"Rina, ini sudah siang hari tapi kamu malah enak - enakan tidur seperti babi. Istri macam apa kamu?!" ucap Tyo dengan nada tinggi. Suaranya mungkin sudah terdengar sampai ke kamar kontrakan sebelah.
Rina membuka matanya kembali saat mendengar ucapan Tyo. Darahnya naik sampai ke ubun - ubun. Bukan karena ucapan Tyo yang sangat menghina, tapi melihat siapa yang ada di sebelah Tyo. Itu Rindu, madunya.
Astaga, apa yang terjadi....
Apa maksud Tyo membawa perempuan itu ke rumah ini, pikir Rina..
Rina langsung bangun dari tidur dan duduk di pinggir kasur dalam keadaan masih separuh nyawa yang terkumpul.
"Mas tadi bilang apa? " tanya Rina pada suaminya.
"Kamu itu sudah jelek, pemalas lagi. Andai bukan karena papaku, mana sudi aku menikah dengan perempuan seperti kamu. Sekarang cepat kamu bangun dan masak. Aku dan Rindu sudah lapar...!!" bentak Tyo seraya menarik Rina agar segera berdiri.
Sementara itu, kedua anak - anaknya mengintip dari balik pintu kamar.
Mata Rina melotot mendengar perintah Tyo. Seenaknya saja suaminya itu menyuruh dia masak sementara. suaminya enak - enakan bersama madunya. Apa dia tak salah dengar?
"Apa , Mas. Kamu menyuruh aku masak...? Nggak salah...?"
"Apa kurang jelas tadi. Aku nyuruh kamu masak karena Aku dan rindu sudah lapar. Lambat sekali pergerakan kamu, .!" bentak Tyo lagi.
"Tapi aku tak punya apa - apa untuk di masak." jawab Rina dengan tenangnya. "Dan aku juga sedang tak enak badan."
Itu benar, di dapur Rina memang tak punya apa - apa. Hanya ada air putih saja dan sebungkus mie instan. Bahkan beras sebutir pun tak ada di sana.
Rina sengaja menyembunyikan semua barang - barang ataupun bahan - bahan makanan yang dia beli untuk usaha dagang nasi bungkus di rumah kontrakan sebelah. Kebetulan sekali, ada kamar kosong di sebelah kontrakan kami. Penghuninya baru saja pindah rumah. Jadi dia menempati kamar kontrakan yang kosong itu untuk dipakai menyimpan barang - barang yang dibelikan Devan dan juga bahan - bahan makanan lainnya yang dipakai untuk modal berdagang.
Tentu saja, dia sudah bicara pada yang punya rumah. Dan dia juga sudah membayar sewanya di muka. Akan tetapi Rina berpesan agar yang punya rumah tidak mengatakan hal ini kepada suaminya.
"Apa mbak bilang, .....Mbak Rina nggak punya apa-apa untuk dimasak.? " Mata Rindu membulat mendengar ucapan Rina.
"Mas kamu itu bagaimana sih, Apa kamu nggak ngasih uang belanja untuk mbak Rina.?" celoteh Rindu sambil mencibir..
Tyo tergagap. Dia menggaruk - garuk kepalanya yang tak gatal. Bagaimana tidak, sudah beberapa hari yang ini, dia memang tak pernah pulang ke rumah dan memberi Rina uang belanja.
"Bagaimana mau kasih uang belanja, pulang aja nggak pernah.." ucap Rina.
"Makanya jangan sombong.... baru kerja jadi kuli dan babu saja sudah belagu. Sekarang kamu baru rasa. Memangnya kamu bisa hidup tanpa bergantung padaku...? " ucap Tyo dengan nada mengejek.
"Loh, Mas. kamu nggak boleh seperti itu. Bagaimana pun juga kamu itu harus adil. Kamu harusnya juga memberi mbak Rina nafkah. Dia kan juga istri kamu,.."
"Cih, mana Aku sudi memberi uang belanja pada istri macam dia. Istri seperti itu nggak perlu di kasih uang. Lagi pula dia juga sudah bisa cari makan sendiri. Dia kan, bekerja ."
"Ohh, jadi mbak Rina ini kerja, toh. Memang mbak Rina kerja apa, sayang..? "
"Itu lohh, , jadi babu dan kuli di pasar..?" ucap Tyo sambil tertawa mengejek.
"waahh, kasihan sekali kamu mbak. Aku pikir Mas Tyo itu ngasih kamu uang belanja yang cukup. sehingga kamu nggak perlu kerja. Tapi nyatanya kamu terpaksa harus jadi kuli dan babu karena Mas Tyo nggak kasih Mbak Rina uang belanja yang cukup.. "
Rina menatap kesal pada Tyo dan Rindu bergantian. Muak sekali melihat wajah kedua orang yang tak tahu diri itu.
"Iya, aku memang jadi babu dan kuli. Lantas sudah tahu begitu, kamu mau apa, Mas..!!" kata Rina sambil berdiri menatap keduanya.
"Tuh, kamu lihat sendiri, tingkah lakunya sudah seperti preman pasar. Karena lingkungan tempat dia kerja kebanyakan orang - orang seperti itu..!" ejek Tyo lagi.
Panas rasanya kuping Rina mendengar ejekan suaminya itu. Maka dia berkacak pinggang sambil menghentakkan kaki.
"Baiklah, ....Mas bilang aku seperti preman pasar, kan. Nak sekarang Mas lihat apa yang preman pasar ini lakukan..!" ujarnya lagi.
Setelah berkata seperti itu, tanpa terduga Rina menarik dan menyeret madunya keluar dari kamar dan mendorongnya sampai ke mulut pintu.
Tentu saja Tyo sangat kaget dan tak menyangka jika Rina berani berbuat seperti itu.
"Rina, keterlaluan. Apa yang kamu lakukan..?" bentak Tyo gusar.
"Kenapa, ...... masih nanya...? Kan tadi Mas Tyo bilang kalau aku itu kasar dan kayak preman. Makanya, aku bertindak sesuai dengan yang Mas bilang. Sekarang,...Mas keluar dari rumah ini dan bawa gundik Mas itu pergi atau Mas mau aku bikin malu..!" ancam Rina dengan emosi. Darahnya sudah naik ke ubun - ubun.
Berani sekali suaminya membawa madunya itu ke rumahnya dan mempermalukan dia di depan madunya.
"Ohh, sekarang kamu sudah berani mengancam dan mengusir aku. Baik.... aku akan pergi. Aku juga sudah muak dengan kamu. Cihh, andai bukan karena papaku, sudah kutinggal kamu. Sebenarnya sudah lama aku ingin menceraikan kamu...!" ucap Mas Tyo.
Rina tersenyum mengejek dan menatap lelaki itu dengan tatapan sinis.
"Baik, jika mas berniat seperti itu, maka mari kita bercerai!" tantangnya. Tatapannya lurus ke arah manik mata Tyo.
"Mas Tyo, ayo kita pergi dari sini. Aku sudah tak tahan berada di rumah ini. Istri kamu sangat kasar dan tak punya sopan santun." ucap Rindu
Rindu berdiri di depan pintu rumah dengan wajah yang cemberut.
Rina yang mendengar perkataan Rindu langsung menyeruak maju mendatangi wanita itu.
"Kurang ajar, jalang seperti kamu berani mengatakan aku kasar dan tak punya sopan santun. Apa tak salah, justru kamu yang tak punya malu, sudah jadi pelakor masih punya muka kamu menginjakkan kaki ke rumahku....!!" teriak Rina. Habis sudah kesabarannya.
"Dan kamu Mas Tyo, pergi kamu dari rumah ini dan bawa juga jalang gatal kamu itu,.!." teriak Rina tak tanggung - tanggung.
Tetangga yang tinggal di dekat rumah pada berdatangan ketika mendengar suara keributan di rumah Rina.
"Rina, jaga mulut kamu. Lancang sekali kamu menyebut Rindu dengan sebutan jalang ...!" bentak Tyo.
Dia tak terima karena Rina menyebut Rindu dengan sebutan jalang. Apalagi sambil berteriak sehingga suaranya sampai di dengar oleh para tetangga mereka.
"Tapi kan, memang benar. Perempuan ini jalangnya kamu. Aku yakin sekali celana dalam yang kemarin ketinggalan di kamar kita pasti punya dia, kan? " Teriak Rina lagi tanpa tanggung - tanggung.
Wajah Rindu pucat pasi mendengar kata - kata Rina. Begitu juga halnya dengan Tyo.
Biar saja, tau rasa. Makan tuh malu kamu karena kini seluruh penghuni kontrakan dan tetangga menonton pertunjukan rumah tangga kita, Mas, ucap Rina dalam hati.
Kali ini Tyo benar-benar sangat marah.
"Rina, ...kamu benar-benar keterlaluan.!" bentaknya marah.
Plakkk, ....!!
Tangan Tyo tanpa sadar melayang ke wajah Rina. Rina terhuyung dan jatuh terjajar ke lantai teras.
Setelah menampar Rina,Tyo mendatangi Rindu dan memeluk wanita itu.
Rindu menangis karena malu jadi tontonan para tetangga Rina
Rina langsung bangun dan mendatangi Tyo. Pipinya sudah basah oleh air mata. Hatiku sakit sekali menyaksikan semua itu. Perih dan sakit membingkai pipi dan hatinya saat ini. Kedua anak - anak Rina berlari memeluk pinggangnya.
"Kamu yang keterlaluan, Mas. Kamu nggak ada otak dan ndak punya hati. Datang ke rumah ini membawa wanita jalang itu. Sekarang juga Aku minta kamu dan juga jalang kamu itu segera angkat kaki dari rumah ini. Atau Mas mau aku menelpon pak RT dan mengusir kalian..!"
Isak Rindu makin keras terdengar. "Mas, aku sungguh tak menyangka jika sifat istri kamu seperti itu. Padahal aku datang ke mari dengan niat baik - baik.." ucapnya.
"Sabar, dek..Rina memang seperti itu. Kasar dan pemarah. Maklum dia tak berpendidikan seperti kamu."
Lagi, Tyo kembali menghina Rina..
"Aku memang perempuan kasar dan tak berpendidikan. Aku memang bodoh, tapi setidaknya aku tidak pernah jadi perempuan perusak rumah tangga orang. Lagi pula mana ada perempuan yang merebut suami orang bisa di bilang perempuan baik - baik.." kata Rina sambil mencebik.
Rindu berhenti menangis dan berdiri menantang.
"Hey, dengar ya, aku tak pernah merebut Mas Tyo. Mbak Rinalah yang merebut kekasihku. Buktinya sampai sekarang Mas Tyo nggak pernah mencintai kamu. Cinta Mas Tyo itu hanya untuk aku." ucap Rindu.
Rina tertawa mengejek Rindu. "Mungkin memang benar seperti itu. Suami kita itu bilang tidak mencintaiku tapi kenapa dia masih menyentuhku. Bahkan sampai sekarang. Dasar munafik...!" ejek Rina kesal.
"Rina, .... hentikan ocehan kamu..!" bentak Tyo. Dia kesal Rina seperti mempermalukan dirinya.
"Cinta boleh, tapi jangan bodoh, otak tuh dipakai. Jangan jadi pajangan. Mas Tyo bilang tak pernah mencintai aku, tapi kenapa masih mau meniduriku sampai punya dua anak. Mau jadi istri keduanya Mas Tyo, boleh. Bodoh jangan...!!" ejek Rina lagi.
"Rina,...diam. ..! Kamu sudah sangat keterlaluan. Sekarang masuk kamu ke dalam...!" bentak Tyo gusar. Dia mendatangi Rina dan menyeret istri pertamanya itu masuk ke dalam rumah karena sekarang semakin banyak tetangga yang berdatangan menonton drama rumah tangga mereka.
Rina memberontak dan berusaha melepaskan diri dari cengkraman Tyo.
Menghadapi pemberontakan Rina, kesabaran Tyo habis. Tangannya kembali hendak melayang ke wajah Rina. Tapi seseorang keburu menangkap tangannya.
"Sabar, Mas. Sangat tidak baik jika Mas sampai melayangkan tangan ke tubuh isti sampean. Mas Tyo bisa dikenakan pasal tindakan penganiayaan dan juga kekerasan dalam rumah tangga dan Mas bisa dikenai ancaman hukuman penjara... " kata orang itu yang ternyata adalah Pak RT.
Mendengar ancaman Pak RT, Tyo urung untuk memukul Karina. Dia kembali menghampiri Rindu dan memeluk wanita itu.
"Huuuuu,...nggak nyangka, ya..Ternyata diam - diam Mas Tyo itu selingkuh di belakang Mbak Rina. Mana selingkuhannya di bawa pulang lagi ke. rumah. Tega sekali,...... " bisik beberapa tetangganya.
"IYa, tega sekali. Benar - benar nggak punya hati... "
Pak RT kemudian menghampiri Tyo dan berkata.
"Sekarang , sebaiknya Mas Tyo mengantarkan Mbaknya ini pulang. Untuk masalah keluarga, nanti sebaiknya kita bicarakan lagi secara kekeluargaan." Kata pak RT sambil menunjuk ke arah Rindu.
"Tapi ini urusan keluarga Saya, Pak. Rina saja yang terlalu membesar- besarkan masalah ini sampai di dengar oleh semua tetangga..!" ucap Tyo membela diri.
"Saya paham ini adalah urusan rumah tangga, sampean. Tapi saya mohon, jangan ada tindak kekerasan dalam membicarakan semua masalah. Karena jika demikian itu sampai terjadi, maka Saya sebagai RT, wajib turun tangan. Karena saya yang bertanggungjawab atas keamanan semua warga di lingkungan tempat tinggal kita ini. Saya wajib untuk menegur setiap tindakan warga yang dianggap mengganggu ketenangan warga yang lain dan bertindak sesuai prosedur yang berlaku." kata Pak RT lagi.
Tyo terlihat manggut-manggut mendengar ucapan Pak RT. Tampaknya dia tak bisa lagi berkutik dan membantah kata - kata Pak RT.
Akhirnya dengan wajah kesal, terpaksa Tyo membawa Rindu pergi meninggalkan rumah kontrakan Rina. Rina pun dapat napas lega.
Tapi tidak,.....sepeninggal semua orang, diam - diam Rina menangis sendiri di kamar. Hatinya sakit dan hancur. Luka itu menggores semakin dalam dan makin sakit.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 81 Episodes
Comments
S
Rina bilang apa cinta boleh bodoh jangan?. 🤣🤣dia sendiri gobloknya minta ampun.
Saat di tampar bisanya juga nangis dan saat ada pak RT harusnya minta solusi kan tap malah nangis aja Kenapa tidak ngajuin cere sendiri dasat rina bodoh amat sangat pingin tak pentung kepalanya aja sekalian.habis gemes aku
2024-04-13
2