Serpihan Hati

Serpihan Hati

Bab. 01

Rina menatap pantulan wajahnya di cermin. Dia meringis mendapati bayangan dirinya sendiri di cermin.  

Jelek banget...., keluhnya dalam hati dengan wajah kesal.

 

Wajah itu tampak kusam, kucel, berjerawat dan pori-pori wajah yang besar. Terlihat sekali bahwa wajah yang ada di dalam cermin itu  tak pernah tersentuh perawatan.

 

Rina kembali menatap nelangsa ke cermin dengan wajah sedih   Kesal pada nasibnya sendiri. Bagaimana mau merawat wajah dan membeli skin care yang kata teman - temannya ( itupun kalo mereka mau menganggap dia teman mereka), harganya selangit. 

 

Baru minta uang buat beli lipstik saja suaminya langsung membentak dan mengejeknya sembari mencibir. 

 

"buat apa beli lipstik, kalo wajah sudah jelek mau pake apa aja, tetap saja jelek!" kata Bramantyo, suaminya suatu ketika, saat Rina merengek minta dibelikan lipstik. 

 

Kala itu sedang ada demo kecantikan di rumahnya.

Rina sungguh malu sekali saat itu. Terlebih ucapan suaminya itu di dengar juga oleh tetangga dan wanita cantik yang mendemokan produknya di  hadapan rumah tetangganya. 

 

Ingin rasanya saat itu Rina membenamkan wajah ke dasar lautan yang ada di belakang rumahnya saat itu juga.

 

 Sejak saat itu Rina kapok dan tak pernah lagi merengek pada  Bramantyo untuk minta dibelikan  apapun.

 

Untuk makan sehari-hari Rina hanya di beri jatah suaminya sebesar dua puluh lima ribu rupiah saja. Itu pun sudah termasuk uang saku untuk kedua anaknya. Satu anaknya sudah duduk di bangku Sekolah Dasar kelas satu.

 

Rina menghela napas panjang. Suaminya itu memberikan dia jatah dua puluh lima ribu per hari untuk makan mereka berempat. Dan itu harus cukup. 

 

Astaga....Rina kadang tak habis pikir, apa suaminya itu tidak tahu. Berapa harga beras sekilo yang hanya cukup untuk mereka makan sehari,  berapa harga ikan...lombok  tomat dan juga sayur-mayur.

 

Apa cukup itu semua hanya dengan uang dua puluh lima ribu rupiah. Sedangkan suaminya itu tidak mau makan dengan cuma lauk tumis kangkung atau sayur bening. Karena hanya kedua jenis sayuran itu yang bisa terjangkau dengan uang belanja mereka.

 

Jika harga beras yang paling murah saja tiga belas ribu rupiah perkilo, maka sisanya yang dua belas ribu paling hanya cukup untuk membeli tempe atau tahu saja seharga enam ribu rupiah. Sedangkan sisanya kadang untuk membeli lombok dan tomat buat sambal.

 

Untung saja, kadang di pasar Rina membantu para pedagang di pasar untuk memilah-milah sayuran dengan imbalan sayur - sayuran sisa atau yang tak laku. 

 

Sayuran itulah yang kemudian dia masak menjadi aneka olahan sayuran untuk kemudian dijual kembali. Hasilnya lumayan buat jajan dan uang saku anaknya. 

 

Kadang putranya Rehan sama sekali tak membawa uang saku ke sekolah. Namun anak itu tak pernah mengeluh sedikitpun.

 

Di usianya yang masih sangat belia itu dia sudah faham akan penderitaan ibunya. Sehingga dia tak banyak menuntut. 

 

Namun justru hal itulah yang membuat Rina miris. Dadanya sesak dan sedih melihat nasib anak - anaknya. 

 

Tubuh Rina kurus dan kurang terawat. Demikian juga tubuh kedua anak - anaknya. Karena mereka kadang hanya makan sekali sehari saja dengan lauk seadanya.

 

Syukur - syukur jika ada tetangga yang mau berbaik hati memberi mereka ikan segar hasil tangkapan dari laut. Tempat tinggal kami  di daerah pesisir, sehingga sebagian besar tetangga mereka hidup dengan menggantungkan hasil laut.

 

Jika ada tetangga yang memberi mereka ikan, walaupun jumlahnya tidak banyak, Rina sangat bersyukur. Karena uang belanja yang diberikan suaminya bisa di pakai untuk membeli kebutuhan yang lain.

 

Kadang suaminya mengeluh karena dia jarang sekali membuatkannya minuman di pagi hari. Tyo memang suka sekali minum teh manis hangat di pagi hari plus 'temannya' katanya. 

 

Itu adalah kode keras dari suaminya agar Rina membeli barang satu dua kue jajanan sebagai teman minum teh.

 

"Aku lihat kalo pagi hari itu istrinya orang bikinin teh hangat atau kopi susu dan juga jajanan untuk suaminya, nah kami, jangankan jajanan dan kopi susu, teh hangat saja jarang. Beli gorengan atau jajanan apa kek, Rin. Aku mau sarapan!" protes suaminya di suatu pagi.

 

Saat itu pagi hari dan ketika dia bangun tak ada satupun yang bisa ku siapkan untuknya karena aku sama sekali tak memiliki uang sepeser pun untuk membeli gula atau pun kopi sachet, apalagi untuk membeli jajanan..

 

Rina mengelus dada yang terasa sesak. Jangankan  untuk membeli susu, membeli gula setengah kilogram saja yang harganya delapan ribu rupiah dia harus berpikir dua kali.

 

Maka dengan kesal Rina membuatkan suaminya kopi susu instan yang dia dapat dengan cara ngutang di warung tetangga sebelah.

 

Belum lagi jika persediaan gas habis. Maka dia harus  mati-matian minta tambahan uang belanja pada suaminya supaya bisa cukup buat beli beras dan gas.

 

"Mas, minta uang buat beli gas! gasnya habis, aku nggak bisa masak, mana anak-anak sebentar lagi pulang. Pasti nanti mereka kelaparan." kata. Rina pada Tyo yang sedang sibuk memainkan gadget miliknya.

 

Anak-anaknya adalah anak -anak yang baik. Mereka mau mengerti keadaan orang tuanya hingga mereka tak pernah sekalipun mereka meminta uang saku atau uang jajan padanya.

 

Hatiku perih teriris ketika kulihat tatapan putri kecilku yang menatap penuh damba pada sebutir permen milik temannya atau tatapan iri putraku saat melihat  mainan baru milik temannya yang dipamerkan di hadapannya.

 

"Kamu pake gas boros sekali. Itu kata si Tati, dia pake gas satu tabung untuk dua minggu. Nah, kamu baru beberapa hari sudah habis. Sudah... lebih baik kamu masak pake kayu bakar saja.!" bentak suamiku seraya melempar beberapa lembar lima ribuan ke arahku.

 

Rina  memungut lembaran rupiah itu dengan gusar.

 

" Yang, kurang sepuluh ribu !" sodornya pada Tyo saat dia selesai menghitung lembaran lima ribuan yang dia lempar tadi.

 

"Memang berapa harga satu tabung gas isi ulang? tanya Tyo sembari menoleh dengan sebal.

 

"Harganya dua puluh sembilan ribu, yang! " jawab Rina. 

 

Tyo mendengus kesal sambil kembali membuka dompet dan mengeluarkan pecahan sepuluh ribu rupiah, dan menyodorkan pada Rina.

 

"Ambil saja kembalinya! " kata Mas Tyo.

 

Astaga.....suamiku itu matematika nya saat masih sekolah dapat nilai berapa? Uang yang dia berikan padaku jumlahnya sebesar tiga puluh ribu rupiah. Sedangkan harga gas saja dua puluh sembilan ribu rupiah. Berarti sisanya hanya seribu rupiah saja. Dan itu juga masih di perhitungkan oleh Mas Tyo. Rina mengelus dada. Sabar, Rina..., katanya dalam hati.

 

Tahu apa yang terjadi kemudian, suatu hari Tyo pulang ke rumah sambil membawa sebuah tungku kayu hasil buatan tangannya sendiri.

"Sekarang kamu tak perlu mengeluh lagi karena tidak bisa membeli gas. Masak saja pake kayu bakar! "kata Tyo sambil berlalu dengan muka masam.

 

Satu hal lagi selama menikah dengan Rina tak pernah sekali pun Tyo bermuka manis pada Rina. 

Seakan - akan melihat Rina seperti melihat musuh. 

 

Kadang Rina heran, apa yang telah dia lakukan pada Tyo. Apa salahnya pada suaminya itu, sehingga suaminya itu bersikap demikian..

.

Pernah terlontar dari mulutnya, bahwa dia sangat eneq melihat wajah Rina. Katanya wajah Rina dari hari ke hari makin jelek saja. Kusam dan tak menarik sama sekali.

 

Dia bahkan membandingkan Rina dengan salah satu istri  temannya yang katanya jauh lebih cantik walaupun usianya  terbilang lebih tua darinya.  

 

Hati Rina sakit sekali saat mendengar ucapan Tyo. Diam - diam dia menangis sendiri di kamar.

Cacian dan bentakan puas Karina terima setiap hari. 

 

Dia hanya bisa terdiam sambil menyusut air mata, menahan rasa perih  di dada setiap mendengar kata - kata kasar dan makian, juga  bentakan kasar suaminya.

 

Tyo adalah tipikal laki-laki kasar dan pemarah. Setidaknya itulah yang bisa dia tangkap dari sikap Tyo padanya selama masa pernikahan mereka yang hampir menginjak usia delapan tahun.

 

Namun sikapnya berbanding terbalik saat bersama dengan teman - temannya. Dia menjelma menjadi lelaki yang santun dan baik hati. Dia juga disukai  oleh banyak orang karena dia suka membantu teman - temannya. 

 

Tapi anehnya jika di rumah seberat apapun pekerjaan Rina , Tyo  tak pernah mau membantunya.

 

"Kerjakan sendiri,  matamu buta ya  aku baru pulang kerja, aku capek..!" bentak Tyo sewaktu minta  tolong untuk mengangkatkan air karena air di rumah sedang mati, sehingga dia terpaksa harus mengangkat air dari sumur tetangga untuk mandi anak - anaknya dan juga Tyo.

 

Memang pernikahan Rina dengan  Tyo bukan karena cinta melainkan atas perjodohan kedua orang tua kami.

 

Tapi Rina tak mengerti mengapa Tyo masih mau menyentuhnya meskipun Rina tahu sejak awal bahwa Tyo tidak mencintainya. 

 

Bahkan hingga saat ini, pernikahan mereka yang sudah menginjak usia delapan tahun, tapi Rina masih merasa tak berdaya dan tersakiti karena cinta yang tak pernah Tyo berikan padanya.

 

Meskipun begitu Tyo juga tak pernah berniat untuk menceraikan dirinya.

 

Satu hal yang Rina syukuri adalah meskipun sikap Tyo yang selalu dingin dan kasar padanya tetapi lelaki itu masih setia padanya meskipun dia tak selalu bisa menjadi yang terbaik . 

 Entahlah, Rina tak tahu apakah dia mesti bersyukur atau malah sebaliknya. 

 

Terpopuler

Comments

Ida Has

Ida Has

ngatain istri jelek, neg segala, tp dapat anak 2

2024-06-16

0

Endang Supriati

Endang Supriati

istri bodoh dan bucin, hrsnya sediain suami pasir durebus kasih micin.

2024-04-29

0

𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑝 𝑟𝑢𝑚𝑎ℎ 𝑡𝑎𝑛𝑔𝑔𝑎 𝑐𝑎𝑚𝑎𝑛𝑎 𝑖𝑛𝑖👀

2024-04-13

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!