Kekuatan dan keteguhan yang baru

“Bunda di rumah?” tanya Intan kepada seorang pelayan yang sedang merapikan taman di depan mansion keluarga.

“Iya, Nona. Nyonya sedang mempersiapkan acara malam nanti,” jawab pelayan itu ramah, menghentikan pekerjaannya sejenak.

“Baiklah, aku akan ke dalam,” ujar Intan sambil melangkah masuk, meninggalkan pelayan yang kembali sibuk merapikan bunga-bunga di taman.

Langkah-langkah Intan pelan namun tegas. Dia mengamati sekeliling mansion yang dihiasi dengan bunga-bunga segar berwarna-warni. "Entah seberapa besar hati yang dia miliki,” gumamnya dalam hati, merujuk pada ibunya, Windana. “Bahkan setelah tahu suaminya berselingkuh, dia masih mempersiapkan hari ini seolah tidak terjadi apa-apa.” Ada kekaguman bercampur getir yang berputar dalam pikirannya. Ia tahu, di balik senyum lembut dan sikap tegar sang bunda, pasti ada luka yang menganga.

"Entah seperti apa reaksinya nanti malam," pikirnya, bayangan tentang malam yang penuh dengan rahasia dan kebohongan itu melintas di benaknya. Kehidupan mereka, tampak sempurna di luar, ternyata hanya ilusi. Keputusan besar yang ia buat demi membongkar semuanya, terasa semakin mendesak.

Lamunan Intan buyar ketika ponselnya bergetar. Dia merogoh tasnya dan melihat layar yang menampilkan nomor yang sudah begitu familiar baginya.

“Ada apa?” tanyanya, menyapa penelepon dengan nada dingin.

Suara di seberang terdengar pelan dan ragu, namun Intan mendengarkannya dengan saksama. Selesai mendengar laporan tersebut, senyum sinis merekah di wajahnya.

“Hmm, rupanya dia semakin berani,” ucapnya setelah mendengar laporan dari mata-mata yang ia tugaskan untuk mengawasi gerak-gerik Darwin, ayahnya, dan wanita yang berselingkuh dengannya. Tekadnya semakin kuat untuk membeberkan semua rahasia Darwin malam ini.

“Lanjutkan saja tugasmu, akan kututup,” ujar Intan sebelum memutuskan panggilan tersebut.

Dia menatap sekelilingnya lagi dengan pandangan kosong. “Sepertinya akan ada kekacauan besar malam ini,” gumamnya, membayangkan ekspresi kaget dan kecewa yang akan tergurat di wajah Windana.

“Sayang, kau sudah pulang?” Suara lembut Windana terdengar dari arah dapur. Windana berjalan mendekati Intan dengan wajah yang tampak berseri, kebahagiaan terpancar jelas dari wajahnya yang lelah namun masih menyimpan keanggunan.

“Iya, Bunda. Hari ini guru les mengizinkan aku pulang lebih cepat,” jawab Intan, melontarkan kebohongan kecil. Selama hampir seminggu ini, Intan menggunakan alasan mengikuti les musik agar bisa leluasa menjalankan rencananya. Ia bahkan sering pulang larut malam demi menyiapkan semua kejutan yang akan dia ungkapkan malam ini.

“Baguslah, Bunda senang kau bisa pulang cepat hari ini,” kata Windana sambil memeriksa rangkaian bunga yang sudah selesai disusun di atas meja.

“Hai, Bunda!” sapa Devano yang muncul di ambang pintu masuk, membawa suasana baru ke dalam ruangan. Dia menyambut ibunya dengan senyum hangat yang terkesan langka.

“Anno, kau juga pulang,” ujar Windana, berjalan menghampiri putranya yang jarang pulang dalam beberapa minggu terakhir.

“Kau tampak makin kurus?” tanyanya prihatin, memperhatikan perubahan tubuh Devano yang kini tampak lebih ramping dan kencang.

“Tidak, Bunda. Ini bukan kurus, tapi lebih sehat dan bertenaga,” jawab Devano dengan senyum hangat, berusaha menenangkan ibunya agar tidak khawatir. Latihan keras yang dia jalani memang menguras fisiknya, tetapi juga menjadikannya lebih kuat.

“Oh iya, Bunda. Selamat anniversary yang ke-32,” ucap Devano sambil menyerahkan kotak kado yang dibungkus rapi dengan kertas berdesain batik.

“Terima kasih, sayang,” kata Windana sambil menerima kado tersebut, matanya berkaca-kaca melihat perhatian dari putra yang selalu berada di sampingnya, meski tak jarang dia harus menanggung beban keluarga yang begitu berat.

“Semoga Bunda bisa bahagia selalu ke depannya,” ucap Devano sambil memeluk tubuh ringkih Windana yang tampak semakin kurus. Intan menyaksikan pemandangan itu dalam diam, merasakan campuran emosi antara kehangatan keluarga yang tersisa dan ketegangan rencana besar yang sedang ia persiapkan.

“Bunda, aku mau naik sebentar, bersih-bersih dulu sebelum acara dimulai,” kata Devano sambil melirik ke arah Intan, memberi kode.

Setelah Windana beranjak pergi, Devano dan Intan berjalan ke balkon lantai dua, mencari sedikit privasi untuk berbincang.

“Bagaimana hari-harimu di sana?” tanya Intan sambil menatap lurus ke depan, tak menoleh pada Devano yang berdiri di sampingnya.

“Awalnya berat, sangat berat,” jawab Devano, mengingat hari-hari keras yang ia lewati. Pelatihan yang dia terima dari seorang pria yang ia panggil “Master” adalah pengalaman yang mengubahnya. Dia diajari seni pertahanan diri, strategi bisnis, serta cara mengelola dan mengembangkan perusahaan. Semua ilmu itu ia pelajari untuk mempersiapkan dirinya menghadapi segala kemungkinan di masa depan.

“Maaf, sudah memberimu hari-hari yang berat itu,” ucap Intan, nadanya penuh penyesalan. Ada rasa bersalah yang tak mampu ia hilangkan ketika melihat kondisi fisik Devano yang kini tampak kurus dan lelah.

“Tidak apa-apa, Intan. Aku adalah anak tertua, ini sudah menjadi tugasku untuk melindungi kalian,” ucap Devano dengan nada tenang. Baginya, selama keluarganya masih bersama, dia akan melakukan apa saja untuk mempertahankan hak mereka.

“Menurutmu, Ayah akan datang malam ini?” tanya Devano, mengalihkan topik pembicaraan.

“Tentu saja. Bukankah ini kesempatan sempurna baginya untuk mengumumkan pernikahan itu?” jawab Intan, nada bicaranya sinis. Awalnya dia berpikir Darwin hanya akan mengirim undangan, tapi dari laporan yang ia terima, Darwin berniat hadir malam ini, menunjukkan betapa tak gentarnya ia terhadap pandangan mereka.

“Tapi, biarkan saja dia merasa menang lebih dulu,” tambah Intan, matanya bersinar penuh rencana. “Kita akan memberikan serangan yang cukup besar untuk menghancurkan ilusi yang dia bangun.”

Melihat Devano yang mengepalkan tangannya erat, Intan menepuk pundaknya. “Kau bisa menahan emosimu, kan?”

Devano mengangguk perlahan, menghela napas panjang. Ia tahu, amarahnya mudah tersulut, terutama setelah semua yang dia lalui. “Aku akan berusaha,” ucapnya sambil berjalan menuju kamarnya, mencoba menenangkan pikiran yang mulai berkecamuk. Di sana, ia bisa melampiaskan amarah yang tertahan, mencoba menenangkan kekacauan di dalam dirinya.

Sementara itu, Intan berdiri di balkon, memandangi langit yang mulai gelap. Cahaya lampu mulai menerangi taman yang dihiasi bunga-bunga segar, menciptakan suasana magis untuk malam yang akan segera berlangsung. Di dalam dirinya, ia tahu betul, malam ini bukan hanya untuk memperingati ulang tahun pernikahan orang tuanya, tetapi juga panggung bagi sebuah kebenaran yang selama ini tersembunyi.

Ia tersenyum kecil, menyadari bahwa tak lama lagi, tirai kebohongan akan tersingkap, dan mungkin, justru malam ini akan menjadi awal dari kehancuran yang telah lama ia persiapkan.

...****************...

Ruangan menjadi hening setelah Intan dan Abraham meninggalkan meja makan. Hanya Ada Darwin dan Liliana yang juga duduk di sana, dengan suasana penuh ketegangan. Tatapan sinis Intan dan kemarahan Abraham menggantung di udara, tak terucap namun jelas menusuk. Darwin, yang masih berusaha mempertahankan wajah tenangnya, menoleh ke arah Liliana, mencoba menenangkannya dengan senyuman yang terasa canggung.

“Sayang, kau tidak perlu merasa tertekan dengan sikap mereka. Mereka hanya perlu waktu untuk menerima keadaan ini,” bisik Darwin, berusaha menenangkan Liliana yang kini tampak agak tegang.

Namun, Liliana menatap Darwin dengan tatapan yang sedikit gusar, “Darwin, aku tidak menyangka ini akan seberat ini. Kupikir mereka akan lebih... terbuka.”

Sementara itu, di lantai atas, Devano membawa Windana yang masih terisak menuju kamarnya. Ia mencoba menenangkan ibunya, mengusap punggungnya pelan sambil membiarkannya duduk di tepi ranjang. Windana, yang matanya sembab, menatap Devano penuh kepedihan.

“Bagaimana mungkin dia tega melakukan ini, Nak?” Suara Windana serak, tercekik oleh tangis yang tertahan. “Bertahun-tahun kita hidup bersama, membangun keluarga ini, dan sekarang dia begitu mudah membawa wanita lain ke rumah ini…”

Devano mengepalkan tangannya, mencoba menahan kemarahan yang mendidih di dadanya. “Bunda, jangan khawatir. Aku dan Intan tidak akan membiarkan Ayah melakukan apa pun yang merugikanmu. Kami di sini untuk melindungimu.”

Intan, yang kini bergabung di kamar ibunya bersama Devano, duduk di tepi ranjang. Ia menggenggam tangan Windana erat, tatapannya lembut namun tegas. “Bunda, aku tahu ini berat, tapi kita tidak boleh kalah. Aku sudah mengantisipasi kemungkinan ini, dan aku sudah mempersiapkan sesuatu untuk melawan Ayah.”

Windana menatap Intan, sedikit bingung. “Apa maksudmu, Nak?”

Intan menarik napas panjang sebelum menjelaskan. “Beberapa bulan terakhir, aku mengumpulkan bukti tentang bisnis dan keuangan Ayah. Aku juga sudah menemukan beberapa dokumen penting yang seharusnya tetap menjadi hak Bunda dan kami, anak-anaknya. Ayah mungkin merasa punya kekuasaan penuh sekarang, tapi dia tak tahu kalau kita punya cara untuk melawannya.”

Windana menatap putrinya dengan penuh kekaguman, ada sedikit harapan yang terpancar di matanya. “Jadi, kamu sudah memikirkan semua ini, Nak?”

“Ya, Bunda. Ayah mungkin memiliki kendali atas harta ini untuk sementara waktu, tapi bukan berarti dia bisa menginjak-injak harga diri kita. Jika dia pikir dia bisa membawa wanita itu dan mempermalukan kita semua, dia salah besar,” kata Intan dengan penuh tekad.

Devano mengangguk setuju. “Dan aku sudah mendapatkan pelatihan yang cukup. Aku siap membantu apa pun yang kau rencanakan, Intan. Keluarga kita tidak akan hancur begitu saja di tangan seorang lelaki yang hanya memikirkan dirinya sendiri.”

Di lantai bawah, Liliana mulai merasa risih dengan situasi itu. Ia menoleh ke arah Darwin dengan raut wajah yang sedikit ketakutan. “Darwin, aku tidak nyaman di sini. Keluargamu jelas tidak menyukaiku. Apa benar kita perlu melanjutkan ini?”

Darwin menatap Liliana dengan sorot mata yang tegas, namun samar-samar terlihat ada keraguan. “Kita sudah sampai sejauh ini, Liliana. Aku sudah memutuskan, dan tak ada yang bisa mengubah pikiranku. Kamu adalah bagian dari hidupku sekarang, dan mereka harus menerimanya, suka atau tidak suka.”

Namun, langkah kaki yang tiba-tiba terdengar di tangga memecah keheningan mereka. Intan, yang kembali turun dengan langkah tenang, menatap Darwin dan Liliana dengan pandangan tajam.

“Ayah, kita harus bicara,” katanya sambil berdiri di seberang meja. “Aku tahu kau menganggap semua ini tidak lebih dari keputusan sepihakmu, tapi kau lupa sesuatu. Kami, anak-anakmu, punya hak yang sama besar dalam keluarga ini. Dan kami tidak akan diam saja Melihatmu membawa wanita asing ke sini, menginjak-injak perasaan Bunda.”

Darwin menyipitkan matanya, tatapannya semakin tajam. “Intan, kau pikir kau bisa menentangku?”

Intan tersenyum sinis, lalu meletakkan beberapa berkas di meja. “Mungkin kau ingin melihat ini. Aku sudah menemukan bukti kalau sebagian besar aset ini, aset keluarga yang kau klaim sebagai milikmu, sebenarnya berada di bawah nama Bunda. Dan lebih dari itu, aku punya bukti bahwa pengalihan sebagian besar kekayaan ini dilakukan tanpa sepengetahuan Bunda. Secara hukum, ini bisa jadi masalah besar.”

Darwin, yang awalnya tampak tenang, mulai menunjukkan tanda-tanda ketakutan. Dia memandang Intan dan berkas-berkas itu dengan wajah yang berusaha tetap tegar, tapi jelas terguncang. Liliana memandang Darwin dengan panik, meremas lengan Darwin yang kini dingin.

“Darwin, apa maksudnya ini?” bisik Liliana, tampak semakin resah.

“Intan! Kau pikir kau bisa mengancamku dengan kertas-kertas itu?” teriak Darwin, berusaha mengambil berkas tersebut, namun Intan menariknya cepat.

“Bukan mengancam, Ayah. Ini adalah peringatan. Jika kau terus bertindak semaumu, aku tidak segan-segan membawa semua ini ke pengadilan. Kau sudah menghancurkan keluarga ini, dan sekarang kau ingin membawa wanita ini dan menguasai semuanya? Tidak akan terjadi.”

Darwin menatap putrinya penuh kemarahan, namun ada ketakutan yang tidak bisa disembunyikannya. Ia sadar, jika semua ini terbongkar, reputasinya yang telah ia bangun selama bertahun-tahun bisa hancur seketika.

Devano, yang kini berdiri di belakang Intan, menatap Darwin dengan tajam. “Ayah, ini adalah peringatan terakhir dari kami. Pergi dari sini bersama wanita itu, atau kami akan mengambil tindakan yang lebih tegas.”

Setelah jeda yang cukup lama, akhirnya Darwin menghela napas panjang. Dengan wajah yang penuh amarah dan kekesalan, dia menarik Liliana berdiri. “Baiklah, Intan. Kau menang kali ini. Tapi ingat, ini belum selesai.”

Ia berbalik dan menggenggam tangan Liliana, menariknya menuju pintu depan. Liliana yang bingung, mencoba memahami situasi itu, namun ia mengikuti Darwin tanpa perlawanan. Sebelum pergi, Darwin menoleh sekilas ke arah Intan, Devano, dan Windana yang kini berdiri bersama mereka. Ada kebencian yang tampak jelas di matanya, namun ia tak punya pilihan lain.

Setelah pintu tertutup, suasana mansion kembali hening. Windana yang masih memegang tangan Intan, tak bisa menahan tangisnya lagi. Namun kali ini, ada sedikit kelegaan dalam tangisnya. Ia merasakan dukungan dan kekuatan dari anak-anaknya yang selama ini ia pikir tak mungkin ia dapatkan.

Terpopuler

Comments

Ajusani Dei Yanti

Ajusani Dei Yanti

lanjut thorrrr kuh

2024-03-13

0

lihat semua
Episodes
1 A09S
2 Kecelakaan
3 Masa Koma
4 Ingatan
5 Keluarga yang kaku
6 5 Shoot
7 Perbuatan Curang Darwin
8 Persiapan
9 Balapan
10 Menabrak Pria Asing
11 Mulai Menemukan Kejanggalan
12 Beberapa Butir
13 Mempersiapkan Rencana Selanjutnya
14 Kekuatan dan keteguhan yang baru
15 Gugatan Cerai
16 Perayaan Pernikahan
17 Perjanjian Pranikah
18 Kejutan tak terduga
19 Balapan II
20 Pelabuhan
21 Makam Aster
22 Kejanggalan
23 Berteman
24 Makan malam
25 Permainan licik
26 Melindungi
27 Permintaan Lathan
28 Penyerangan Hacker
29 Masalah
30 Kemunculan Rendra
31 Kebenaran
32 Masalah lain
33 Lebih Serius
34 Masalah yang tersembunyi
35 Fakta di balik kecelakaan Intan
36 Tuduhan pada Abraham
37 Makan siang bersama
38 Apartemen Lathan
39 Tidak akan melepaskan lagi
40 Mencuri Bukti
41 Benang merah
42 Hanya rasa kasihan
43 Rencana Edo
44 Keyakinan Intan
45 Terlalu berambisi
46 Kepercayaan
47 Pantauan Abraham
48 Caitlyn
49 Penyadapan ponsel
50 Pengejaran Intan
51 Keyakinan yang tergoyahkan
52 Pentas Seni
53 Pentas Seni II
54 Pentas Seni III
55 Terkunci sendirian
56 Perubahan rencana
57 Caitlyn kembali
58 Pesta penyambutan
59 Langkah terakhir menghadapi Edo
60 Bersiap menghadapi Clara
61 Hari yang melelahkan
62 Persiapan pesta penyambutan
63 Tuduhan Clara pada Abraham
64 Peringatan Lathan
65 Membawa Owen
66 Perdebatan dengan Devano
67 Pekerjaan sampingan
68 Berusaha menghindari masalah kedepannya
69 Keadaan owen
70 Ajakan Riel
71 Menyiapkan rencana
72 Mempersiapkan diri
73 Beraksi bersama Riel
74 Dendam yang harus dibayarkan
75 Merasa gusar
76 Kepercayaan yang retak
77 Rumah baru
78 Rencana alat penyadap
79 Tetap menjadi saudara
80 Meretas sistem
81 Mimpi yang mencekam
82 Latihan bela diri
83 hal yang tersembunyi
84 menyusun rencana bersama Abraham
85 Balas budi
86 Berita kematian Intan
87 Hukuman untuk Caitlyn
88 Perasaan yang tertinggal
89 Makan malam berbau bisnis
90 Sosok kakak yang baik
91 Kecurigaan Abraham
92 Karyawan Magang
93 Hary
94 Potret yang hampir memudar
95 Di Bawah Langit Malam
96 Foto Keluarga Elvard
97 Penyerangan Yang Gagal
98 Peringatan
99 Misteri Maya
100 Terpilih, Terus Terluka
101 Meninggalkan Bayang-Bayang
102 Mengambil Langkah Mundur
103 Sesuatu Yang Lebih Tenang
104 Pertemuan Lathan Dengan Alea
105 Dua Dunia
106 Flash Drive
107 Menyelamatkan Abraham
108 Memulai Penyelidikan Bersama
109 Dua Video yang berbeda
110 Kerja Sama Reksa dan Baron
111 Kembali Terjebak
112 Pertaruhan Nyawa
113 Kilasan Balik
114 Merencakan Hal Besar
115 Mengambil Dokumen
116 Kejutan Besar
117 Kejutan Besar II
118 Rumah sakit (Fajar)
119 Sebuah Jawaban
120 Desa Laran
121 Malam Hari Di Pedesaan
Episodes

Updated 121 Episodes

1
A09S
2
Kecelakaan
3
Masa Koma
4
Ingatan
5
Keluarga yang kaku
6
5 Shoot
7
Perbuatan Curang Darwin
8
Persiapan
9
Balapan
10
Menabrak Pria Asing
11
Mulai Menemukan Kejanggalan
12
Beberapa Butir
13
Mempersiapkan Rencana Selanjutnya
14
Kekuatan dan keteguhan yang baru
15
Gugatan Cerai
16
Perayaan Pernikahan
17
Perjanjian Pranikah
18
Kejutan tak terduga
19
Balapan II
20
Pelabuhan
21
Makam Aster
22
Kejanggalan
23
Berteman
24
Makan malam
25
Permainan licik
26
Melindungi
27
Permintaan Lathan
28
Penyerangan Hacker
29
Masalah
30
Kemunculan Rendra
31
Kebenaran
32
Masalah lain
33
Lebih Serius
34
Masalah yang tersembunyi
35
Fakta di balik kecelakaan Intan
36
Tuduhan pada Abraham
37
Makan siang bersama
38
Apartemen Lathan
39
Tidak akan melepaskan lagi
40
Mencuri Bukti
41
Benang merah
42
Hanya rasa kasihan
43
Rencana Edo
44
Keyakinan Intan
45
Terlalu berambisi
46
Kepercayaan
47
Pantauan Abraham
48
Caitlyn
49
Penyadapan ponsel
50
Pengejaran Intan
51
Keyakinan yang tergoyahkan
52
Pentas Seni
53
Pentas Seni II
54
Pentas Seni III
55
Terkunci sendirian
56
Perubahan rencana
57
Caitlyn kembali
58
Pesta penyambutan
59
Langkah terakhir menghadapi Edo
60
Bersiap menghadapi Clara
61
Hari yang melelahkan
62
Persiapan pesta penyambutan
63
Tuduhan Clara pada Abraham
64
Peringatan Lathan
65
Membawa Owen
66
Perdebatan dengan Devano
67
Pekerjaan sampingan
68
Berusaha menghindari masalah kedepannya
69
Keadaan owen
70
Ajakan Riel
71
Menyiapkan rencana
72
Mempersiapkan diri
73
Beraksi bersama Riel
74
Dendam yang harus dibayarkan
75
Merasa gusar
76
Kepercayaan yang retak
77
Rumah baru
78
Rencana alat penyadap
79
Tetap menjadi saudara
80
Meretas sistem
81
Mimpi yang mencekam
82
Latihan bela diri
83
hal yang tersembunyi
84
menyusun rencana bersama Abraham
85
Balas budi
86
Berita kematian Intan
87
Hukuman untuk Caitlyn
88
Perasaan yang tertinggal
89
Makan malam berbau bisnis
90
Sosok kakak yang baik
91
Kecurigaan Abraham
92
Karyawan Magang
93
Hary
94
Potret yang hampir memudar
95
Di Bawah Langit Malam
96
Foto Keluarga Elvard
97
Penyerangan Yang Gagal
98
Peringatan
99
Misteri Maya
100
Terpilih, Terus Terluka
101
Meninggalkan Bayang-Bayang
102
Mengambil Langkah Mundur
103
Sesuatu Yang Lebih Tenang
104
Pertemuan Lathan Dengan Alea
105
Dua Dunia
106
Flash Drive
107
Menyelamatkan Abraham
108
Memulai Penyelidikan Bersama
109
Dua Video yang berbeda
110
Kerja Sama Reksa dan Baron
111
Kembali Terjebak
112
Pertaruhan Nyawa
113
Kilasan Balik
114
Merencakan Hal Besar
115
Mengambil Dokumen
116
Kejutan Besar
117
Kejutan Besar II
118
Rumah sakit (Fajar)
119
Sebuah Jawaban
120
Desa Laran
121
Malam Hari Di Pedesaan

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!