06:30
Di sebuah kamar yang lumayan luas di lantai dua kediaman gadis muda, Pevita Alula.
Gadis muda dua puluh tiga tahun itu nampak duduk di depan meja rias kamarnya seorang diri. Riasan pengantin yang sederhana dengan sebuah kerudung menutupi kepalanya nampak mempercantik dirinya pagi ini.
Ya, hari ini ia akan menikah. Ia akan menikah dengan pria asing yang sama sekali tidak ia kenal karena sebuah insiden kesalahpahaman.
Alula nampak menatap wajahnya dari pantulan cermin. Datar. Tanpa ekspresi. Dibilang sedih sih tidak, lebih ke kecewa. Diusianya yang sudah se-dewasa ini ia seolah tak pernah diberi ruang untuk menentukan pilihannya sendiri. Termasuk dalam hal pasangan hidup.
Di masa kecilnya ia dipaksa kehilangan keluarga yang utuh karena kedua orang tuanya bercerai. Ayahnya kemudian menikah lagi. Menginjak remaja ia ditinggal pergi sang ibu untuk selama lamanya. Kemudian sang ayah tanpa meminta persetujuannya memilihkan jodoh untuknya yang mau tidak mau ia harus menerimanya.
Dan sekarang, di saat kehidupan Lula yang yang sejak kecil seolah tidak pernah baik-baik saja itu, kini ia kembali dihadapkan dalam suatu masalah yang tidak pernah ia duga-duga sebelumnya. Ia dipaksa menikah dengan laki-laki yang bahkan latar belakang keluarganya pun ia tidak tahu.
Harus se-jahat inikah takdir Tuhan pada Alula? Bahkan untuk membela diri pun rasanya ia sudah malas. Karena ia seolah sudah hafal dengan jalan hidupnya. Ia tidak pernah memiliki kesempatan untuk menyampaikan pendapatnya. Ia tidak pernah memiliki kesempatan untuk mengeluarkan unek-uneknya. Ia tidak pernah memiliki kesempatan untuk mengutarakan pendapatnya. Ia tidak pernah diberi kesempatan untuk membela diri. Kehidupannya hanyalah untuk patuh dengan tunduk pada semua kemauan orang. Ia hanya selalu dituntut untuk menurut, menurut, dan menurut. Ia seolah tidak diperbolehkan untuk memilih jalan hidupnya sendiri.
Ceklek....
Pintu kamar itu terbuka. Dua orang wanita muda nampak masuk ke dalam kamar tersebut. Ya, itu adalah Maya dan Siti. Dua pekerja minimarket sekaligus sahabat Alula dua orang yang selama ini selalu menemani Alula dalam susah maupun senang. Bahkan keduanya jauh lebih dekat dengan Alula ketimbang ayah kandungnya sendiri.
"Yuk, Mbak, turun! Calon suami Mbak udah datang," ajak gadis muda berambut panjang berusia sembilan belas tahun itu, Maya.
"Bentar, May. Aku masih nungguin Ayah," ucap Lula.
"Lah, ngapain ditungguin, Mbak? Noh, orangnya udah ada di bawah. Lengkap dengan mak lampir dan grandong nya!" Sahut Siti ceplas ceplos. Mulut Siti memang sedikit rusak🤭🙈
"Mereka udah datang?" Tanya Alula kaget. Ia bahkan tidak tahu jika ayahnya dan keluarga barunya sudah tiba. Sang ayah bahkan tidak menemui dirinya di kamar sebelum memulai ijab.
"Udah dari tadi, Mbak. Udah yuk, turun!" Ajak Maya.
Alula menghela nafas panjang. Sebegitu tidak pentingnya kah ia di mata sang ayah? Sampai sampai mengunjunginya sebelum akad pun ia enggan. Padahal jelas jelas Lula menikah mendadak tanpa persiapan. Apa laki laki itu tidak ingin tahu, apa yang terjadi pada putrinya? Bisalah masuk ke kamar Lula, duduk sebentar, dengarkan keluh kesah putrinya. Bukankah seperti itu harusnya peran ayah dalam pernikahan anaknya?
Tapi ini?
Tidak sama sekali. Bahkan saat Lula menghubungi ayahnya untuk mengabarkan tentang pernikahannya pagi tadi, Lula justru disalah salahkan. Ia dianggap pembuat onar dan tidak menurut pada ayahnya lantaran tiba tiba menikah padahal sudah dijodohkan dengan seorang pria. Padahal Lula belum mengatakan apapun pada sang ayah. Tapi sang ayah sudah buru buru memberi cap salah pada Alula. Ia bahkan dibanding bandingkan dengan Damara, kakak tirinya, anak kandung dari istri baru ayahnya.
Sungguh, sepertinya ayah Lula memang sudah tidak peduli pada putri kandungnya itu.
Alula pun bangkit dari kursi meja riasnya. Di dampingi Siti dan Maya di sisi kanan dan kirinya, wanita cantik dua puluh tiga tahun itu kemudian keluar dari kamarnya, menuju ruang tamu di lantai dua dimana ijab qobul akan segera dilangsungkan.
Para tamu undangan yang tak banyak sudah menunggu kedatangannya. Ada keluarga dari mempelai pria yang terdiri dari ayah ibu dan beberapa rekannya. Ada dari keluarga baru ayahnya, serta beberapa warga yang menjadi saksi pernikahan dadakan di pagi hari ini.
Alula mendekati wali meja rendah disana. Ia duduk di samping calon suaminya yang bahkan namanya pun ia baru tahu tadi malam itu. Tak seperti pengantin pengantin pada umumnya yang nampak diliputi bahagia dan suka cita, pernikahan kali ini terasa hambar. Tak ada pujian untuk kedua mempelai meskipun Alula terlihat sangat cantik pagi ini. Semua lantaran pernikahan ini bukanlah pernikahan yang diinginkan. Rasanya doa pun seolah berat untuk terucap dari bibir para tamu undangan.
"Bisa kita mulai?" Tanya sang wali nikah pada sepasang calon pengantin dan para tamu undangan disana.
Kalangga dan Alula mengangguk. Suasana pun seketika hening. Tuan Anggara, ayah Alula mendekat. Duduk di tengah tengah kedua mempelai. Ijab qobul pun kemudian dimulai. Sang wali nikah mengulurkan tangannya yang disambut dengan malas oleh Kalangga. Ijab qobul terucap dari mulut sang wali yang disambut oleh Kalangga.
"SAH!" Para tamu undangan berucap. Pertanda selesai sudah masa lajang dua anak manusia yang tidak saling mengenal itu. Kini Kala dan Alula resmi menjadi sepasang suami istri. Babak baru dalam kehidupan mereka akan segera dimulai sebagai suami dan istri dadakan yang sudah sah di mata Tuhan.
---
Acara sakral yang jauh dari kesan meriah itu telah berakhir. Para warga dan wali nikah sudah kembali ke rumah mereka masing masing. Kini di dalam ruang tamu yang tak begitu luas itu hanya ada sepasang pengantin bersama keluarga masing masing.
"Kala, Mama sama Papa pulang dulu. Kamu baik baik disini. Ingat pesan Papa. Kamu sekarang sudah menikah. Kamu bertanggung jawab atas istri kamu. Hentikan semua kebiasaan kebiasaan buruk kamu dan mulailah belajar menjadi kepala keluarga yang baik!" Ucap Tuan Baskara. "Setelah ini, Papa nggak mau lagi mendengar kamu membuat ulah. Entah itu di dunia luar, ataupun di kehidupan baru kamu!"
Pemuda dua puluh satu tahun itu hanya mengangguk malas. Kalangga yang memang dikenal bandel dan urakan itu hanya mengangguk saja mendengar ucapan sang ayah. Yang penting kedua orang tuanya ini bisa cepat pulang. Dan ia bisa segera kabur dari tempat ini. Lebih baik ia nongkrong bersama temannya dan pulang nanti saat sudah malam untuk tidur.
"Kalau ada apa apa, kamu kabarin Mama, ya..." Ucap Nyonya Wina yang sebetulnya belum terlalu rela melihat putranya menikah. Apalagi dengan Alula yang latar belakang keluarganya saja ia tak tahu. Nyonya Wina seolah sanksi pada Alula. Apa dia seorang istri yang baik untuk putra semata wayangnya? Pikir Nyonya Wina.
Kala hanya tersenyum simpul lalu mengangguk. Ia kemudian menggerakkan tangannya hendak meraih punggung tangan kedua orang tuanya sebelum berpisah, namun tiba tiba .....
Plaaakkkk......
Suara tamparan yang cukup lantang menggema di ruangan itu. Kalangga dan kedua orang tuanya menoleh ke arah sumber suara. Dilihatnya disana, Tuan Anggara berdiri tepat di hadapan sang putri. Laki laki itu baru saja memberikan tamparan yang menyakitkan untuk putri kandungnya. Membuat Kala dan kedua orang tuanya pun terkejut dibuatnya.
Alula menunduk sambil memegangi pipinya yang merah. Sedangkan sang ayah kini nampak berdiri tepat di hadapannya dengan wajah garang dan dada naik turun. Tak jauh dari tempatnya berdiri, Marissa, ibu tiri Alula, dan Damar, saudara tirinya yang berusia dua tahun lebih tua dari Alula itu nampak duduk dengan santai di sebuah sofa panjang disana, menatap angkuh ke arah Alula yang baru saja mendapatkan tamparan dari sang ayah.
"Memalukan!" Ucap Tuan Anggara. "Begini rupanya kelakuanmu selama ini? Pantas saja kau selalu menolak untuk tinggal bersama ayah. Ternyata kau meng-gatal di luar sana!"
Alula tak menjawab. Ia juga tak menangis. Ia hanya diam. Seolah diperlakukan seperti ini juga sudah biasa baginya. Toh memberi penjelasan juga percuma. Ingat kan, Alula tidak pernah diberi hak untuk membela diri sejak dulu kala.
"Ayah menyesal datang kemari. Sekarang Ayah tidak mau lagi menanggung aib mu! Urusi hidupmu sendiri, dan jangan pernah libatkan Ayah dalam semua masalahmu. Ayah benar benar malu padamu!" Ucap Tuan Anggara tegas. Alula hanya diam. Padahal ia sudah menjelaskan pada sang ayah mengenai apa yang sebenarnya terjadi diantara ia dan Kalangga, tapi pria paruh baya itu tak percaya. Ia sama seperti warga sekitar. Lebih yakin jika Alula dan Kalangga memang benar benar sudah berbuat asusila.
Ah, sudahlah! Lula memang tak pernah benar di mata siapapun.
Pria itu kemudian menoleh ke arah istri dan anaknya yang duduk di atas sofa.
"Mama, Damar, kita pulang!" Ucapnya. Sepasang ibu dan anak itupun mengangguk. Marisa dan Damar nampak menatap sinis ke arah pengantin wanita yang berbahagia itu.
Keluarga kecil itu kemudian bergegas pergi meninggalkan tempat tersebut. Meninggalkan Alula yang kini nampak kembali mengangkat dagunya. Ia menarik nafas panjang, lalu membuangnya. Lula mengangkat satu sudut bibirnya. Ini sudah sangat biasa menghadapi hal seperti ini. Memang sakit. Tapi tidak apa apa. Nanti juga akan sembuh dengan sendirinya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 73 Episodes
Comments
Raudatul zahra
ayah durhaka!!
2024-01-06
1
Raudatul zahra
bukan ayahnya Lula yg jadi wali nya??
2024-01-06
1
Raudatul zahra
tenang Lula, semua kesedihan kamu nanti diganti sama suami kamu kok..
2024-01-06
1