Saat membereskan kamar, Rina menemukan jatah uang belanja yang tergeletak di atas meja hias.
Jumlahnya sama seperti hari kemarin, dua puluh lima ribu rupiah, tak kurang atau lebih.
Tanpa menyentuhnya Rina berlalu dari kamar itu dan membiarkan saja uang itu tergeletak di sana.
Rasanya enggan untuk mengambil apa pun wujud pemberian dari suaminya itu setelah dia mengetahui apa yang menjadi pemikiran Tyo selamat ini.
Rina dan anak-anaknya bagi Tyo hanyalah beban. Dan itu terasa amat menyakitkan hati. Sehingga membuat Rina bertekad dalam hati, mulai saat ini dia akan giat berusaha dan bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri.
****
Keesokan harinya, seperti biasa Rina bangun pagi - pagi sekali. lalu menyi apkan sarapan pagi untuk anak-anak sebelum berangkat ke rumah Bu Lasmi.
Hari ini Rina diminta kembali untuk membawakan dagangan kue - kue dan juga nasi bungkus buatan Bu Lasmi untuk dia jual lagi di tempat biasa.
Hari ini, Rina menyiapkan sarapan kue saja dan segelas teh untuk mereka. Itu adalah kue lebih yang diberi oleh Bu Lasmi untuknya.
Saat sedang sarapan,Tyo bangun dan menghampiri Rina dan anak-anak yang sedang sarapan.
"Lohhh, kok cuma ada air teh dan kue saja, Rin. Kamu nggak masak? " tanya Tymm
Rina diam saja, malas menjawab pertanyaan Tyo. Sudah beberapa hari ini dia mendiamkan Tyo sebagai protes atas keputusannya yang memaksanya menyetujui pernikahannya dengan Rindu. Rina tak pernah lagi menjawab setiap pertanyaan yang Tyo lontarkan.
Rina tak pernah lagi menyiapkan makanan dan mencucikan semua pakaian Tyo serta melayani semua keperluannya, termasuk kebutuhan ranjangnya.
"Rina, kalau suami bertanya itu dijawab." bentak Tyo.
"Rina harus jawab apa, Mas. Mas sudah lihat sendiri. Aku tak masak...?" jawabku.
"Kenapa? bukannya aku sudah memberi kamu uang belanja...?"
"Sejak kemarin aku tidak pernah menyentuh atau mengambil uang belanja yang Mas berikan." jawab Rina.
Mata Tyo melotot mendengar jawaban Rina.
"Apa maksud kamu tak mau mengambil uang belanja dariku. Apa kamu sudah merasa hebat, hah. Baru saja jadi kuli di pasar sudah belagu.!" bentak Tyo lagi.
Rina hanya diam dan membereskan sarapan serta merapikan meja makan lalu bersiap - siap hendak pergi. Dia sudah kebal dengan semua kata - kata kasar yang diucapkan suaminya itu.
Tyo bangkit dengan gusar dan menghampiri Rina. Dengan kasar Dia menyentak tangan Rina.
"Benaran kamu sudah tak mau menerima uang belanja dariku lagi, hah..?!" tanya Tyo dengan ekspresi gusar.
"Mas ini bagaimana. Kan, Mas sendiri yang bilang, bahwa aku ini istri yang tak berguna. Bisanya hanya minta uang saja. Kami kau anggap hanya beban. Sudahlah, Mas. Mulai sekarang, Mas Tyo nggak usah lagi memberi Rina uang belanja. Karena Rina dan anak-anak tak ingin jadi beban Mas Tyo lagi." ucap Rina sambil berlalu pergi.
"Baik, ... mulai sekarang dan seterusnya, ... aku nggak akan kasih kamu uang belanja lagi. Cihhh, .... sombong sekali..! Aku ingin lihat sejauh mana kamu bertahan dengan kesombongan kamu itu. Awas saja, .... kalau kamu butuh lagi butuh uang untuk anak-anak, biar kamu mengemis minta uang padaku. Aku bersumpah tak akan memberimu walau sepeser pun juga...!" bentak Tyo.
Dia pun masuk ke kamar mandi dan membanting pintu dengan kasar.
Rina tak menggubris ucapan Tyo. Dengan tenang dia mengajak anak-anaknya pergi dari rumah.
Rehan harus pergi ke sekolah. Dan dia juga akan berjualan.
Selesai mengantarkan Rehan ke sekolah, seperti biasa dia langsung mengambil nasi bungkus dan kue di rumah Bu Lasmi untuk dia bawa ke tempat biasa dia menjual dagangannya.
"Mbak, nasi bungkus satu! " pembeli pertamanya datang dan membeli sebungkus nasi.
"Berapa,mbak?" tanya pembeli itu.
"Biasa, mas. Sepuluh ribu." jawab Rina. Setelah membayar harga nasi bungkus, pembeli itu pun langsung pergi.
"Rina, nasi bungkus satu dan kue yang seperti kemarin tiga, ya! " Entah dari mana, Devan tiba-tiba saja sudah berdiri di dekat Rina.
Rina kaget karena tidak menyadari kalau lelaki itu sudah berada begitu dekat dengannya.
Rina menyodorkan sebungkus nasi dan tiga bungkus kue lapis pelangi padanya.
Kembali Devan menyerahkan lembaran seratus ribuan padaku. Namun, hari ini Rina menolaknya.
"Uangmu yang kemarin saja masih ada sisanya." ujar Rina mengingatkan Devan.
"Hmm, tak usah di pikirkan. Ambil saja kembaliannya untuk putrimu itu.! " kata Devan sambil menunjuk ke Arsy yang duduk di dekatnya.
Devan memaksa Rina untuk menerima uang itu. Lagi, Rina terpaksa menerima uang pemberian Devan. Lelaki itu sangat sulit ditentang apa maunya.
"Terima kasih, Dev...!" ucap Rina.
"Sama-sama, Rin...!" jawab Devan.
"Mbak, nasinya masih ada? " tanya seorang gadis. Rina menoleh lalu mengangguk. " Masih, mau berapa bungkus, mbak? " tanya Rina.
"Saya mau tiga bungkus, mbak! " jawabnya.
Segera Rina mengambilkan tiga bungkus nasi dan menyerahkannya kepada gadis itu. Gadis itu berlalu setelah membayar harga nasi bungkus.
"Nasi bungkus ini buatan kamu, Rin? " Rina menoleh. Astaga.. Devan rupanya belum beranjak dari sini. Dia pikir Devan sudah pergi.
"Bukan, nasi dan kue - kue ini, tetanggaku yang membuatnya. Aku hanya mengambil sedikit untung saja dari semua kue - kue dan nasi bungkus ini." jawab Rina.
Kembali tangan Rina sibuk melayani pembeli yang datang membeli dagangan kuenya.
"Hmm, kenapa kamu tidak mencoba untuk membuat nasi bungkus seperti ini dan menjualnya sendiri? " tanya Devan. Dia membuka kue lapis pelangi dan memakannya dengan nikmat.
"Kamu suka kue lapis pelangi? " tanya Rina mengalihkan pembicaraan saat dia melihat Devan menghabiskan sebungkus kue lapis pelangi dalam satu kali suapan.
Devan mengangguk. " Dulu, ibuku suka sekali membuat kue lapis pelangi dan aku adalah orang pertama yang mendapat jatah kue dari ibu." katanya sambil terkekeh kecil.
"Rina, kamu belum menjawab pertanyaan aku. Mengapa kamu tidak mau mencoba membuat sendiri nasi bungkus seperti ini dan menjualnya sendiri. Kan untungnya pasti lebih banyak." kata Devan.
"Aku nggak punya modal Dev! " jawab Rina jujur.
"Terus, suami kamu. Kamu kan bisa minta modal untuk membuka usaha ini. Tidak besar, kok. Paling juga lima ratus ribuan. " kata Devan lagi.
Rina menggigit bibir bawah, miris. Jangankan untuk memberi modal, uang buat belanja saja dijatah. Malah sekarang sudah nggak dikasih, ucapnya dalam hati.
"Rina, kok melamun sih? "
"Ehh...itu, anu.... suamiku tak tahu kalau aku berjualan seperti ini." jawab Rina.
Kening Devan berkerut. Aneh sekali... masa sih, suaminya Rina tak tahu kalau istrinya berjualan nasi bungkus setiap pagi di tempat ini.
"Bagaimana kalau aku memberimu modal, hhmm? " tanya Devan.
" Apa!? " sergah Rina tak mengerti.
"Iya, bagaimana kalau aku memberimu modal biar kamu bisa dagang nasi buatan kami sendiri." kata Devan dengan mimik serius.
Belum sempat Rina menjawab, seorang pelanggan datang dan memborong nasi bungkus dan kue dagangannya hingga habis tak bersisa.
"Tuh, kan. Habis... Coba kalau kamu yang punya dagangan. Untungnya bisa lebih besar lagi, Rin! " kata Devan.
Rina menghela nafas dalam.
"Devan, kan aku sudah bilang. Aku tuh.. nggak punya modal buat buka usaha dagangan seperti ini..! " jawab Rina dengan kesal.
Lelaki itu dari tadi betah amat menemaninya berjualan nasi bungkus dan kue. Apa dia tak ada kerjaan lain apa, Rina bersungut dalam hati.
"Iya, aku tahu. Tapi tadi aku juga sudah bilang, aku mau kasih kamu modal buat buka usaha dagang nasi bungkus dan kue. Tapi kamu belum jawab, Rina!" protes Devan.
Rina menghela napas panjang sebelum menjawab pertanyaan Devan.
"Terima kasih, tapi aku tak ingin merepotkan orang lain. Saat ini aku sedang mengumpulkan modal. Nanti kalau sudah cukup, InsyaAllah aku akan berjualan nasi buatan aku sendiri." jawabnya.
"Bagaimana, kalau aku beri pinjaman modal.. " tanya Devan sambil tersenyum.
"Tidak perlu. Aku takut merepotkan. Lagi pula, kalau aku pinjam duit sama kamu, aku takut nggak bisa mengembalikannya nanti. ." jawab Rina cepat.
"Masalah itu, jangan di pikirkan. Kamu bisa mengembalikan uang pinjaman dariku kapan saja kamu mau. Oke.. ." kata Devan tak mau kalah.
Dia lalu mengeluarkan dompetnya dan mengeluarkan beberapa pecahan seratus ribuan, kemudian menyodorkannya padaku.
" Ini, satu juta. Kalau kurang bilang padaku, Rina. Kamu bisa memintanya lagi padaku! " kata Devan.
Namun Rina menolak dengan halus. Dia sungguh tak enak hati jika menerima pinjaman dari Devan. Walaupun Devan itu temannya. Tapi Rina tak ingin mengambil keuntungan dari pertemanan mereka.
"Tidak, Devan.Sebelumnya Aku ucapkan terima kasih atas niat baikmu. Tapi aku rasa saat ini aku tidak bisa menerima uang ini. Karena aku belum membutuhkannya, Dev. " ucap Rina.
Devan tampak kecewa dengan penolakan Rina. Tapi dia tetap tersenyum.
"Baiklah, ... tapi jika suatu saat kamu butuh bantuan jangan sungkan untuk memintanya. Aku dengan senang hati akan membantumu.. " ucap Devan.
Rina tersenyum mendengar ucapan Devan. Lelaki itu sejak dahulu memang sangat baik padaku. Dia selalu saja membantuku, bahkan tanpa diminta, ucap Rina dalam hati.
" Terus... ngomong-ngomong, kamu mau kemana setelah ini? " tanya Devan.
"Biasa... habis ini aku mau jemput Rehan, lalu ke pasar." jawab Rina.
"Kalau begitu, ayo aku antar! " ajak Devan.
"Nggak usah, Dev. Sekolah Rehan dekat dari sini.!"
lagi - lagi Rina menolak secara halus uluran tangan Devan. Dia tak ingin ada gosip yang beredar jika orang-orang melihatnya diantar mobil oleh seorang laki-laki yang bukan suaminya.
"Baiklah... sampai jumpa besok, Rina! " ucap Devan seraya berlalu ke arah mobilnya.
Rina pun berjalan menuju ke sekolah Rehan sambil menggandeng Arsy.
Setelah menjemput Rehan dan menyerahkan uang hasil dagangan nasi dan kue ke Mbak Lasmi, Rina pun mengajak anak-anak untuk pulang.
Setibanya di rumah, anak - anak segera berganti baju. Rina segera memberi makan anak-anakku dengan nasi bungkus yang dia bawa dari rumah Mbak Lasmi.
Rina mendapatkan jatah nasi dari Mbak Lasmi untuk ku bawa pulang. Nasi itulah yang dia makan bersama anak-anaknya yang di campur dengan mie instan.
Setelah selesai, Rina masuk ke dalam kamar bermaksud untuk membersihkan kamar. Uang belanja yang ditaruh Tyo kemarin di atas meja sudah tak ada lagi. Mungkin sudah di ambil kembali oleh Mas Tyo, pikir Rina.
"Sudahlah... aku juga tak peduli. Aku memang sudah berjanji dalam hati.. bahwa aku tak akan lagi meminta apa pun juga dari Mas Tyo, ucapnya dalam hati.
***
Pukul 24. 20 Mas Tyo datang. Tyo menggedor pintu rumah dengan keras sambil berteriak memanggil nama Rina dan minta dibukakan pintu.
Dengan setengah kesal Rina membuka pintu untuk Tyo.
"Rina, .... Besok hari Minggu. Kamu sudah tahu jika besok Mas akan menikah dengan Rindu. Mas harap kamu tidak berbuat macam - macam yang dapat merusak acara pernikahan kami. Kamu mengerti, Rina...!" kata Tyo dingin.
Rina hanya berlalu pergi menuju ke kamar tanpa menyahut lagi. Hatinya benar - benar sakit menerima semua itu. Tapi Rina hanya bisa menangis dalam hati. Tega sekali kamu, Mas..!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 81 Episodes
Comments
Teh Euis Tea
rindu apa risma sih thor?
2024-04-21
1
S
hatinya sakit dia kasihaannn
2024-04-13
0
Affaba Family
Rindu thor...
2024-04-13
0