantu & cucunya sesusah itu , gak ngulurin tangan utk membantu mantu dan cucunya .....dengan gaji Tyo yg lumayan , keadaan mantu & cucu seperti itu gak jadi perhatian ...jadi gemes sendiri 😀

2024-04-13

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!